"Apakah bisa kita sukses dalam karier, tanpa menuruti minat dan bakat?"
Tulisan ini berangkat dari pengalaman pribadi aku sendiri, dalam waktu 23 tahun menghadapi hidup dan masih berkutat dengan masalah, "Apa minat dan bakatku? Apa karier yang cocok buat aku?".Â
Maaf sebelumnya kalau di tulisan ini aku banyak menuliskan pengalaman pribadiku. Tulisan ini sebenarnya semi-curhat sih. Tentang perjalananku menemukan dan berkompromi dengan pilihan hidup. Semoga bisa memberikan sudut pandang yang lain, dan bermanfaat bagi pembaca.
Aku sempat bertanya-tanya, apakah sepenting itu untuk mengetahui minat dan bakat seseorang agar menjadi sukses dalam karier? Aku sendiri merasa, bahwa aku tidak memiliki bakat, dan minatku banyak sekali.Â
Aku bisa dalam hal olahraga, sains, atau sosial tetapi tidak ada yang menonjol. Hanya sekadar bisa, bukan seorang yang prodigi dalam hal-hal tersebut.Â
Hingga pada umur 23 tahun, aku masih sangat bergolak dengan permasalahan minat dan bakat serta karier. Bahkan aku sampai datang ke psikolog demi mengikuti tes minat dan bakat.Â
Hasilnya juga tidak terlalu memuaskan, karena ternyata minatku di bidang sosial. Aku berharap bahwa minatku jatuh pada bidang eksak.
Seorang Novi yang masih SMP, adalah seseorang yang maniak dengan hal yang berbau dengan sains. Aku membayangkan diriku yang sudah besar nantinya, menjadi seorang saintis yang bekerja di laboraturium.Â
SMA merupakan peak di mana aku berhubungan dengan dunia sosial---meskipun aku tetap masuk jurusan MIPA and I love biochemistry wholeheartly. Hingga kuliah nyemplung di dunia sosial, dan aku masih belum begitu sreg dengan bidang yang aku jalani waktu itu.Â
Sejujurnya masa SMA hingga kuliah adalah masa-masa yang paling berat dalam hidupku. Aku merasa, aku tidak cocok dengan apa bidang yang aku tekuni saat itu dan aku merasa banyak orang yang jauh lebih hebat daripada aku.
Rasa minder, tidak kompeten dan kekecewaan pada diri sendiri begitu menumpuk. Di sisi lain, orangtuaku tidak bisa menjawab setiap kali aku bertanya apa bakat dan minatku.Â