Setelah dalam perjalanan sejarah bank-bank yang telah ada (bank konvensional) yang telah mengalami kegagalannya, seperti menjalankan fungsi untuk menjembatani antara pemilik modal dengan yang membutuhkan dana, memunculkan suatu model alternatif "Perbankan Bebas Bunga" dengan berbagai metode yang menggunakan sistem "bagi hasil".
Pemerintah dan Bank Indonesia sebagai bank sentral, telah memberikan dukungan mengenai Peraturan Sistem Perbankan di Indonesia yang telah diatur dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 (kemudian diubah menjadi Undang-Undang No. 10 Tahun 1998), serta diperbarui kembali menjadi Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Perbankan.Â
Perubahan undang-undang tersebut memberikan dampak positif bagi dunia perbankan syariah, karena keberadaan perbankan syariah semakin diakui oleh pemerintah, Bank Indonesia serta masyarakat luas.
Beberapa bank Islam yang bermunculan saat itu, salah satunya adalah Bank Syariah Mandiri (BSM). Berdirinya Bank Syariah Mandiri tidak serta merta bank tersebut langsung terwujud. Banyak proses yang harus dijalaninya, mulai dari awal pembentukan nama, yaitu PT. Bank Industri Nasional, hingga mengalami beberapa perubahan nama lain.
PT. Bank Industri Nasional atau disebut juga dengan PT. National Industrial Banking Corporation Ltd., pada saat itu memiliki kantor pusat di Jakarta. Peresmian kantor tersebut juga berdasarkan akta pengesahan pada 16 Juli 1955, melalui Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, atau saat ini disebut dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Seiring berjalannya waktu, pada 4 Oktober 1967, terjadi perubahan nama perusahaan menjadi PT. Bank Maritim Indonesia. Lagi-lagi telah terjadi perubahan pada nama perusahaan perbankan tersebut, dari PT. Bank Maritim Indonesia, menjadi PT. Bank Susila Bakti. Perubahan ini berdasarkan Akta Berita Acara Rapat pada 10 Agustus 1973 di hadapan notaris yang bernama Raden Soeratman, S.H. di Jakarta.
Krisis ekonomi dan moneter yang melanda negara Indonesia pada tahun 1997, yang disusul dengan krisis multi-dimensi termasuk adanya kisruh di dunia politik nasional, telah menimbulkan beragam dampak negatif yang hebat terhadap seluruh sendi kehidupan masyarakat, tanpa terkecuali untuk dunia usaha.Â
Dalam kondisi itu, industri perbankan nasional yang didominasi oleh bank-bank konvensional mengalami krisis luar biasa. Saat itu pula, pemerintah akhirnya mengambil tindakan dengan merestrukturisasi dan merekapitalisasi sebagian bank-bank di Indonesia.
Dalam tindakan dan keadaan tersebut, PT. Bank Susila Bakti (BSB) menemukan momentum yang bagus untuk terhindar dari masa krisis moneter. BSB yang dimilki oleh Yayasan Kesejahteraan Pegawai (YKP) PT. Bank Dagang Negara dan PT. Mahkota Prestasi ini, berupaya keluar dari krisis dengan berbagai cara, antara lain mencoba langkah-langkah merger dengan bank lain, sampai akhirnya memilih untuk mengkonversi menjadi bank syariah dengan suntikan modal dari pemilik.
Ketika tengah berproses menjadi bank syariah, pada 31 Juli 1999, terjadilah merger dengan empat bank diantaranya; Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Exim dan Bapindo ke dalam PT. Bank Mandiri (Persero). Karena induknya merger ke dalam bank tersebut, rencana untuk perubahan BSB menjadi bank Syariah, telah diambil alih oleh pemilik baru.Â