Sejak tiba di Sumbawa, entah sudah berapa kali saya mendengar pernyataan tentang Sumba yang tidak begitu dikenal oleh orang-orang di Sumbawa. Maklum, banyak dari mereka memang belum pernah ke sana.
Pun saat mengetahui bahwa saya akan tetap melanjutkan perjalanan solo ini ke Sumba seorang diri, entah sudah berapa banyak juga nasihat yang saya dengar, "Hati-hati nanti ya, apalagi perempuan, di sana katanya bla..bla..bla..".
Tidak jarang dari mereka yang mengkhawatirkan saya karena banyak cerita tentang Sumba yang (katanya) tidak ramah pada pengunjung. Saya pun ikut terbawa resah, khawatir terjadi apa-apa di jalan seperti yang orang lain ceritakan.
Namun, karena sudah bertekad menjelajahi Nusa Tenggara Barat dan Timur, perjalanan tetap saya lanjutkan meski dengan penuh kehati-hatian.
Berhubung saat di Sumbawa Besar saya menginap di rumah salah satu anggota Backpacker Sumbawa, saya pun sempat bertemu dengan beberapa anggota lainnya dari perkumpulan ini.
Malam itu, pukul 21.00, beberapa dari mereka turut mengantar saya ke terminal pemberhentian bus antarkota karena saya harus menaiki bus malam menuju ke Kota Bima. Tak ayal, mereka pun menemani saya hingga bus malam itu tiba.
Meski saya sudah berusaha biasa saja, tapi mereka tetap saja mengkhawatirkan perjalanan saya. Dan beruntungnya, mereka mengenal seseorang yang kebetulan juga akan ke Bima dengan bus malam. Mereka pun berbaik hati menitipkan saya kepada Kak Okan, seseorang yang saya kenal di bus malam itu.
"Nanti jangan jauh-jauh dari saya, ya," kata Kak Okan. Hati pun merasa lebih tenang dengan perkenalan ini, seolah ada teman baru seperjalanan kala itu.Â
Tak henti-hentinya saya bersyukur dengan teman-teman baru saya di Sumbawa, yang sudah sangat berbaik hati dan ramah meski kami mengenal hanya semalam saja.
Perjalanan ke Bima dan Pelabuhan Sape
Sebenarnya bisa saja jika saya memilih untuk menaiki pesawat terbang dari Sumbawa menuju Sumba. Tapi, biayanya sangat mahal, tak cocok dengan kantong yang sudah saya siapkan untuk perjalanan panjang ini.