Mohon tunggu...
Novi Setyowati
Novi Setyowati Mohon Tunggu... Lainnya - berbagi pengalaman, cerita, dan pengetahuan

berbagi pengalaman, cerita, dan pengetahuan

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Berkunjung ke Praha saat Peralihan Musim Dingin

18 Maret 2021   22:08 Diperbarui: 19 Maret 2021   01:55 789
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Minggu pagi,
Di salah satu sudut kota Praha,
Dan aku pun masih terkesima,
Bahkan ketika tak satu pun kulewatkan,
Empat musim pertamaku,
Jauh dari sudut kotaku.

Tak salah jika banyak sekali wisatawan yang mengagumi Cekoslovakia dengan ibu kotanya, Praha.

Atmosfir yang ditawarkan oleh Praha sungguhlah menghangatkan hati sekaligus menyejukkan mata. 

Atmosfir yang membuat seolah ingin kembali lagi dan lagi, meski hanya sekedar untuk berjalan saja di sepanjang Charles Bridge, memandangi sungai yang mengalir di bawahnya.

Ah, lagi-lagi, kota-kota di Eropa dengan jembatan dan sungai itu memang sepertinya punya magnet!

Sebuah rencana yang cukup mendadak di bulan Desember kala itu, sekadar untuk melewatkan akhir pekan agar tidak membosankan. 

Praha, saya pilih untuk rencana akhir pekan tersebut, karena jaraknya yang cukup dekat dengan kota tempat saya tinggal.

Sabtu pagi, dengan menaiki Flixbus, saya dan teman Nepal saya menempuh jarak perjalanan selama 3 jam untuk tiba di Praha. 

Sesampainya di ZOB (Zentrale Omnibus Bahnhof/Terminal Bus) Praha, kami pun mencari mesin tiket untuk membeli tiket MRT.

Terminal bus di Praha (Dokpri)
Terminal bus di Praha (Dokpri)
Sayangnya, mesin tiket tersebut tidak menerima kartu ATM ataupun uang pecahan Euro (ah iya saat itu saya lupa, negara-negara Eropa Tengah memiliki mata uang tersendiri dan bukan mata uang Euro). Dan juga, mesin tiket itu hanya menerima uang koin saja.

Mesin tiket di Terminal bus Praha (Dokpri)
Mesin tiket di Terminal bus Praha (Dokpri)

Hati-hati dengan money changer di Praha

Kami pun memutuskan untuk mencari money changer di sekitar terminal dan menukar sebanyak 20EUR saja karena kami hanya perlu uang lokal untuk membeli tiket. Sementara untuk pembayaran lainnya di Praha kami lebih banyak membayar dengan menggunakan kartu. 

Sepertinya si empunya money changer sudah hafal dengan kebutuhan para wisatawan untuk membeli tiket dengan uang koin, sehingga beberapa dari uang kami pun berupa uang koin. Dengan uang itu, akhirnya kami bisa membeli tiket MRT dan melanjutkan perjalanan menuju hostel yang sudah kami pesan di area pusat kota. 

Karena kami memang tidak mempersiapkan diri untuk menukar uang di money changer, kami pun tidak mempedulikan berapa jumlah uang yang kami dapatkan saat itu. Tapi, satu hal yang saya ingat, bahwa jumlah uang yang kami tukarkan di money changer tidak sama dengan saat kami mencoba menarik sejumlah uang yang sama di ATM pusat kota malam harinya.

Ternyata, jumlah uang yang kami dapatkan di money changer lebih sedikit daripada uang yang kami ambil di ATM. Tentu saja kami merasa tertipu!

Sesaat setelah sampai di hostel, barulah kami mencari informasi di internet tentang money changer di Praha. Dan ternyata memang benar, banyak money changer di Praha yang memberlakukan biaya yang lebih besar untuk penukaran uang, sehingga sangat tidak disarankan untuk para wisawatan untuk menukarkan uang di money changer di Praha.

Dan hal ini memang terjadi dengan saya. Jadi, saya sarankan sebelum menukarkan uang di money changer di Praha, coba cari informasi terlebih dahulu tentang money changer yang terpercaya di sekitaran pusat kota. 

Jika tidak, transaksi cukup menggunakan kartu saja. Hanya saja, untuk membeli tiket MRT memang seringnya dibutuhkan pecahan logam uang lokal.

Salah waktu berkunjung

Saya lupa satu hal saat berkunjung ke Praha, ialah pergantian musim di Eropa!

Secara umum pergantian musim di Eropa ditandai oleh seringnya hujan. Dan inilah yang terjadi saat saya berkunjung ke Praha, hampir setiap harinya mendung dan hujan sehingga tidak bisa benar-benar menikmati Praha dengan cuaca yang baik. Sayang sekali, ya.

Ah tapi tak apa juga sih. Hujan di Eropa tak pernah sederas hujan di Negara Tropis. Jadi, berjalan di bawah hujan masih tidak apa, tidak sampai membuat masuk angin. Hanya saja, cuacanya sudah pasti selalu mendung dan juga dingin. Apalagi, saat itu adalah musim peralihan ke musim dingin.

Menyusuri Charles Bridge dan Prague Castle

Sebenarnya selain peralihan musim, saya juga tidak pernah merekomendasikan untuk berwisata di musim dingin, kecuali memang tujuannya untuk menikmati tempat-tempat bersalju yang hanya bisa dinikmati saat musim dingin.

Alasannya adalah saat musim dingin, hari menjadi lebih pendek dan lebih cepat gelap. Sehingga waktu yang kita pakai untuk menikmati suasana cerah di luar ruangan sangatlah terbatas.

Selain gelap yang lebih cepat datang, gelap pun lebih lama perginya. Bisa-bisa, jam 10 pagi matahari baru muncul dan jam 4 sore sudah mulai gelap. Agenda jalan-jalan pun seakan diburu waktu agar masih bisa mengejar matahari.

Ini juga yang terjadi saat saya mengunjungi Prague Castle sore itu. Hari sudah gelap dan juga turun hujan. Alhasil, mengelilingi istana pun ketika sudah gelap dan harus tahan dengan tetes air hujan yang tiada henti.

Pelataran Prague Castle di sore hari (Dokpri)
Pelataran Prague Castle di sore hari (Dokpri)
Ditambah lagi, mengantri di pintu masuk istana dalam keadaan hujan itu tidaklah menyenangkan, kisanak! Istana ini selalu ramai oleh pengunjung. Jadi, mengantrinya pun lama.

Belum lagi, ada screening check (pemeriksaan barang-barang sebelum memasuki istana). Inilah yang membuat barisan antrian semakin lama. 

Nah, bisa dibayangkan saat mengantri di bawah langit yang sedang hujan, sungguh tidak nyaman.

Charles Bridge saat hujan di siang hari (Dokpri)
Charles Bridge saat hujan di siang hari (Dokpri)

Cuaca yang mendung pun membuat Charles Bridge tak seindah di foto-foto yang beredar di luaran sana.

Hari yang hujan dan mendung memang cenderung membuat semua arsitektur di Eropa berwarna abu-abu dan suram saja. Apalagi di musim dingin, saat pepohonan tak lagi berdaun dan bunga-bunga tak lagi bermekaran.

Bagaimana kalau menunggu hari yang lebih gelap? Siapa tahu Charles Bridge terlihat lebih romantis seperti di (lagi-lagi) foto-foto di luaran sana?

Charles Bridge saat hujan di malam hari (Dokpri)
Charles Bridge saat hujan di malam hari (Dokpri)
Ah, sepertinya, tidak juga.

Yang ada justru Charles Bridge lebih ramai dan pastinya gelap di malam hari. Banyak sekali orang lalu-lalang di sana. Ditambah lagi, turun hujan dan dingin. Jadi tidak bisa menikmati pemandangan di malam hari karena jalannya terlalu ramai dan basah.

Mencoba keberuntungan dengan sepatu Kafka

Tidak beruntung dengan cuaca yang mendung dan terus-menerus hujan, hmm, kami mencoba keberuntungan dengan menggosok sepatu Kafka seperti yang dijelaskan oleh pemandu wisata dari hostel kami pagi berikutnya.

Patung Kafka di Praha (Sumber gambar: Pinterest)
Patung Kafka di Praha (Sumber gambar: Pinterest)
Frans Kafka, novelis terkenal pada masanya. Patung berbentuk dirinya pun ramai dikunjungi di salah satu sudut Kota Praha, tepatnya berdekatan dengan pemukiman Yahudi dan terdapat pula sinagog di sana.

Yang menarik dari patung Kafka ini adalah, cerita akan keberuntungan bagi siapa saja yang mengusap sepatu Kafka. Alhasil, terlihat jelas pula di foto tersebut, bagian dari sepatu Kafka adalah yang paling bersinar saking seringnya diusap oleh para pengunjung. Katanya sih begitu ya, kata pemandu wisata hostel saya saat itu.

Setiap pengunjung yang berfoto di situ pun hampir semuanya akan memegang dan mengusap sepatu Kafka. 

Apakah saya termasuk salah satu yang memperoleh keberuntungan itu? Hmm, mungkin saja. Sebab, keesokan harinya, saya bisa dengan leluasa menyaksikan Astronomical Clock di Old Town Hall Praha tanpa seorang pengunjung satu pun! 

Prague Astronomical Clock

Astronomical Clock Prague di pagi hari (Dokpri)
Astronomical Clock Prague di pagi hari (Dokpri)
Sore hari sebelumnya, pelataran Old Town Hall sangat amat ramai. Saya tak bisa sama sekali melihat seperti apa rupa dari Astronomical Clock Praha yang terkenal itu karena banyaknya lautan manusia yang ada di depannya.

Tapi, keesokan harinya, saya dan teman saya memutuskan untuk keluar hostel sebentar saja, sekitar pukul 9 pagi untuk berjalan-jalan sebentar di pagi hari yang tetap mendung itu. Dan ternyata, tanpa disangka-sangka, pelataran Old Town Hall sangat sepi sekali.

Dan alhasil, kami bisa melihat Astronomical Clock Kota Praha dari jarak dekat dan tanpa pemandangan manusia lain di sekitarnya. Padahal, kami sama sekali tidak berencana untuk melihat tempat ini lagi karena sudah kapok sebelumnya sangat ramai.

Ternyata, pagi itu tanpa disangka-sangka justru sangat sepi. Mungkinkah itu karena kami telah mengusap sepatu Kafka sehari sebelumnya? Hmm, bisa jadi mungkin ya.

Kuliner khas Praha

Sepertinya tidak lengkap ya jika berwisata tanpa mencicipi kulinernya.

Sama seperti negara-negara Eropa Tengah lainnya, makanan khas di sana sudah pasti berbau daging, seperti Gulash. 

Tapi, berhubung saya tidak mengonsumsi daging saat tinggal di Eropa, jadi saya putuskan untuk menikmati kuliner khas Praha lainnya, yakni keju yang digoreng.

Keju goreng dengan saus cranberry (Dokpri)
Keju goreng dengan saus cranberry (Dokpri)
Saya memilih hidangan ala hidangan penutup, disajikan manis. Keju goreng dengan saus cranberry. Yum!

Sebenarnya untuk hidangan ini, juga disajikan versi lainnya yaitu keju goreng dengan kentang goreng atau juga salat. Pastinya tidak kalah menariknya dengan hidangan yang saya cicipi. 

Menjelajahi setiap sudut Kota Praha

Selanjutnya, kita bisa menghabiskan sisa hari dengan menjelajahi setiap sudut Kota Praha. Berjalan tanpa arah hanya untuk menikmati suasana kota hingga menemukan sudut-sudut yang menarik untuk disinggahi.

Misalnya saja, hingga singgah di Husova Street di kawasan Kota Tua Praha.

Patung Sigmund Freud (Dokpri)
Patung Sigmund Freud (Dokpri)
Sigmund Freud, yang dikenal karena penemuan psikoanalasisnya, diabadikan dalam sebuah patung kecil menggantung di salah satu sudut Kota Praha.

Jalanan di gang ini tidak begitu lebar, ditambah lagi diapit oleh bangunan-bangunan yang tinggi, sehingga membuat jalanan ini seolah terlihat sempit untuk jalanan yang terletak di area Kota Tua.

Jalanan menjadi unik karena patung Sigmund Freud yang menggantung di salah satu sudutnya.

Atau, berjalan saja terus dan terus, lalu berbelok hingga menemukan toko buku yang juga terlihat unik.

Toko buku di salah satu sudut Kota Praha (Dokpri)
Toko buku di salah satu sudut Kota Praha (Dokpri)
Toko buku yang terletak di lantai bawah bangunan yang nampak tua, dengan coretan-coretan graffiti di pintunya. Entah mengapa tetap terlihat estetik.

Atau juga, berjalan saja terus hanya untuk melihat orang-orang lalu lalang sambil menunggu Tram di pinggiran jalanan Kota Praha.

Halte pemberhentian Tram Kota Praha (Dokpri)
Halte pemberhentian Tram Kota Praha (Dokpri)
Meski hanya halte pemberhentian Tram, tapi warna-warni bangunan di belakangnya membuat halte Tram itu terlihat sangat menarik untuk diperhatikan dan diabadikan dalam lensa kamera yang saya bawa.

Hmm, sungguh peralihan musim yang menyenangkan di Kota Praha. Meski waktunya singkat, tapi kenangannya sudah pastilah abadi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun