Mohon tunggu...
Novi Silva Kusuma
Novi Silva Kusuma Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

hobi saya adalaah basket

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Gangguan Self-esteem pada Remaja Usia 17-18 tahun

30 Juni 2024   18:25 Diperbarui: 30 Juni 2024   18:35 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Abstract

Penelitian memiliki untuk mengetahui tentang bagaimana memaknai self-esteem dalam kegiatan sehari-hari, memahami tentang faktor yang mempengaruhi tingkat self-esteem pada seorang remaja, memahami dampak self-esteem pada kesejahteraan mental dan emosional. Metode penelitian dalam penelitian ini berupa penelitian lapangan (field research) dengan metode deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang dimaksud untuk mendapatkan gambaran mengenai sebuah masalah. Serta metode pengumpulan data merupakan bagian yang sangat penting dari penelitian. Prosedur pengumpulan data yang digunakan berupa observasi dan wawancara.Dari hasil wawancara dan observasi dapat dikatakan remaja yang berusia 17-18 tahun ketika mereka merasa percaya diri mendapatkan respon yang berbeda tiap individunya. Mereka juga memiliki mempunyai pengalaman khusus yang mempengaruhi kepercayaan diri misalnya: merasa minder dengan pencapaian orang lain, mendapatkan perundungan/bullying dari teman, merasa kurang yakin. Adapun perilaku mereka saat kurang percaya diri yang dilakukan ialah berpikir positif, menjauh dari keramaian, mengalihkan pola pikir yang awalnya merasa takut menjadi tenang, dan mencoba bangkit lagi ketika merasa gagal. Dan saat mereka mengalami situasi  merasa gagal rata-rata dari mereka pasti akan selalu menyalahkan dirinya sendiri, mereka beranggapan jika mereka gagal pengaruh utamanya ialah diri mereka sendiri.Self-esteem ini juga dirasakan dalam keadaan mental mereka, jika dalam kondisi yang mengganggu self-esteemnya pasti dari mereka akan berubah kondisi dirinya seperti menimbulkan emosi negatif, menimbulkan perasaan putus asa, dan menyulitkan mempertahankan pandangan positif terhadap kehidupan.

Kata kunci: self-esteem, remaja 17-18 tahun.

Abstract: Research has to find out about how to interpret self-esteem in daily activities, understand the factors that influence the level of self-esteem in a teenager, understand the impact of self-esteem on mental and emotional well-being. The research method in this research is field research with a qualitative descriptive method, namely research intended to get an overview of a problem. And data collection methods are a very important part of research. The data collection procedures used were observation and interviews. From the results of interviews and observations it can be said that teenagers aged 17-18 years when they feel confident get different responses for each individual. They also have special experiences that affect their self-confidence, for example: feeling inferior about other people's achievements, experiencing bullying from friends, feeling less confident. The behavior they do when they lack self-confidence is to think positively, stay away from crowds, change their mindset from initially feeling afraid to being calm, and trying to get up again when they feel like they have failed. And when they experience a situation of feeling like they have failed, most of them will always blame themselves, they think that if they fail the main influence is themselves. This self-esteem is also felt in their mental state, if they are in a condition that disturbs their self-esteem. their condition will definitely change, such as giving rise to negative emotions, giving rise to feelings of hopelessness, and making it difficult to maintain a positive outlook on life.

Keywords: Kself-esteem, teenagers 17-18 years old.

PENDAHULUAN 

Self-esteem atau harga diri merupakan sebuah pikiran, perasaan dan pandangan sesorang terhadap dirinya sendiri. Kesehatan self-esteem ditentukan oleh sebeberapa bisa percaya diri, mencintai diri sendiri, mengapresiasi diri sendiri dan menghargai diri sendiri. Menurut  Dariuszky (2004) self-esteem adalah cara seorang merasakan dirinya, dimana seorang tersebut menilai dirinya hingga mempengaruhi perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang yang memiliki self-esteem yang tinggi akan lebih menghargai dirinya sendiri, serta dapat mengetahui dan memperbaiki kesalahan yang ada pada dirinya. Selain itu, (Mruk, 2006) mengatakan bahwa self-esteem yaitu sebagai suatu rangkaian sikap individu tentang apa yang dipikirkan mengenai dirinya berdasarkan persepsi perasaan, yaitu suatu perasaan tentang keberhargaan dan kepuasan dirinya. Self-esteem dapat mempengaruhi berbagai aspek dalam kehidupan seseorang. Memiliki self-esteem baik dapat membuat seseorang lebih mudah menghargai, memahami, serta mencintai dirinya. Dengan begitu, akan dapat mengenali kelebihan serta kelemahan pada diri sendiri.

Perkembangan self-esteem (baik itu global self-esteem maupun selective self-esteem) pada individu dimulai sejak masa kanak-kanak hingga dewasa, hanya saja di masa remajanya mengalami penurunan (Bos, Muris, Mulkens, & Schaalma, 2006). Penurunan global self-esteem yang drastis di masa remaja sangat berkaitan dengan fase strom dan stress selama masa remaja yang ditunjukkan dengan perubahan biologis, kognitif, sosial, psikologis, maupun akademis (Robins et al, dalam Bos, Muris, Mulkens, & Schaalma, 2006). Peningkatan kemampuan kognitif yang dialami remaja berkaitan juga dengan tugas perkembangan sosio-emosionalnya yang memasuki tahap identity vs confusion (Erikson, dalam Guindon, 2010). Tahapan ini, remaja berusaha menjawab pertanyaan mengenai "Siapa dirinya?" dan bagaimana menunjukkan diri sesuai dengan identitas dirinya. Dalam tahapan ini remaja merasa bahwa menampilkan citra diri (self-image) merupakan hal penting, misalnya dalam hal berpenampilan, kegiatan, atau melakukan perbandingan dengan orang dewasa yang dikagumi. Dengan adanya tugas perkembangan sosio-emosianl tersebut, remaja mulai memiliki kesadaran diri dan fokus terhadap dirinya sendiri (Marotz dan Allen, 2013). Harter (Guindon, 2010; Chung, Hutteman, Aken, & Denissen, 2017) mengemukakan bahwa adanya kesadaran diri dan peningkatan kapasitas untuk melakukan refleksi diri membuat remaja merasa adanya perbedaan antara actual-self dan ideal-self. Adanya diskrepansi anatara actual-self dan ideal-self membuat dampak penurunan self-esteem pada remaja.

Tingkat self-esteem seseorang dapat dilihat dari karakteristik yang ditunjukkan oleh seseorang itu sendiri. Rosenberg dan Owens (Guindon, 2010) mengungkapkan bahwa individu yang memiliki self-esteem tinggi menunjukan dirinya sebagai pribadi yang optimis, bangga dan puas akan dirinya sendiri, lebih sensitif terhadap tingkat kompetensi, mengabaikan umpan balik negatif dan mencari umpan balik mengenai kopetensi, menerima peristiwa negatif yang dialami dan berusaha memperbaiki diri, lebih sering mengalami emosi positif (senang, bahagia), fleksibel, berani dan mampu mengekspresikan diri saat berinteraksi dengan orang lain. Sedangkan, remaja dengan self-esteem rendah cenderung menunjukkan karakteristik pesimis, tidak puas dengan dirinya, berkeinginan untuk menjadi orang lain atau berada di posisi orang lain, lebih sensitif terhadap pengalaman yang merusak harga dirinya (terganggu dengan kritik orang lain dan lebih emosiaonal saat mengalami kegagalan), cenderung melihat peristiwa sebagai hal negatif (membesar-besarkan peristiwa negatif yang dialami), cenderung mengalami kecemasan sosial dan lebih sering mengalami emosi negatif. Tinggi rendahnya self-esteem remaja dipengaruhi oleh tiga komponen penting yang terlibat dalam proses evaluasi dirinya, yaitu umpan balik dari significant others, pengetahuan tentang siapa dirinya dan perasaan terhadap identitas dirinya, value yang dimiliki, keyakinan akan value pribadi, serta kesadaran akan tingkat kompetensi dan mengapresiasi pretasinya (Guindon, 2010; Harter, dalam Bosa, Muris, Mulkens, dan Schaalma, 2006). sejalan dengan komponen tersebut, Mruk (2006) juga berpendapat terhadap beberapa faktor eksternal yang dapat mempengaruhi self-esteem remaja, yakni faktor keluarga (baik itu dukungan dan keterlibatan orang tua, kehangatan orang tua, harapan dan konsistensi orang tua, pola asuh, dan modeling) gender, ras, etnis, status sosio-ekonomi, dan value sosial.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa self-esteem adalah sikap seorang individu dalam mengenali dirinya sendiri dari berbagai perspektif orang lain yang dapat memperngaruhi kehidupannya sehari-hari. Serta pengaruh penurunan self-estem terjadi akibat penurunan biologis, kognitif, sosial, psikologis serta akademis yang banyak terjadi pada usia remaja saat ini.

METODE (METHOD)

Metode penelitian dalam penelitian ini berupa penelitian lapangan (field research) dengan metode deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang dimaksud untuk mendapatkan gambaran mengenai sebuah masalah. Metode penelitian yang digunakan studi kasus untuk mengetahui gangguan self-esteem pada remaja usia 17-18 tahun di lingkungan pertemanan. Sumber data yang terkumpul yaitu berupa data primer. Dalam studi kasus ini yang merupakan data primer meliputi remaja yang mengalami gangguan self-esteem pada remaja usia 17-18 tahun di lingkungan pertemanan. Metode pengumpulan data merupakan bagian yang sangat penting dari penelitian. Prosedur pengumpulan data yang digunakan berupa observasi dan wawancara.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini membahas mengenai gangguan self-esteem pada remaja usia 17-18 tahun di lingkungan pertemanan penulis. Peneliti melakukan observasi dan wawancara terhadap 4 orang teman yang berusia 17-18 tahun, serta fokus utama dalam wawancara yaitu membahas mengenai gangguan self-esteem. Adapun hasil observasi serta wawancara sebagai berikut:

Hasil wawancara kepada teman penulis

Hasil wawancara yang diperoleh peneliti dari kelima pertanyaan yang diajukan saat proses wawancara berlangsung berupa.

Dari keempat teman peneliti mengungkapkan bahwa yang membuat mereka merasa percaya diri adalah ketika mereka mendapatkan dukungan, berada dilingkungan pertemanan yang positif, fisik yang menurut mereka menunjang kepercayaan diri sebagai contoh : tinggi badan, serta tidak menghiraukan perkataan orang lain yang membuat mereka kurang percaya diri

Mereka juga mempunyai pengalaman khusus yang mempengaruhi kepercayaan diri misalnya: merasa minder dengan pencapaian orang lain, mendapatkan perundungan/bullying dari teman, merasa kurang yakin.

Peneliti juga bertanya mengenai cara keempat teman mengendalikan diri ketika dalam keadaan kurang percaya diri. Hal yang mereka lakukan ialah berpikir positif, menjauh dari keramaian, mengalihkan pola pikir yang awalnya merasa takut menjadi tenang, dan mencoba bangkit lagi ketika merasa gagal.

Ketika mereka merasa gagal rata-rata dari mereka pasti akan selalu menyalahkan dirinya sendiri, mereka beranggapan jika mereka gagal pengaruh utamanya ialah diri mereka sendiri. 

Sedangkan, berdasarkan hasil observasi dampak yang ditimbulkan dari gangguan self-esteem terhadap kelima teman peneliti ketika dalam keadaan yang mengganggu selfl-esteem pasti dari mereka akan meberikan respon yang berbeda-beda tiap individu. Self-esteem ini juga dirasakan dalam keadaan mental mereka, jika dalam kondisi yang mengganggu self-esteemnya pasti dari mereka akan berubah kondisi dirinya seperti menimbulkan emosi negatif, menimbulkan perasaan putus asa, dan menyulitkan mempertahankan pandangan positif terhadap kehidupan.

Selain itu, faktor yang mempengaruhi self-esteem ini berasal dari faktor internal dan juga eksternal. Seperti contoh: orang tua, teman, pendidikan, diri sendiri, lingkungan dan pencapaian prestasi. Maka hal yang dapat dilakukan ketika merasa sedang tidak percaya diri adalah :

1)Mencari dukungan sosial, 2) kenali kekuatan dan bakat, 3) tetap aktif dan sehat, 4) tetapkan tujuan yang realistis, 5) pelajari keterampilan baru, 6) jaga diri dan penampilan, 7) hindari perbandingan yang tidak sehat, 8) cari bantuan profesional, 9) praktikkan self-care, dan 10) berbicara dengan diri sendiri secara baik.

SIMPULAN

Self-esteem yang tinggi sangatlah penting bagi setiap orang, mereka akan menjadi efektif dan produktif serta dapat melakukan hubungan dengan orang lain dengan menggunakan cara-cara yang sehat serta positif. Karena setiap orang perlu menyadari bahwa dirinya sebagai seseorang yang berharga, mampu menguasai tugas dan mampu menghadapi segala tantangan dalam kehidupannya.

Dari hasil wawancara dan observasi dapat dikatakan remaja yang berusia 17-18 tahun ketika mereka merasa percaya diri mendapatkan respon yang berbeda tiap individunya. Mereka juga memiliki pengalaman khusus yang mempengaruhi kepercayaan diri misalnya: merasa minder dengan pencapaian orang lain, mendapatkan perundungan/bullying dari teman, merasa kurang yakin. Adapun perilaku mereka saat kurang percaya diri yang dilakukan ialah berpikir positif, menjauh dari keramaian, mengalihkan pola pikir yang awalnya merasa takut menjadi tenang, dan mencoba bangkit lagi ketika merasa gagal. Dan saat mereka mengalami situasi  merasa gagal rata-rata dari mereka pasti akan selalu menyalahkan dirinya sendiri, mereka beranggapan jika mereka gagal pengaruh utamanya ialah diri mereka sendiri.Self-esteem ini juga dirasakan dalam keadaan mental mereka, jika dalam kondisi yang mengganggu self-esteemnya pasti dari mereka akan berubah kondisi dirinya seperti menimbulkan emosi negatif, menimbulkan perasaan putus asa, dan menyulitkan mempertahankan pandangan positif terhadap kehidupan.

Ternyata faktor penyebab gangguan self-esteem berasal dari faktor internal dan dari faktor eksternal ,contohnya : orang tua, teman, pencapaian prestasi, diri sendiri, lingkungan dan pendidikan. Oleh sebab itu, seseorang memiliki kepribadian yang berbeda-beda sesuai dengan proses perkembangannya.  Dampak yang ditimbulkan akibat gangguan self-esteem ini berupa gangguan mood seperti kecemasan dan depresi.

DAFTAR PUSTAKA

Bos, AER, Muris, P., Mulkens, S., & Schaalma, HP. (2006). Changing self-esteem in       Children ad adolescents: A Roadmap for future Interventuons. Netherlands        Journal of Psychology 62, 26-33.

Dariuszky, G. (2004). Membangun Harga Diri. Bandung: Pionir Jaya. 

Ghufron, M. Nur dan Risnawita S, Rini. 2010. Teori- Teori Psikologi. Yogyakarta: Ar- Ruzz Media.

Ghufron, & Risnawati. (2016). Teori-teori Psikologi. Yogyakarta: Ar-Ruzz.

Guindon, M.H. (2010). Self Esteem Across The Lifespan. New York: Routledge Taylor & Francis Group.

Hernawati, Vonny. 2005. Perbedaan Self esteem Antara Siswa Jurusan IPA dan IPS SMA Negeri Se-Kecamatan Kota Di Kabupaten Sumenep. Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang.

Lutan, Rusli. (2003). Self Esteem: Landasan Kepribadian. Jakarta: Bagian Proyek Peningkatan Mutu Organisasi dan Tenaga Keolahragaan Dirjen Olahraga Depdiknas.

Murk, Christopher J. (2006).Penelitian, Teori, dan Praktik Harga Diri: Menuju Positif Psikologi Harga Diri. 3rd Ed. New York: Perusahaan Penerbitan Springer, Inc.

Surbakti, H. (2015). Hubungan antara Harga Diri dengan Social Loafing pada Tugas Kelompok yang Dilakukan Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Medan Area Angkatan 2015. Skripsi, tidak dipublikasikan. Universitas Medan Area.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun