Mohon tunggu...
Novi Rosimiyanti
Novi Rosimiyanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Jalani Nikmati Syukuri

Novi Rosimiyanti_Mahasiswa Prodi Kesmas Unikal_Pembimbing Nur Lu'lu Fitriyani,M.Si dan Jaya Maulana, S.KM.,M.Kes

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Faktor Risiko Stunting Pada Anak Sekolah Dasar

26 Desember 2021   08:52 Diperbarui: 26 Desember 2021   16:34 1601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Malnutrisi merupakan salah satu masalah global yang paling menantang dan kompleks yang mempengaruhi pembangunan, terutama yang terjadi pada masyarakat miskin. Anak sekolah rentan terhadap gizi buruk karena status sosial yang rendah, pola makan yang buruk, kesehatan yang buruk, dan perawatan yang tidak tepat. Hampir 690 juta orang kekurangan gizi secara global pada tahun 2019, dengan 144 juta anak terhambat dan 47 juta kurus. Pada tahun 2018, 5,3 juta anak meninggal sebelum mencapai usia lima tahun, banyak di antaranya karena kekurangan gizi. Stunting adalah salah satu kondisi kegagalan mencapai perkembangan fisik yang diukur berdasarkan tinggi badan menurut umur. Batasan stunting menurut WHO yaitu tinggi badan menurut umur berdasarkan Z-score sama dengan atau < 2 SD dibawah rata-rata standart.
Stunting terjadi akibat kegagalan pada saat proses tumbuh kembang seorang anak karena faktor pola asuh, dan asupan gizi yang tidak optimal. Stunting juga sering berkaitan erat dengan kondisi sosial ekonomi, riwayat suatu penyakit, dan asupan gizi yang kurang secara kuantitas dan kualitas (WHO, 2014). Indonesia memiliki prevalensi cukup tinggi yaitu pada tahun 2018 sekitar 30,8%, dengan rincian didapatkan balita pendek yaitu 19,3% dan balita sangat pendek 11,5% (Kemenkes RI, 2018).
Diantara faktor yang mempengaruhi kejadian stunting, pola asuh memegang peranan penting terhadap terjadinya gangguan pertumbuhan pada anak. Pola asuh yang buruk dapat menyebabkan masalah gizi di masyarakat. Peranan orang tua terutama ibu sangat penting dalam pemenuhan gizi anak karena anak membutuhkan perhatian dan dukungan orang tua dalam menghadapi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Untuk mendapatkan gizi yang baik diperlukan pengetahuan gizi yang baik dari orang tua agar dapat menyediakan menu pilihan yang seimbang. Tingkat pengetahuan gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan.
Pada penelitian (Evy Noorhasanah, 2021) menyatakan bahwa ibu yang memiliki pola asuh yang baik pastinya akan selalu memperhatikan kondisi anaknya, sehingga ibu dapat melakukan pencegahan lebih dini terhadap masalah stunting. Begitu pula sebaliknya, dengan pola asuh ibu yang buruk akan memberikan dampak yang buruk juga pada pertumbuhan dan perkembangan anak terutama status nutrisi anak. Kebanyakan anak yang stunting memiliki pola asuh ibu yang buruk atau kurang baik sehingga ibu berpotensi akan mengabaikan hal-hal penting yang berkaitan dengan penyebab masalah gizi.
Kekurangan gizi anak sekolah dapat membatasi perkembangan penuh potensi fisik dan kognitif, mengakibatkan penurunan berat badan, pendaftaran sekolah rendah, penyakit berulang, absensi tinggi, putus sekolah dini, dan prestasi akademik yang tidak memuaskan. Pertumbuhan anak pendek (stunting) yang tinggi dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya kurangnya asupan zat gizi. Kejadian stunting pada anak usia sekolah dasar merupakan manifestasi dari stunting pada waktu balita, karena tidak ada perbaikan pada masa tumbuh kejar (catch up growth) disebabkan karena asupan zat gizi makro dan mikro yang tidak sesuai kebutuhan dalam jangka lama, disertai riwayat penyakit infeksi.
Disamping itu status ekonomi yang rendah juga berpengaruh terhadap kejadian stunting, seperti stunting lebih banyak terjadi pada anak dari ibu yang berpendidikan dasar dan keluarga dengan pendapatan rendah yang berdampak pada ketidakmampuan keluarga untuk menyediakan makanan yang bergizi untuk anak.
Banyak penelitian yang mengemukakan bahwa anak stunting mengkonsumsi makanan dibawah rekomendasi nutrisi. Kondisi ini terjadi karena kemiskinan, banyaknya anggota keluarga dalam satu rumah, atau pendapatan keluarga. Kondisi ini membuat gagal tumbuh sulit untuk ditangani, dan berujung ke stunting. Hal ini sesuai dengan pendapat Sulistyoningsih bahwa meningkatnya pendapatan akan meningkatkan peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik, sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan menurunnya daya beli pangan yang baik secara kualitas maupun kuantitas.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan Neni (2016), dikatakan bahwa malnutrisi juga berkaitan erat dengan penyakit infeksi. Infeksi penyakit akan mempengaruhi status gizi sehingga dapat mempercepat terjadinya malnutrisi. Penyakit infeksi merupakan salah satu  faktor penyebab langsung terjadinya stunting. Kaitan antara penyakit infeksi dengan pemenuhan asupan gizi tidak dapat dipisahkan. Adanya penyakit infeksi akan memperburuk keadaan bila terjadi kekurangan asupan gizi.
Tingginya kasus stunting pada anak sekolah merupakan salah satu indikator kesehatan masyarakat yang perlu menjadi perhatian. Penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan layanan kesehatan saja. Timbulnya masalah adalah multifaktor yang saling terkait dan secara tidak langsung dipengaruhi kualitas dan jangkauan pelayanan kesehatan, pola asuh yang tidak memadai serta ketahanan pangan rumah tangga. Oleh karena ini pendekatan penanggulangannya harus melibatkan berbagai sektor yang terkait. Untuk meningkatkan dan mempertahankan kondisi yang baik untuk pertumbuhan anak adalah penting untuk memperkuat pendidikan ibu. Peningkatan status sosial ekonomi dan program pendidikan kesehatan harus dimasukkan dalam strategi kontrol dan pencegahan kesehatan masyarakat. Selain itu, perlu diberikan asupan gizi yang adekuat pada balita stunting agar dapat mengejar (catch up) pola pertumbuhan normal pada periode umur berikutnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun