Saban hari semenjak uni (kakak perempua) ku melahirkan, aku agak sedikit sibuk, membantu uni menyelesaikan pekerjaan rumah, apa lagi sekarang asisten rumah tangga  sudah pada cerdik, tau majikan mau melahirkan dan bakal banyak pekerjaan yang numpuk, blum lagi nyuci kain babynya,, mandiin, masak, nyetrika pakaian, munkin dengan gaji yang tak jau berbeda, maka mbak cabut duluan. Ya,,, tinggalah aku. aku yang secara otomatis tampa dilantik dan serah jabatan, lansung menduduki posisi berbahaya itu, kalau ku bisa ungkapan itu posisi ajaib, keramat, atau apalah namanya, yang jelas akulah yang mengambil alih semua kerjaan rumah yang biasa dilakukan oleh mbak tercinta kami.  Sayang, mbak telah meninggalkan kami untuk beralih ke rumah lain.
Batinku mulai bicara sendiri,,tentang beban yang cukup berat dan very very merepotkan itu, mau ngeluh sama siapa? Mau brontak sama siapa? Toh itu kakak ku sendiri, cucian, juga bajuku dan baju semua anggota keluarga kakak ku, ya,, memang sangat pantaslah aku melakukannya, meskipun harus meringis setiap malam karena pingang dan seluruh tulang terasa mau copot. maunya ku bilang,, "WAUUUW" saat berhadapan dengan tumpukan cucian,,  abis  ntu masak, ngepel, mandiin ponakan ku yang baru 1,5 tahun, suapin maknya yang lagi sakit paska melahirkan, cuci piring,, ngerapiin rumah "n then" nyetrika. Setelah semua pekerjaan itu selesaiku sikat. Aku terkapar bak pohon tumbang menjatuhkan badan di tempat tidur, addeehhh,,  capeknya minta ampuun.
Dalam bathin, aku berbisik lirih,,, Sungguh kepergian mbak sangat berat bagiku,,, aku gk habis pikir, kok si mbak tega ya,, memperlakukan ku bagini,, aku salah apa mbak,,? susah sekali mencari penggantimu,, sudah kucoba untuk membuka hati (baca: lowongan) dengan gaji yang menarik tapi aku masih belum bisa,, andai kau tau mbak,,
Munkin ini adalah cara tuhan untuk mengajariku untuk tidak mengecilkan sebuah profesi, karena sekecil apapun dan seremeh apapun suatu pekerjaan dimata kita maupun di mata kebanyakan orang tapi sesungguhnya ia memiliki peranan sangat penting. saat itu lah aku sangat respect salut dan kagum  terhadap mbak.. mbak yang begitu sabar,, tahan omelan, dan bekerja keras siang dan malam.  Kejadian ini juga membuat ku menghargai semua orang tampa melihat siapa dia, apakah mereka tukang sampah, tukang sayur, sama tukang parkir dan lain sebagainya.
Trimakasih mbak,, atas baktinya selama ini, dan trimakasih juga telah mengajariku nilai menghargai apapun yang ada di sekitarku. Setelah aku mencoba betapa letihnya menjadi sepertimu.
Tulisan ini aku dedikasikan buat mbak ku,, yang kini telah tiada (di rumahku,,) semoga mbak sehat selalu dan banyak rezeki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H