Aroma laut sangat kental menyeruak menusuk ke dalam penciuman saya ketika kaki melangkah memasuki lokasi TBA (Taman Bacaan Anak). Aroma ini kini mulai terbiasa dengan penciuman saya sehingga rasa ini pun saya nikmati.Â
Berbeda tatkala pertama kali saya datang ke lokasi TBA ini yang persis bersebelahan dengan TPI (Tempat Pelelangan Ikan). Saya selalu repot mencari selembar tissue dalam tas untuk menutup hidung saya agar bisa mengurangi bau amis ikan laut yang sangat menyengat.
Kedua bola mata saya dimanjakan dengan pemandangan nuansa alami pesisir dengan puluhan bahkan ratusan perahu nelayan. Perahu-perahu kayu itu berderet tak beraturan dengan assesoris yang sangat ramai di setiap sudutnya. Setelah saya amati setiap perahu, ternyata pasti ada bendera merah putih terpasang.Â
Hal ini menunjukkan kecintaan dari para pemilik dan penumpang perahu akan kecintaannya pada negeri ini. Salah satu karakter yang sudah melekat pada jiwa mereka yang harus terus ditanamkan pada putra putri mereka khususnya dan anak negeri Indonesia pada umumnya.
Hari Sabtu ini merupakan kali ketiga kegiatan akhir pekan TBA yang difasiltasi oleh PT. Cirebon Electric Power
 dan dikelola oleh Komunitas Literasi Gelemaca dibantu para relawan yang bertugas harian secara bergantian. Para relawan berjumlah sepuluh orang yang berasal dari tiga desa di daerah sekitar pesisir yaitu Bandengan, Citemu dan Waruduwur.Â
Nama-nama desa yang unik menjadi familiar dengan keseharian saya. Alhamdulillah, semakin menambah wawasan bagi saya tentang daerah bahari yang ada di daerah Cirebon Timur. Dari para relawan, saya banyak belajar tentang banyak hal.Â
Mereka yang mengawal dan membimbing anak-anak usia sekolah di TBA setelah jam belajar berakhir. Luar biasa kiprah mereka dalam ikut mencerdaskan anak bangsa.
Paparan saya kali ini, tidak akan bercerita banyak tentang bagaimana euforia anak-anak pesisir dengan adanya TBA ini. Bukan berarti tidak mencuri perhatian saya, tetapi sudah kerap kali saya ceritakan melalui pena. Ada hal yang lebih mencuri perhatian saya dan harus menuliskannya. Apakah itu? Penasaran yah? Hehe... Baiklah akan saya paparkan.
Ketika suatu program dilaksanakan maka secara tidak langsung akan membuka peluang-peluang kebaikan yang datang di sekitarnya. Begitupun dengan dibangunnya TBA ini. Salah satu peluang yang datang menyertai adalah adanya kendaraan pengangkut anak-anak dari daerah seberang TBA, tepatnya Desa Waruduwur.Â
Kendaraan ini mereka sebut dengan nama "Odong-odong", begitu kata sopir sekaligus pemilik kendaraan ini yang selalu setia mengantar dan menjemput anak-anak pengunjung TBA dari rumah hingga kembali lagi ke rumah, tentunya dengan seizin dan sepengetahuan orangtuanya masing-masing. Sopir setia itu bernama Pak Rasim, berusia 44 tahun.
Keberadaan odong-odong ini tak bisa dilepaskan dari kegiatan TBA ini. Sang sopir bukan hanya sekedar sopir, tetapi merangkap fotografer, guide, dan pengawal anak-anak dari Desa Waruduwur. Jarak dari Desa tersebut ke pusat TBA lebih dari 3 kilometer. Lokasi berada di seberang jalan utama pantura.Â
Lihat Humaniora Selengkapnya