Mohon tunggu...
Novira Kharamyna
Novira Kharamyna Mohon Tunggu... Wiraswasta - Ibupreuneur yang gemar menulis

Tertarik dengan: Sejarah, Politik, Sastra, Budaya, Sosial dan Indonesia. Menulis = Jendela Pola Pikir

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Legalisasi Pernikahan Sejenis

17 Juli 2016   23:07 Diperbarui: 18 Juli 2016   06:49 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika saya membaca berita mengenai negara yang telah mengesahkan pernikahan sejenis, saya penasaran sudah berapa negarakah yang setuju untuk melegalisasi jenis pernikahan tersebut. Negara adidaya Amerika Serikat adalah negara ke- 23 (terbaru) yang menyetujui pernikahan sejenis ini yang setelah sekian waktu berdebat di persidangan dan akhirnya menyerah untuk mengiyakan tuntutan tersebut.

Amerika Serikat melegalkan pernikahan sesama jenis ini di 50 negara bagian melalui Hakim Anthony Kennedy. Hakim Kennedy mematahkan argumen bahwa pernikahan sejenis akan menghancurkan kesakralan pernikahan tradisional dan berkata bahwa pernikahan merupakan hak konstitusional bagi pasangan sejenis.

Sementara itu hakim lainnnya menilai bahwa hal ini adalah kudeta yudisial dan ancaman bagi demokrasi Amerika, yang menarik lagi adalah kicauan Presiden Amerika di twiiter, Obama menyebutkan: “Hari ini kita mengambil langkah besar di dalam perjuangan mencapai kesetaraan. Pasangan gay dan lesbian sekarang memiliki hak untuk menikah seperti siapapun”, tegasnya. 

Jumlah seluruh negara yang telah mengesahkan pernikahan sejenis ini adalah 23 negara, dengan Belanda sebagai urutan nomor satu dan paling dulu melegalkan pernikahan sejenis ini di tahun 2000, namun benar-benar dilegalkan di tahun 2001 karena memang sangat kontroversial. Mari kita ulas alasan pernikahan sejenis ini dilegalkan, selain hak dari kaum LGBT

1. Populasi: populasi yang bertambah membuat para stakeholder berpikir bahwa jika natalitas semakin tinggi dan kondisi ekonomi semakin turun maka tidak akan sejahteranya suatu negara. 

2. Genetika: kaum LGBT berdalih bahwa apa yang mereka alami ini merupakan unsur hormon atau genetika, padahal psikiater  Dr. dr. Fidiansyah, SP.KJ.MPH mengatakan bahwa ini adalah jelas gangguan jiwa dan menyebutkan bahwa teori tersebut telah dihapus dan berlaku internasional.

Dok: segiempat.com
Dok: segiempat.com
Miris memang, ketika pemerintah Singapura telah mengumumkan undang-undang anti-gay (ilegal) di negaranya pada tahun 2014 ini dengan salah satu alasannya adalah tidak akan adanya generasi penerus, sementara Indonesia masih abu-abu atau bias, melegalkan tidak membuatnya ilegal juga tidak.

Mereka seharusnya berpikir betapa pentingnya generasi penerus, tapi kita lihat anak zaman sekarang ini, atas nama kekinian mereka mengenyampingkan moralitas dan pride mereka sendiri termasuk menjadi pelaku gay di masa muda, lalu pertanyaannya adalah ini salah siapa? Ketika seorang anak telah menjadi gay dan mengajak anak lain yang lebih muda darinya untuk melakukan hal yang pernah pelaku gay sekaligus pedofil lakukan padanya. Mau jadi apa generasi yang sekarang ini?

dr. Fidiansyah (Psikiater) menjelaskan bahwa penyakit kejiwaan ini bisa disembuhkan dengan pendekatan 4 aspek yaitu biologi, psikologi, kognitif, dan modifikasi perilaku sosial lingkungan. LGBT ini penyakit kejiwaan yang dapat sembuh jika konsultasi pada pakarnya atau ahlinya, bukan konsultasi dengan sesama LGBT, bagaimana jalan keluarnya bisa didapat. Beliau pun mengatakan  bahwa: ”Konsultasi itu harus dengan orang yang tepat, kalau konsultasi dengan maling ya jadi maling.” tegasnya.

Semoga pemerintah cepat tanggap dalam hal ini dan segera melakukan tindakan yang tepat, tegas serta komprehensif sebagai penentu arah suatu generasi.  

Sumber: Liputan Indonesia Lawyers Club dan bantuan artikel ilmiah 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun