Sudah hampir delapan bulan berjalan, tepatnya semenjak pertengahan bulan Maret lalu sekolah tak lagi diramaikan oleh suara anak-anak, geliat aktivitas mereka di lingkungan sekolah terhenti hingga tulisan ini tertuangkan. Suasana sekolah sepi tanpa nyanyian mereka wajah-wajah lugu, paras-paras manis dan tatap-tatap polos yang haus akan ilmu, setia pada setiap titah guru yang tak lelah mendermakan kasih dan sayangnya untuk para siswa tercinta. Pandemi covid-19 telah membelenggu rindu antara siswa dan guru di sekolah.
Namun, tulisan saya kali ini tidaklah akan memaparkan bagaimana sepinya sekolah tanpa siswa tetapi akan mengurai rindu akan kehadiran para siswa dengan cara menata wajah sekolah agar tetap terlihat indah  Dengan harapan energi kerinduan kepada mereka akan tersalurkan akan hal-hal baik di sekolah.
Menata wajah sekolah dengan budaya someah adalah  salah satu bagian dari cara saya mengurai rindu kepada para siswa. Bagaimanakah upaya itu saya lakukan dalam menata wajah sekolah? Mengapa harus dengan budaya someah?
Salah satunya adalah dengan cara menata wajah sekolah. Wajah sekolah tak henti dipoles agar senantiasa terlihat fresh, segar, rindang, hijau dan indah dengan tujuan dapat menciptakan sekolah yang sehat, nyaman, dan ngangenin. Khususnya bagi seluruh warga sekolah dan umumnya bagi lingkungan di sekitar sekolah.
Dengan demikian keterbatasan lahan sekolah bukanlah sebuah kendala yang menyurutkan langkah saya untuk terus berbenah menata wajah sekolah. Lalu bagaimana dengan pembiayaan? Karena hal krusial ini yang selalu menjadi pertanyaan bahkan keluhan dari beberapa rekan sejawat saya yang kesulitan saat ingin menata sekolah.
Begitupun yang sudah saya coba melakukannya. Ketika sekolah merencanakan program Kalijaga Hiber (HIjau dan BERsih) saya tidak melulu mengandalkan dana bantuan operasional yang tentunya sangat terbatas karena pos-pos anggaran belanja yang cukup banyak tetapi menggunakan strategi lain untuk mewujudkannya yaitu dengan menggandeng komite sekolah, menjemput CSR (Corporate Social Responsibility) Â dengan DUDI (Dunia Usaha dan Dunia Industri), Inilah tuntutan seorang manajer sekolah dalam bidang enterprener.
Dalam mewujudkan berbagai program di sekolah, salah satunya Kalijaga Hiber, saya menggunakan strategi budaya somah. Apakah itu somah?