Mohon tunggu...
Novi Setyowati
Novi Setyowati Mohon Tunggu... Lainnya - berbagi pengalaman, cerita, dan pengetahuan

berbagi pengalaman, cerita, dan pengetahuan

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Tanah Sumba: Kerinduan akan Kebaikan Orang-orang Tak Dikenal di Negeri Sendiri

28 April 2021   22:44 Diperbarui: 29 April 2021   10:56 1690
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oh ya, jangan salah, meskipun mereka penduduk kampung adat, tapi banyak yang putra-putri kampung ini yang merantau ke luar dari tanah Sumba untuk menempuh pendidikan hingga menjadi orang yang sukses. Tak jarang, beberapa diantaranya juga bertempat di luar negeri.

Keluarga Kak Sam yang menjamu saya di Kampung Adat Tarung (Dokpri)
Keluarga Kak Sam yang menjamu saya di Kampung Adat Tarung (Dokpri)
Satu hal yang akan selalu saya ingat dari Kampung Adat Tarung adalah, di sini lah pertama kalinya saya potong ayam sendiri! 

Hah? Kok bisa?

Siang itu, kami sudah sama-sama lapar. Dan saya tak pernah menyangka jika Keluarga Kak Sam benar-benar memikirkan saya yang berbeda keyakinan dengan mereka. Saya yang adalah seorang muslim, tak bisa makan babi ataupun hewan lain yang tidak disembelih dengan cara Islam.

Sebenarnya, salah seorang saudara mereka juga ada yang muslim, Pak Haji nama panggilannya. Namun, Pak Haji yang ditunggu-tunggu tak kunjung datang hingga hari semakin siang.

Tanpa basa-basi, Kak Sam pun membawa seekor ayam hidup dan meminta saya untuk memotong sendiri ayam tersebut dengan cara Islam. Tentu ini adalah hal yang mengejutkan bagi saya, tetapi juga sangat menarik!

Dengan tangan gemetar, saya pun akhirnya memotong ayam tersebut untuk setelahnya dimasak oleh mereka dengan cita rasa yang sungguh lezat, khas tanah Sumba.

Tak berhenti sampai di sana. Setelah selesai makan siang, kami masih kembali bercakap-cakap tentang tanah Sumba, hingga saya diminta untuk mencoba makan pinang seperti penduduk lainnya! Penasaran bagaimana rasanya, saya pun mencobanya. Hanya satu gigitan dan, saya menyerah karena rasanya terlalu pahit untuk saya.

Namun, yang mereka katakan justru "kamu sudah di sini, sudah dengan kami, sudah makan dengan kami, bahkan potong ayam sendiri, sekarang kita adalah saudara, tidak usah sungkan-sungkan lagi". Jujur saja saya senang sekali mendengarnya. Siapa yang tidak senang mendapatkan keluarga baru di tanah asing di negeri sendiri, ya kan?!

Setelahnya, saya sempatkan untuk berkeliling kampung yang saat itu sedang dibangun kembali akibat kerusakan dari bencana kebakaran yang sempat melanda. 

Banyak sekali cerita adat yang saya dapatkan di sana, mulai dari cara membangun rumah yang juga menggunakan ritual adat hingga berapa banyak ayam yang dimasak oleh setiap keluarga di perayaan yang sedang mereka rayakan itu. Tak jarang, saya menemukan setiap keluarga bisa membakar dan memasak hingga puluhan ekor ayam!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun