Sebut saja si sulung, yang meski tanpa diminta, akan selalu berusaha menjadikan dirinya sebagai sandaran bagi para adik-adiknya tanpa pedulikan situasi dan permasalahan pribadi yang mungkin sedang dipikulnya.
Bahkan mungkin, tak ada yang menyangka jika beban yang dipikulnya sangatlah berat karena senyuman dan sikap ringan tangan dalam keluarga yang selalu ia perlihatkan.
Dalam situasi yang lain, si sulung bisa saja diharapkan sebagai garda terdepan dalam setiap permasalahan yang timbul dalam keluarga.
Si sulung, tanpa diketahui oleh banyak orang lainnya, sepertinya adalah pihak yang paling banyak berkorban dan mengalah dalam garis persaudaraan.
Apakah si sulung selalu benar? Tentu saja tidak. Namanya juga manusia, selalu juga ada kesalahan yang diperbuat meski hanya sekecil biji gandum. Tapi siapa peduli, karena 'label si sulung' telah otomatis diterjemahkan sebagai yang seharusnya menanggung banyak tanggung jawab di dalam keluarga.
Adakah yang bisa melepaskan si sulung dari belenggu beban moral dan tanggung jawab dalam persaudaraan dan keluarga? Mungkin ketika hidupnya tak lagi diusik oleh alih-alih "minta tolong" dari para adik-adiknya?
Sementara si tengah, karakter dan pembawaannya justru terlihat lebih bijak dan santai. Mungkin karena beban yang dipikulnya tak sebesar pada 'label si sulung'.
Meski ia sadar betul masih ada si bungsu yang sudah pasti akan membutuhkan keberadaannya sewaktu-waktu, si tengah masih bisa agak santai karena harapan akan si sulung yang selalu ada di sana.
Tak jarang, si tengah juga banyak berlaku sebagai 'penengah'. Terlebih lagi, si tengah banyak melihat dan mengamati apa yang terjadi pada si sulung dan si bungsu.
Sebut saja jika terjadi kesalahpahaman antara si sulung dan si bungsu, tentu si tengah akan menjadi pendengar dari keduanya. Tapi, tak elok rasanya jika si tengah harus memihak pada salah satunya. Jadi, mau tak mau, seringkali si tengah sudah pasti terjepit pada sikap netral yang harus ditampakkan.