Mohon tunggu...
Novilia Hidayanti
Novilia Hidayanti Mohon Tunggu... Freelancer - A learner.

All the blood, sweat, and tears will be worth it.

Selanjutnya

Tutup

Money

Kasus Kebocoran Data Facebook Menurut Etika Bisnis

1 Juli 2018   17:58 Diperbarui: 1 Juli 2018   18:10 3017
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Facebook merupakan sebuah layanan jejaring sosial berkantor pusat di Menlo Park, California, Amerika Serikat yang diluncurkan pada bulan Februari 2004. Pengguna harus mendaftar sebelum dapat menggunakan situs ini. Setelah itu, pengguna dapat membuat profil pribadi, menambahkan pengguna lain sebagai teman dan bertukar pesan. Facebook sebagai salah satu media sosial terlaris yang memiliki miliaran pengguna ini menjadi sarana untuk mempererat hubungan pertemanan dan kekerabatan.

Namun, nasib malang harus dialami oleh pihak Facebook sejak terungkapnya kasus kebocoran data pengguna Facebook pada Maret 2018 ini. Kasus ini bermula ketika munculnya whistleblower yang mengungkapkan perusahaan tersebut menyalahgunakan 87 juta data pengguna Facebook.

Dilansir dari bangwin.net, Christopher Wylie, ex karyawan perusahaan analitik, Cambridge Analytica membeberkan apa yang sebenarnya yang terjadi melalui tayangan sebuah video pengakuan tentang pelanggaran privacy dengan menyedot data profil jutaan pengguna sebuah jejaring sosial terbesar di dunia yang dilakukan oleh perusahaan tempatnya bekerja yang bernama Cambridge Analytica

 Akibat pembeberan ini, Cambridge Analytica mendapat kecaman keras atas cara mereka dalam mengambil data yaitu dengan mengelabui responden. Kecaman keras juga tertuju pada Facebook karena dianggap memberikan akses kepada aplikasi luar untuk bisa mengambil data pengguna yang seharusnya tidak diberikan berdasarkan hak privacy.

Herman Saksono, seorang mahasiswa S3 di Northeastern University memaparkan, sebenarnya praktek pencarian data untuk sebuah kepentingan itu lumrah dilakukan, namun masalahnya adalah Cambridge Analytica melakukannya dengan cara yang tidak etis.

Cambridge Analytica mengambil 50 juta pengguna Facebook dengan cara mengundang 270 ribu pengguna Facebook untuk melakukan tes kepribadian dengan menggunakan apps yang diberi nama thisisyourdigitallife tanpa diketahui oleh para responden bahwa apps tersebut juga bisa mengambil data teman-teman para responden yang terhubung lewat hubungan pertemanan mereka di Facebook. Pencurian data ini jelas tidak bisa dibenarkan apalagi dengan cara mengelabui responden sehingga hal ini dianggap melanggar etika. 

Dilansir dari cnnindonesia.com, CEO Cambridge Analytica Alexander Tayler menjelaskan pihaknya memberikan rangkaian fakta yang menjawab klaim dan pemberitaan atas kasus ini . Berikut fakta yang dipaparkan oleh Cambridge Analytica sebagai klarifikasi atas kebocoran data pelanggan Facebook dalam laman resminya:

  1. Cambridge Analytica mengungkapkan tak ada hukum yang rusak. Pasalnya mereka tak meretas Facebook. Ada sebuah perusahaan riset yakni General Science Research (GSR) yang memberikan lisensi data kepada Facebook.
    Ratusan perusahaan data telah menggunakan data Facebook dengan cara yang sama. Cambridge Analytica tidak mengumpulkan secara ilegal atau cara tidak tepat atau berbagi data dengan orang lain.
    "Cambridge Analytica tidak melanggar regulasi The Federal Election Commision (FE)" tulis CA dalam situsnya.
  2. Cambridge Analytica tidak menggunakan data GSR atau turunan dari data tersebut dalam Pemilihan Presiden AS. CA menggunakan data dari RNC, data dari sumber publik seperti registrasi pemilih, data dari pialang data komersial, dan penelitian yang mereka kumpulkan sendiri dengan pernyataan persetujuan yang jelas.
    "Klaim bahwa kami menggunakan data GSR untuk kampanye Trump sama sekali tidak benar. Cambridge Analytica menyediakan polling, analisis data, dan pemasaran digital untuk kampanye Trump," tukasnya.
    Mereka mengklaim metode yang mereka gunakan sama dengan yang digunakan oleh kampanye lainnya. Mereka dikabarkan menggunakan model preferensi politik yang sama yang digunakan oleh kampanye Obama dan Clinton.
  3. Cambridge Analytica mengungkapkan pihaknya tidak bekerja sama sekali pada Referendum Brexit. Mereka melakukan subkontrak beberapa pemasaran digital di Amerika Serikat dan beberapa pengembang perusahaan Kanada yang tidak memiliki kaitan dengan CA.
  4. CA melihat Christopher Wylie bukan seorang pelapor. Dia berulang kali mengaku sebagai pendiri Cambridge Analytica. Faktanya adalah dia seorang kontraktor Pemilu SCL dan pergi pada pertengahan 2014.
    Karyanya untuk Cambridge Analytica dimulai pada Agustus 2013 dan berakhir pada Juli 2014.
    "Dia tidak memiliki pengetahuan baru tentang bisnis kami atau praktiknya dan telah mengakui dalam kesaksiannya," tambah Cambridge Analytica.
    Ketika Wylie pergi, dia mendirikan perusahaan pesaing bernama Eunoia Technologies yang CA duga menggunakan data dan kontak mereka yang melanggar perjanjian kerahasiaannya dengan kami. Eunoia juga memperoleh salinan data GSR.
    Eunoia melakukan kampanye Trump dan Wylie kemudian mencoba bekerja untuk Vote.leave. Ketika Pemilu SCL menemukan Wylie telah melanggar kontraknya, kami mengambil tindakan hukum terhadapnya, dua karyawan lainnya dan Eunoia. 
  5. Cambridge Analytica dan SCL Elections adalah perusahaan yang berbeda. Cambridge Analytica adalah entitas AS independen yang bekerja dengan Pemilu SCL sebagai afiliasi untuk melayani pasar politik Amerika Utara
  6. CA melakukan audit pihak ketiga yang independen untuk menunjukkan bahwa mereka tidak memiliki data GSR apa pun. Mereka mengungkapkan akan membagikan hasil penyelidikan ini segera setelah menerima hasilnya. 
  7. Cambridge Analytica telah bekerja sama dengan Kantor Komisi Informasi Inggris (ICO). Mereka telah berkomunikasi dengan ICO sejak Februari 2017, ketika CA menjadi tuan rumah di London. CA melakukan kerja sama ini untuk memberikan transparansi total pada data yang mereka pegang, bagaimana mereka memprosesnya, dan dasar hukum untuk memprosesnya.
  8. Cambridge Analytica adalah perusahaan yang netral secara politik.
    "Secara global, kami bekerja di seluruh spektrum politik arus utama," ujarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun