"Aduuuhhh ibu, kenapa perutku begitu nyeri ?", teriakku dari dalam kamar ketika bulan Ramadhan 8 tahun yang lalu sehabis berbuka puasa. "Kenapa anakku, apa yang terjadi padamu ?", terlihat ibuku panik ketika aku mulai meringis karena menahan sakit yang teramat sangat sambil memegang perutku. "Tidak tahu bu. Ini, perutku rasanya nyeri sekali", jawabku yang masih menahan rasa nyeri. "Sini, biar ibu periksa", ibuku coba menenangkanku. Sambil memegang-megang perutku, kemudian ibu berkata "ohh, ini tidak apa-apa kok, hanya sakit maag biasa. Tunggu sebentar, biar ibu ambilkan obat untukmu". Tidak beberapa lama kemudian ibu pun kembali dengan sebutir obat dan secangkir gelas. "Ini, minumlah", ibu memberikan obat tersebut padaku. Akupun segera mengambilnya dari tangan ibu, lalu langsung saja aku telan obat tersebut. "Aneh, kok obatnya tidak pahit bu ? Malahan terasa agak-agak manis dan dingin di mulu. Obat apa sebenarnya ini bu ?", tanyaku pada ibu. "Mengapa anakku ? Apakah kau suka dengan rasanya ?", ibuku balik bertanya. "Iya bu, aku suka", jawabku seketika. "Itu adalah obat maag, namanya PROMAG".
Ibu emang orang yang paling mengerti aku, dia tahu kalau aku tergolong anak yang susah bila diajak minum obat. Aku tidak suka obat karena rasanya pahit, tapi ibupun memberikan aku PROMAG yang rasanya manis dan dingin. Aneh bin ajaib, sebentar saja perutku rasanya sudah mulai berangsur membaik.
Sejak kejadian itu, aku selalu minum PROMAG setiap sahur dan setelah berbuka puasa. Ibu selalu mengingatkanku agar tidak lupa minum PROMAG ketika aku terlambat untuk makan. Sampai sekarang, aku masih mengkonsumsi PROMAG, dan Alhamdulillah aku tidak pernah terkena serangan maag yang terlalu berarti.
Terima kasih Ibu, Terima kasih PROMAG.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H