Hari terakhirku bersamamu di Munich.
Aku bilang, aku t'lah benar-benar melewatkanmu.
Mereka bilang, "Belum...".
Siang itu, aku memelukmu sebagai ucapan perpisahan.
Aku tidak merasakan apapun.
Katamu, "Nanti kita ketemu lagi ya, aku pasti ikut kamu hiking".
"Tentu saja!", jawabku.
Aku masih berpikir bahwa aku benar-benar t'lah melewatkanmu.
Tiba-tiba, dia bilang, "Hai, aku sudah bilang padanya".
"Bilang apa?", kataku.
"Kamu suka dia!", lanjutnya.
"Lalu?", tanyaku.
"Aku lihat raut wajahnya saat membaca pesanku. Dia sangat terkejut!", tuturnya.
Malam itu, aku tidak merindukanmu.
Bukan kamu.
Aku merindukan mereka yang lain.
Senandung "Warning Sign" Coldplay menemani tidurku.
22.28 CET. Aku menerima pesanmu.
Aku membaca kalimat pertamamu. Dan...Uh!
Sepertinya jantungku berhenti berdetak sepersekian detik!
Rasanya, sakit! Tidak! Tapi sangat sakit! Sesak! Sangat sesak!
Air mataku tak lagi dapat aku bendung.
Tengah malam itu, aku terisak...
"Hai, aku suka kamu, tapi, sayang, sepertinya aku bukan untukmu", begitu kira-kira aku membaca pesanmu.
Dia benar.
Aku belum melewatkanmu.
Aku tersadar.
Aku jatuh hati.
Tapi, aku patah hati.
Hari keenam.
Aku masih menangis.
Aku rindu.
"Aku harap, kita bertemu lagi. Sampai jumpa lagi!", katamu.
"Tentu, pasti nanti kita bertemu lagi!", aku berbohong padamu, maaf.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H