Mohon tunggu...
novie anggriani
novie anggriani Mohon Tunggu... Guru - sedang belajar menjadi guru

seneng ngopi sambil bertutur

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Semangat Belajar Win

28 September 2024   05:45 Diperbarui: 28 September 2024   07:23 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

"Buu...pinjam pel-pelan boleh?? Ada yang ngompol"

Tiga anak kelas 7e berlarian menuju ruang BK minjam alat pel. Saya yang sedang fokus entry data sosiometri menjadi terkejut dengan kedatangan tiba-tiba anak-anak itu.

What?? Apa tadi, ngompol?? Apa aku salah dengar, batin saya.

"Eh, ngompol? Ada yang ngompol apa becanda nih kalian?" saya memastikan pendengaran saya masih normal.

"Beneran buu, ngompol. Pesing bangeett..." kata Tika satu diantara tiga anak yang paling centil sambil mengibas-ngibaskan tangan didepan hidung.

"Sudah, sana bawa alat pelnya. Jangan lupa dicuci sampe bersih ya", mereka langsung mengambil alat pel dan berlari ke kelasnya. Saya jadi penasaran, siapa yang mengompol. Tujuh tahun menjadi Guru SMP baru kali ini ada murid yang ngompol. Ah jadi penasaran, saya tutup laptop lalu berjalan ke 7e, kelas yang berisi anak-anak super heboh.

Saat tiba dikelas 7e, wali kelasnya sibuk mengistruksikan ini dan itu. Bangku-bangku depan sudah berpindah posisi, mepet-mepet ke belakang. Kelas kacau, termasuk kelas sebelahnya yang ikut penasaran akan keributan tetangga. Dipojokan dekat meja guru seorang anak berperawakan gendut, rambut keriting duduk beralas koran, mungkin dia yang ngompol. Saya kenal anak itu, Win panggilannya. Sejak awal masuk dia memang terlihat aneh, introvert dan sangat sulit didekati. Tapi sering duduk didepan ruang BK, duduk saja melihat teman-temannya lalu lalang. Kalau ditanya-tanya hanya senyum nggak mau bicara.

"Pak..." saya jawil pak wali kelas. Ia menoleh dan langsung tepok jidat

"Duh, mumet aku" katanya, saya tertawa.,

"Win tah yang ngompol??" bisik saya, beliau mengangguk

"Kok ga disuruh ke toilet, malah ndeprok situ" kata saya

"Nggak mau anaknya, Bu. Jajal bujuk en tulung. Mumet aku" katanya lagi.

Baiklah, saya dekati Win yang menunduk sambil memeluk lutut. Baunya pesing, saya lirik wajah teman-temannya, hampir semua masam, jengkel, kesel karena harus ngepel kelas berkali-kali ditengah jam pelajaran. Awalnya Win menolak bersih diri ke kamar mandi, setelah saya bujuk dan pinjami sarung milik musholla dia mau beranjak diikuti tatapan marah seisi kelas.

Saat Win masih di toilet saya kembali ke kelas yang sudah rapi lagi. Tidak ada Guru, semua asik ngobrol sendiri. Saat saya masuk tumpah ruahlah curahan hati mereka, mengenai Win tentu saja. Menurut cerita teman-temannya, saat itu pelajaran seperti biasa kebetulan ada kuis lalu Pak Guru menunjuk Win untuk membacakan jawabannya karena dia selesai pertama. Tiba-tiba taka da angina taka da hujan si Win kejang-kejang di bangkunya terus ngompol.

Saya motivasi anak-anak supaya belajar menerima kekurangan dan kelebihan kawan. Dengan kondisi Win yang seperti itu saya yakin Win juga tidak menghendaki. Kalau boleh memilih diapun ingin seperti kalian semua. Sehat wal afiyat. Teman sekelasnya bisa menerima, termasuk menyetujui usul ketua kelas mengadakan pembelian alat pel dan karbol memakai uang kas, bersiap-siap kalau Win begitu lagi tak perlu lari-lari ke pantry atau ke ruang BK untuk pinjam alat pel.

Ternyata setelah hari itu sampai Win sembuh, beberapa kali ia mengompol di kelas. Teman sekelas yang awalnya marah dan jengkel, bahkan ada yang usul Win dipindah kelas mulai bisa menerima kehadiran Win dan bergotong-royong membersihkan ompolnya. Bersatu padu membuat Win nyaman di kelas sehingga tidak kejang lagi. Mereka menjadi solid berkat Win, mereka belajar arti toleransi dan ketulusan berkat Win.

***

"Win, apa sering kamu kejang begitu?" tanya saya setelah dia membersihkan diri di toilet saat peristiwa ngompol yang pertama.

Seperti biasa, Win hanya diam dan membisu. Dia hanya menjawab seperlunya, pendek-pendek dan tidak bisa dijadikan sebuah kesimpulan. Tiba-tiba dia terisak, lalu menangis tersedu-sedu.

"Bu, saya ingin terus sekolah" katanya disela isak tangis. " Saya jangan dikeluarkan ya Bu" lanjutnya.

"Owalah Win, nggak ada yang mau mengeluarkan kamu, nduk" kata saya, "semua masalah pasti ada jalan keluarnya, semua penyakit pasti ada obatnya. Kamu yakin to?", dia mengangguk. Hari itu surat panggilan orangtua kami layangkan untuk mengetahui kondisi Win yang sesungguhnya.

***

"Saya Bapaknya Win, Bu Guru" seorang lelaki paruh baya mengulurkan tangan memperkenalkan diri sebagai Ayah Win.

Dari beliau kami akhirnya tahu bahwa waktu kecil sampai sekira kelas 4 SD Win sering tiba-tiba kejang. Bahkan pernah ia jatuh dari sepeda dan ditolong orang akibat penyakitnya itu. Tapi setelah kelas 4 jarang kambuh, beberapa kali kejang tapi tak sesering dulu.

" Dulu sudah diobatkan di puskesmas kok, Bu Guru" kata Bapaknya

"Kok ndak ke RSUD mawon to Pak?" tanya saya

"Ndak ada biayanya Bu Guru, dari sini kesana itu jauh"

"Pak, Bapak bisa matur pak lurah supaya bisa dibantu transport untuk mengobatkan Win ke RSUD pak, puskesmas itu kan alatnya terbatas" saran saya. "Melihat kondisi Win yang seperti itu kuatirnya akan berdampak pada kejiwaannya. Sudah gadis pak, nanti malu kalau tidak diobatkan. Diobatke nggih, Pak"

Bapaknya mengangguk-angguk paham dan berjanji akan membawa Win berobat ke RSUD. Saya beri himbauan agar sementara waktu sampai Win medapat penanganan dari dokter spesialis bapaknya mengantar jemput, tidak membiarkan Win naik sepeda sendiri ke sekolah. Lagi-lagi beliau mengangguk, semoga Win lekas sehat. Doa saya dalam hati.

***

Saya kira setelah peristiwa mengompol di kelas itu Win bakal nggak masuk sekolah karena malu. Ternyata tidak, Win tetap datang ke sekolah tepat waktu. Duduk di bangku paling depan dan masih sering duduk didepan ruang BK memandangi lalu lalang temannya. Dengan pendekatan personal lambat laun Win mulai bisa mengungkapkan perasaannya, terkadang juga curhat ke saya mengenai banyak hal. Ternyata sakitnya dulu mengikis banyak rasa percaya dirinya. Bapak Ibu Guru juga memahami kondisi Win, kami semua bahu membahu membuat Win nyaman berada di sekolah.

Semenjak Bapaknya membawa Win berobat secara rutin ke dokter spesialis, berangsur-angsur Win mulai menunjukkan kemajuan akan kesehatannya. Naik kelas 8 sudah tidak pernah kejang dan ngompol lagi. Sampai hari kelulusan tiba, Win berhasil menyelesaikan pendidikan dasar dengan baik dengan segala keterbatasannya.

Sayapun banyak belajar dari Win, dengan segala keterbatasannya tetap memiliki semangat belajar yang tinggi.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun