Mohon tunggu...
Novi Setyowati
Novi Setyowati Mohon Tunggu... Lainnya - berbagi pengalaman, cerita, dan pengetahuan

berbagi pengalaman, cerita, dan pengetahuan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Berkaca pada Musim Dingin, Tak Apa Meski Berasal dari Negara Tropis

27 Januari 2021   12:16 Diperbarui: 6 Februari 2021   10:49 751
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi: Asrama mahasiswa saat musim dingin

Masih penasaran dengan manfaat sinar matahari, saya kembali mengamati keseharian saya saat PSBB kali ini. Berdiam diri di rumah saja cenderung membuat jenuh dan bosan, betul tidak? Tapi, ternyata saat saya mencoba kebiasaan baru untuk berjemur di halaman di pagi hari, barulah saya rasakan, sepertinya memang betul sinar matahari berpengaruh terhadap suasana hati.

Jika kalian melakukan hal yang sama, coba perhatikan dengan seksama. Rasanya ada sensasi yang berubah dari mood dan pikiran kita saat kita berada di bawah paparan sinar matahari pagi meski hanya 15 menit hingga 30 menit saja. Perasaan hangat yang membuat bahagia dan tenteram. Mungkin itu sebabnya, hangat sinar matahari tidak hanya memberikan kehangatan secara raga tapi juga kehangatan secara jiwa.

Namun demikian, musim dingin di Jerman juga membawa saya pada pengamatan lainnya di luar berubah-ubahnya suasana hati, yaitu semangat untuk terus beraktivitas tak peduli sedingin apapun udara di hari itu.

Bagaimana tidak? Yak, turunnya salju bukan alasan untuk tak berkegiatan. Semua masih harus berjalan secara normal. Tak ada alasan untuk bermalas-malasan, jika kita tetap ingin menjalani hidup dan bertahan.

Dokumentasi pribadi: Festival di musim gugur dan orang-orang tetap melihat pawai meski udara mulai dingin
Dokumentasi pribadi: Festival di musim gugur dan orang-orang tetap melihat pawai meski udara mulai dingin

Saya teringat ketika di Indonesia, saat hujan turun dengan lebatnya, tak ayal saat itu teman-teman kuliah masih saja ada yang bertanya kepada dosen apakah kelas tetap berlangsung atau tidak. Selalu saja ada alasan untuk tidak bepergian ketika hujan turun, meskipun kita tahu ada payung dan jas hujan sebagai alat pelindung. Alasan-alasan semacam ini tak bisa saya buat ketika berhadapan dengan musim dingin, sayang sekali.

Teman saya yang bekerja paruh waktu misalnya, tetap harus berangkat ke tempat kerjanya pukul 4 pagi di tengah dinginnya udara dan salju yang turun hingga menumpuk di jalanan.

Saya pun tetap harus hadir di kuliah pagi pukul 08.00 meski langit masih sangat gelap dan lampu-lampu di jalanan masih terang menyala. Tak ada lagi alasan untuk terus menghangatkan diri di bawah selimut jika ingin terus bertahan hidup di musim dingin. Kita tetap harus berjalan ke pasar dan berbelanja, jika kita ingin terus makan, misalnya.

"Hmm, mungkin ini sebabnya orang-orang di negara 4 musim sering dikait-kaitkan dengan sikap lebih rajin dan lebih giat, karena mereka tetap harus bergerak dalam segala musim yang berbeda", lagi-lagi asumsi pribadi saya menari-nari di benak saya.

Terlepas dari itu semua, musim dingin ataupun musim panas, selalu ada pembelajaran diantara keduanya. Dan kita tetap memegang kendali untuk mengatasi permasalahan yang dipicu oleh dua musim yang berbeda tersebut. Tantangannya tentu saja untuk selalu menjaga produktivitas dan suasana hati meski turunnya salju ataupun hujan seolah menghalangi.

Ingat juga, tak ada salahnya mulai sekarang kita lebih menghargai lagi keberadaan sinar matahari yang tersedia di bumi ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun