"Echt?! Ini bukan Jerman!", cetus saya saat meginjakkan kaki di Berlin.
Berlin, Ibu Kota dari Negeri Panzer.Â
Sebenarnya saat masih menjalani kursus bahasa di Muenchen, salah satu dari guru saya sudah mengatakan, "Berlin sangat berbeda dengan Bayern. Berlin lebih berseni dan atmosfir sosialnya tidak sekaku Bayern. Berlin lebih berwarna daripada di sini".Â
Hmm, saya tidak bisa membayangkan saat itu seperti apa Berlin jika dibandingkan dengan Muenchen. Bayangannya hanya, ya Jerman, sama saja.
Nyatanya, saat berkunjung ke Krakow, dua pelancong asal Australia yang kebetulan satu hostel dengan saya berkata, "We really love Berlin! It's gonna be the third time for us to go back there".Â
"Okay, cool!", balas saya singkat. Tapi, saya penasaran juga, apa yang membuat mereka hingga kembali untuk ketiga kalinya ke Kota Berlin.
31 Desember 2018, penghujung tahun yang sangat dingin dan kelabu. Tak ada sebutir salju pun yang turun. Hujan juga tak menjatuhi bumi. Hari itu, Berlin diselimuti cuaca yang sungguh abu-abu.
Saat menaiki Tram menuju pusat kota, saya baru menyadari, jika hampir seluruh isi Tram adalah wisatawan asing. Tidak sulit untuk mengenalinya karena kebanyakan berbicara Bahasa Inggris.Â
"Oke, ini mulai terlihat unik. Di Jerman, di dalam Tram, banyak yang berbahasa Inggris? Waah, sepertinya ada yang aneh", batin saya saat itu.