Hemat saya, pilihlah akun-akun yang dianggap membawa manfaat bagi kita atau membuat kita tetap nyaman dalam bersosialisasi di media sosial.
Jangan lupa bersyukur
Terkadang karena terlalu sering memperhatikan kehidupan orang lain di media sosial, kita lupa dengan nikmat kehidupan yang kita miliki sendiri. Seperti yang saya tulis sebelumnya, hidup seolah-olah sebuah kompetisi.
Hidup tak lagi melakukan apa yang kita mau atau kita butuhkan. Tetapi melakukan apa yang menurut orang lain elok dilihat. Hidup bukan lagi dalam kendali kita, melainkan mengikuti tampilan kehidupan orang lain. Secara tidak sadar, kita menyerahkan gambaran hidup kita pada pandangan orang lain.
Jika sudah begini, lambat laun kita bisa terlena dan lupa dengan tujuan hidup kita sendiri dan terlalu fokus untuk memiliki hidup orang lain.
Cobalah rehat sejenak dari candu media sosial dan berhenti memperhatikan aktivitas orang lain di media sosial. Fokuslah pada aktivitas kita sendiri dan lakukan yang terbaik untuk itu. Hal yang paling penting juga adalah selalu bersyukur dengan hidup yang kita jalani meski berbeda dengan orang lain.
Tak ada salahnya menjadi berbeda. Karena pada hakikatnya setiap manusia memang berbeda dan memiliki jalan yang berbeda.
Alih-alih menggunakan waktu untuk meratapi nasib sambil mencibir hidup orang lain, sebaiknya kita gunakan waktu yang kita miliki untuk selalu bersyukur dan melakukan yang terbaik untuk hidup kita sendiri, tanpa bayang-bayang orang lain dan media sosial.
Terkadang hidup lebih nyaman dengan tidak terlalu sering bermedia sosial
Pernahkan mendengar bahwa media sosial rentan membuat seseorang depresi? Ya, seringnya melihat kehidupan orang lain yang dianggap bahagia atau bahkan lebih bahagia dari diri kita sendiri kerap menjadi pemicu depresi. Dalam psikologi misalnya, media sosial disebut-sebut sangat berpengaruh terhadap kesehatan mental seseorang. Info lengkapnya bisa dibaca di sini, ya.
Media sosial pun memicu perasaan tidak bahagia dan tidak puas dengan kehidupan yang dijalani. Salah satu teman saya misalnya, menganggap bahwa media sosial itu sebuah racun untuk hidupnya.Â