SistemJaminan Sosial Nasional (SJSN) sebagai Pasal 28-H dan Pasal 34 UUD 1945 adalah Program Negara untuk memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosialbagi seluruh rakyat Indonesia. Danamanat Pasal 5 ayat (1) UU SJSN dibentuk badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS) untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besarnya kepentingan peserta. Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan salah satu dari lima program SJSN, di mana program JKN adalah suatu program pemerintah/rakyat dengan tujuan memberikan kapasitas jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi setiap rakyat Indonesia agar penduduk Indonesia dapat hidup sehat, produktif, sejahtera.
Program JKN kini sudah 10 bulan berjalan, dari pemerintahan SBY hingga kini berlanjut ke pemerintahan Jokowi, tentunya sudah banyak masukan dan kritik membangun yang disampaikan oleh masyarakat untuk perbaikan ke depan. Kaitan dengan keberhasilan pelaksanaan program JKN adalah kesiapan dari sisi tenaga atau sumber daya manusia dalam memberikan pelayanan untuk masyarakat, baik langsung maupun tidak langsung.
Sumber daya manusia (SDM) yang dibutuhkan adalah yang sesuai dengan kompetensi masing-masing. Lantas apakah SDM yang ada saat ini sudah cukup dari segi kualitas maupun kuantitas? Sebenarnya apa tujuan akhir dari penyediaan SDM yang berkualitas ini? Tentunya adalah kepuasan pelanggan. Siapa pelanggan yang dimaksud? Jawabannya adalah seluruh rakyat Indonesia.
Pada pelanggan jaminan kesehatan, tolok ukur kepuasan adalah kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan oleh penyelenggara jaminan kesehatan. Kualitas pelayanan itu meliputi kepastian prosedur, waktu dan pembiayaan yang transparansi serta akuntabel.
Dalam memberikan pelayanan ada 5 (lima) dimensi yang dapat mempengaruhi kualitas pelayanan,antara lain adalah keandalan (realibility), jaminan (assurance), terukur (tangible), perhatian (empathy), dan tanggap (responsiveness). Kesemua dimensi ini tak lepas dari tujuan untuk bisa memberikan pelayanan prima ke masyarakat.
Untuk dapat memberikan pelayanan prima, kita harus kenali pelanggan kita, apa harapan/kebutuhannya dan bagaimana mereka ingin diperlakukan serta memegang prinsip pelayanan prima yaitu lebih baik, lebih cepat, lebih baru dan lebih sederhana. Selain itu dalam memberikan pelayanan maka kita harus “melayani dengan hati”.
Saat ini pada kenyataannya tidak semua tenaga khususnya pemberi pelayanan sudah melaksanakan seperti apa yang diharapkan, “melayani dengan hati”. Akibatnya masih banyak pelanggan dari BPJS kesehatan yang merasa “kurang puas”, terlebih masyarakat harus antri lama untuk bisa dilayani dan di beberapa tempat petugas juga kurang ramah serta terkesan berbelit-belit. Ini menjadi PR besar untuk BPJS dan provider-providernya agar bisa memberikan kepuasan pelayanan kesehatan kepada pelanggannya yaitu seluruh rakyat Indonesia.
Untuk bisa memberikan pelayanan yang prima bukan hanya kualitas SDM yang dituntut tapi juga kuantitasnya. Apakah selama ini sudah cukup tenaga yang memberikan pelayanan kepada masyarakat? Ataukah petugas juga sebenarnya “kewalahan” karena begitu tingginya “load” pekerjaan dalam melayani pelanggannya? Kita tidak bisa begitu saja menyalahkan petugas yang ada, tapi kita juga harus obyektif dalam melihat kenyataan bahwa mungkin saja bukan petugasnya yang tidak ingin memberikan pelayanan yang terbaik tapi karena ada keterbatasan tenaga sehingga mereka merasa kewalahan.
Hal ini harus disikapi dengan bijak, harus ada orang yang bisa menilai dengan baik apakah sudah cukup tenaga kesehatan kita tersebar merata untuk melayani seluruh rakyat Indonesia yang membutuhkan? Jika belum, maka saatnya mulai berbenah diri ke depan, terlebih sebentar lagi kita akan memasuki era AFTA yang tentunya sudah banyak negara tetangga yang melirik Indonesia dan ingin ikut serta “berkontribusi” dalam pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Siapkah kita bersaing?
Penyiapan SDM yang cukup bukan hanya tanggung jawab kementrian kesehatan tapi juga institusi lain yang terkait seperti kementrian pendidikan, khususnya pendidikan tinggi, agar dapat mencetak sebanyak-banyaknya tenaga kesehatan yang berkualitas dan siap pakai sehingga tak kalah jika harus bersaing dengan tenaga dari luar negeri. Dengan banyaknya tenaga kesehatan yang berkualitas bukan hanya bisa memenuhi kebutuhan SDM di dalam negeri tapi juga mengurangi pengangguran akibat dari tingginya angka lulusan sekolah namun tidak siap pakai. Ini memang jadi pekerjaan besar yang melibatkan banyak stakeholder, bukan hanya kementrian kesehatan yang nantinya akan memakai tenaga ini, dan bukan juga hanya tanggung jawab kementrian pendidikan yang bertugas mencetak manusia-manusia berkualitas, tapi juga tanggung jawab dari seluruh bangsa dan rakyat Indonesia.
Memang keberhasilan program JKN tidak melulu hanya bergantung atau dipengaruhi oleh SDM tapi juga banyak faktor lain yang mempengaruhi keberhasilannya, tapi paling tidak SDM ini memberikan kontribusi yang cukup besar dalam memberikan kepuasan pelayanan kepada pelanggan besar BPJS yaitu seluruh rakyat Indonesia.
Ada baiknya mulai sekarang setiap lini dan setiap sektor yang terkait dengan keberhasilan program JKN ini sudah mulai membenahi diri, apa-apa yang sudah baik harus dapat dipertahankan dan diteruskan serta apa-apa yang masih kurang harus lebih disempurnakan agar pelayanan prima yang diharapkan bisa diberikan untuk negeri tercinta ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H