"Bu, kapan sih Corona itu pergi?"
"Sampai kapan harus di belajar di rumah terus?"
"Kapan bisa diperbolehkan berangkat lagi ke sekolah?"
Kira-kira begitulah pertanyaan yang saya terima. Dan pertanyaan itu saya kira sudah menjadi pertanyaan yang umum. Tetapi sering kali membuat hati saya tersentuh. Betapa rindunya mereka para siswa untuk dapat kembali bersekolah seperti biasa sebelum pandemi Covid-19 merajalela.
Dan pernyataan orangtua mengalir begitu deras bagaikan air hujan yang turun dari langit ketika saya bertanya, "Mama, apa yang menjadi kesulitan saat mendampingi putranya belajar di rumah?"
Dari berbagai pernyataan yang disampaikan orangtua siswa, saya bisa menarik simpulan bahwa orangtua sudah mulai kelelahan bahkan kewalahan ketika mendampingi siswa belajar di rumah. Apalagi ketika kedua orangtua itu harus pula bekerja di luar rumah.
Orangtua merasa memiliki kemampuan terbatas dalam hal materi pembelajaran ketika putranya bertanya hal yang tidak mengerti.Â
Alih-alih memberi penjelasan yang memuaskan bagi putranya malah emosi terlebih dahulu kadang-kadang muncul juga. Meskipun dari pihak sekolah tidak terlalu membebani siswa dengan berbagai kriteria-kriteria ketuntasan. Hal yang lebih diutamakan adalah perilaku-perilaku keseharian siswa dalam penguatan pendidikan karakter ketika belajar dari rumah.
Orangtua mengatakan bahwa selama mendampingi putranya selama hampir sembilan bulan belajar total di rumah tidak memiliki cara yang tepat dalam mentransfer ilmu, tidak memiliki ilmu yang cukup tentang keguruannya. Tidak memiliki kesabaran yang cukup tinggi saat menghadapi putranya ketika menghadapi kesulitan belajar.
Orangtua tidak bisa terus-terusan memainkan peran sebagai guru di rumah. Orangtua merindukan mengantarkan putranya untuk menimba ilmu di sekolah beserta para gurunya. Itu lebih menentramkan dan menenangkan. Semoga segera terwujud.
Setidaknya itulah perbincangan yang berhasil saya rangkum saat berkunjung untuk memantau kegiatan belajar ke rumah salah satu siswa.