Sistem sosial, ekonomi, dan politik cenderung stabil dan menolak perubahan yang cepat. Rezim sosioteknis, seperti dalam industri energi atau transportasi, telah dikembangkan selama puluhan tahun dan melibatkan banyak pemangku kepentingan dengan kepentingan berbeda. Sebagai contoh, peralihan dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan tidak hanya membutuhkan teknologi yang lebih baik, tetapi juga perubahan dalam regulasi, kebijakan subsidi, dan perilaku konsumen.
2. Teknologi Baru Butuh Dukungan dari Pemangku Kepentingan
Teknologi baru yang muncul dari level "niche" sering kali perlu dukungan dari aktor-aktor besar, seperti pemerintah, industri, dan bahkan pengguna individu, agar dapat diterima secara luas. Tanpa dukungan politik atau perubahan kebijakan yang mendukung, inovasi ini mungkin tetap menjadi sekadar konsep atau teknologi yang digunakan oleh segelintir orang.
Sebagai contoh, kendaraan listrik (EV) awalnya merupakan niche-innovation. Namun, tanpa kebijakan yang mendukung seperti subsidi pemerintah, infrastruktur pengisian daya, dan peningkatan kesadaran konsumen, EV mungkin tidak akan bisa bersaing dengan mobil berbahan bakar bensin yang lebih mapan.
3. Tekanan Lingkungan Mempercepat Perubahan
Teknologi baru seringkali berhasil diadopsi ketika ada tekanan dari landscape yang mengharuskan perubahan dalam rezim yang ada. Misalnya, perubahan iklim dan meningkatnya kesadaran akan kerusakan lingkungan telah menciptakan tekanan global bagi rezim energi untuk beralih dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan. Tekanan ini tidak hanya datang dari konsumen, tetapi juga dari pemerintah yang menerapkan regulasi yang lebih ketat dan perusahaan yang ingin memperbaiki citra lingkungan mereka.
4. Perubahan Teknologi Membutuhkan Perubahan Nilai dan Budaya
Selain faktor teknis dan kebijakan, transisi teknologi juga memerlukan perubahan nilai dan budaya masyarakat. Sebuah teknologi mungkin secara teknis unggul, tetapi jika tidak sesuai dengan budaya atau kebiasaan masyarakat, teknologi tersebut akan sulit diterima. Misalnya, penggunaan sepeda listrik di negara-negara Eropa mendapat dukungan besar karena budaya mereka yang menghargai transportasi ramah lingkungan. Sebaliknya, di negara-negara yang lebih bergantung pada mobil pribadi, transisi ke sepeda listrik mungkin memerlukan lebih banyak waktu dan upaya perubahan budaya.
Contoh Kasus: Transisi Energi di Dunia
Peralihan dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan adalah salah satu contoh transisi sosioteknis yang sedang berlangsung di seluruh dunia. Meskipun teknologi seperti panel surya dan turbin angin telah ada selama beberapa dekade, adopsi luas teknologi ini baru benar-benar terjadi ketika landscape politik dan sosial mulai berubah. Perubahan ini didorong oleh krisis iklim, regulasi yang lebih ketat terhadap emisi karbon, serta perubahan preferensi konsumen yang semakin sadar lingkungan.
Namun, transisi ini juga menghadapi tantangan besar, seperti infrastruktur energi yang belum sepenuhnya mendukung energi terbarukan, serta kepentingan industri yang telah lama bergantung pada bahan bakar fosil. Oleh karena itu, meskipun inovasi teknologi tersedia, transisi penuh menuju energi bersih memerlukan perubahan yang lebih luas dalam regulasi, kebijakan, dan perilaku sosial.