Mohon tunggu...
Novi Dwi Azhar
Novi Dwi Azhar Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Student of Accounting Department on State Polytechnic of Pontianak, An optimistic, highly indvidualism, rules breaker, creative, flexible, untamed, unpredictable, the man who always follows his instinct.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

PBB dan Kesadaran Masyarakat Sebagai Wajib Pajak

2 April 2012   07:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:08 8408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pajak merupakan salah satu unsur penting dalam keuangan pemerintah. Pajak juga merupakan salah satu sumber pendanaan pemerintah yang akan digunakan untuk membiayai infrastruktur negara maupun daerah serta untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan lainnya untuk pembangunan bangsa.

Salah satu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah sebagai pendapatan asli daerah adalah pajak bumi dan bangunan. Pajak bumi dan bangunan adalah pajak yang dikenakan atas harta tak bergerak yang terdiri dari tanah dan bangunan yang dimiliki oleh wajib pajak. Subjek Pajak Bumi dan Bangunan / PBB adalah orang pribadi atau badan yang menikmati, memanfaatkan atau memiliki obyek pajak berupa tanah dan atau bangunan tersebut (Pemilik atau Penyewa).

Permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah dalam hal pemungutan atas pajak bumi dan bangunan adalah asas keadilan terhadap penetapan nilai jual objek pajak, wajib pajak menilai bahwa metode yang digunakan untuk menilai nilai jual objek pajak tidak mencerminkan nilai wajar sehingga nilai jual objek pajak menghasilkan nilai wajar yang besar dan hal ini juga mengakibatkan semakin besar pula pajak yang akan ditanggung oleh wajib pajak atas bumi dan bangunan. Besarnya pajak yang akan ditanggung oleh wajib pajak inilah yang menyebabkan rendahnya kesadaran wajib pajak untuk melaporkan perubahan atas tanah dan bangunan.

Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) merupakan dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan, oleh karena itu dalam penetapannya  harus mencerminkan rasa keadilan bagi masyarakat, agar besaran pajak yang dikenakan sesuai dengan keadaan objek pajak yang sebenarnya, sama dengan kondisi yang ada di lapangan. Permasalahannya adalah bagaimana agar keadilan dalam penetapan Nilai Jual Objek Pajak dapat terlaksana sehingga  masyarakat rela membayar sesuai dengan nilai pajak yang ditetapkan.

Komponen dalam penetapan Pajak Bumi dan Bangunan adalah penilaian terhadap Objek Pajak Bumi (Tanah) dan atau Bangunan. Penilaian Objek Pajak Bumi/Tanah pada dasarnya adalah proses penetapan nilai bumi/tanah yang diperoleh dari harga transaksi/jual beli yang terjadi secara wajar dalam artian bahwa harga transaksi tersebut mencerminkan harga normal yang terjadi.

Dalam proses penetapan nilai bumi/tanah, penentuan nilai ditentukan berdasarkan posisi relatif objek pajak dengan pengertian bahwa posisi objek pajak adalah benar di lokasi jalan yang bersangkutan sehingga akan diketahui nilai relatif pada satu zona atau kawasan tertentu.

Metode yang umumnya digunakan adalah dengan melakukan pendekatan penilaian terhadap nilai jual objek pajak. Pendekatan dalam menentukan nilai jual objek pajak umumnya terdiri atas tiga metode yaitu:

a.Pendekatan data pasar (Market data approach), yaitu suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara membandingkan dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya. Umumnya digunakan untuk menentukan nilai jual objek pajak bumi atau tanah.

b.Pendekatan biaya/nilai perolehan baru (cost approach), yaitu suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek tersebut. Umumnya digunakan untuk menentukan nilai jual objek pajak bangunan.

c.Pendekatan pendapatan/nilai jual pengganti (income approach), yaitu suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu objek pajak yang berdasarkan pada hasil produksi objek pajak tersebut. Umumnya digunakan untuk menentukan nilai jual objek pajak sektor perkebunan, perhutanan, perhotelan, perdagangan dan lain-lain.

Metode penilaian nilai jual objek pajak umumnya menggunakan dua cara yaitu:

a.Penilaian Massal (Mass Appraissal):

-NJOP bumi dihitung berdasarkan Nilai Indikasi Rata-rata (NIR) yang terdapat pada setiap Zona Nilai Tanah (ZNT).

-NJOP bangunan dihitung berdasarkan Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB) dikurangi dengan biaya penyusutan fisik.

-Perhitungan penilaian massal dilakukan berbasis komputer.

b.Penilaian Individu (Individual Appraissal):

-Metode penilaian suatu objek pajak untuk masing-masing objek pajak yang bersifat unik/khusus.

-Diterapkan untuk objek khusus yang bernilai tinggi atau keberadaannya mempunyai sifat khusus seperti: jalan tol, pelabuhan laut/sungai/ udara, lapangan golf, industri semen/pupuk, PLTA, PLTU, PLTG, pertambangan, tempat rekreasi, rumah mewah, pompa bensin, PBB sektor perkebunan, perhutanan, pertambangan, dan lain-lain.

Bangunan menurut Undang-undang Pajak Bumi dan Bangunan, adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan. Proses penentuan nilai bangunan pada umumnya menggunakan nilai perolehan baru.

Nilai perolehan baru, adalah suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual suatu obyek pajak dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh obyek tersebut pada saat penilaian dilakukan, yang dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik obyek tersebut.

Pendekatan ini didasarkan pada prinsip bahwa seseorang yang mempunyai pengetahuan di dalam membangun suatu properti, tidak akan sudi membeli suatu properti yang lebih tinggi daripada biaya untuk membangun properti tersebut.

Jenis penggunaan bangunan yang berbeda seperti rumah sakit, hotel, kantor, rumah, pabrik dan lain sebagainya memerlukan cara penilaian yang berbeda pula karena komponen untuk membangun antara bangunan yang satu dengan bangunan lainnya berbeda, sehingga petugas penghitung pajak dituntut untuk memahami secara utuh proses penentuan nilai bangunan tersebut.

Disamping itu bangunan yang baru tentu berbeda dengan bangunan yang lama disebabkan adanya faktor penyusutan yang akan mempengaruhi nilai bangunan. Dengan memaknai filosofi di atas serta penetapan yang sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku diharapkan akan menciptakan rasa persamaan dan kesamaan sehingga akan meningkatkan kemampuan dan kemauan bayar Wajib Pajak.

Persiapan sumber daya manusia, regulasi daerah  serta sarana dan prasarana sistem pada pemerintah daerah yang dilakukan dengan efektif dan efisien akan memperlancar peralihan dan penerapan Pajak Bumi dan Bangunan. Dengan demikian pendapatan daerah akan lebih meningkat dalam  mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Persiapan sumber daya manusia adalah persiapan para petugas pajak yang lebih proaktif dan melakukan survei ke lapangan yang akan menilai besarnya objek pajak yang terutang oleh wajib pajak, dalam hal ini pihak pemerintah (fiskus) sebagaimana yang diketahui pajak bumi dan bangunan adalah pajak yang sistem pemungutannya menganut Official Assessment System di mana pajak dipungut langsung oleh pemerintah. Pajak yang dipungut membutuhkan kontribusi dari masyarakat yaitu kesadaran rakyat untuk melaporkan perubahan tanah dan bangunan yang dimiliki.

Berdasarkan peraturan dirjen Pajak Nomor PER -70/PJ/2010 mengenai pemeriksaan pajak bumi dan bangunan menetapkan bahwa Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan Pemeriksaan dengan tujuan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban PBB dan/atau tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Pemeriksaan dilakukan pada KPP Pratama oleh tim Pemeriksa. Tim Pemeriksa sebagaimana dimaksud terdiri dari 1 (satu) orang ketua tim dan 1(satu) orang atau lebih anggota tim. kegiatan Pemeriksaan didokumentasikan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan, sebagai dasar pembuatan LHP PBB. LHP PBB digunakan untuk membuat Nota Penghitungan sebagai dasar penerbitan:

a.Surat Ketetapan Pajak, apabila ternyata jumlah pajak yang terutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh Wajib Pajak;

b.Keputusan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PBB yang berupa:

-Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran, apabila jumlah PBB yang dibayar ternyata lebih besar dari yang seharusnya terutang;

-Surat Pemberitahuan, apabila jumlah PBB yang dibayar sama dengan jumlah PBB yang seharusnya terutang;

-Surat Ketetapan Pajak, apabila jumlah PBB yang dibayar ternyata kurang dari jumlah PBB yang seharusnya terutang.

Kembali kepada permasalahan penetapan nilai jual objek pajak, nilai jual objek pajak harus menganut asas keadilan di mana pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak, tetapi dalam beberapa kasus yang dipandang dari perspektif masyarakat terhadap penentuan nilai jual objek pajak masyarakat menginginkan NJOP yang rendah, tetapi manakala ditujukan untuk tujuan ganti rugi, maka masyarakat tidak mau menggunakan NJOP karena dianggap terlalu rendah nilainya. Selain itu masyarakat juga menuntut keadilan terhadap pemerintah, misalnya lahan tanah yang tidak produktif, tidak ada irigasi, atau gagal panen dikenai pajak. Rakyat di bawah garis kemiskinan pun dikenai pajak

Penetapan NJOP diatur agar wajib pajak dapat mengurangi besarnya biaya pajak atas tanah dan bangunan. Akan tetapi ada kalanya masalah NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) ini memberatkan, misalnya ketika melakukan transaksi jual beli rumah yang harganya sudah sah dengan pembeli dalam transaksi tersebut ternyata NJOP lebih besar dari harga jual rumah itu sendiri. Ini mengakibatkan kewajiban yang harus dibayar melebih dari kewajiban seharusnya, ini sama dengan negara melakukan perampokan pada warga negaranya atas nama undang-undang.

Pajak itu tidak bisa di target hasilnya, karena pajak itu bukan produksi negara, akan tetapi kewajiban warga negara pada negara, yang didasarkan pada persentase atau ketetapan pada hasil produktivitas setiap warganya  Jadi, seharusnya berapa pun hasil pajak yang diterima, itulah hasil pendapatan pajak negara. Jika hasil tersebut di target, maka ketika target tersebut tercapai, sisanya akan dimanipulasi karena telah melebihi target.

Penetapan nilai jual objek pajak yang baik adalah harus mencerminkan nilai keadilan dan tidak memberatkan berbagai pihak terutama adanya tidak diskriminatif bagi masyarakat terutama masyarakat tidak mampu. Penetapan nilai jual objek pajak harus disesuaikan dengan kondisi tanah serta bangunan yang dikuasai oleh wajib pajak. Aspek penting yang dinilai adalah manfaat yang diperoleh oleh wajib pajak atas kepemilikan tanah dan bangunan, semakin produktif maka semakin besarlah nilai jual objek pajak yang dikenakan atas objek pajak sebab atas dasar manfaat, wajib pajak memperoleh manfaat yang besar dari kepemilikan tanah dan bangunan sedangkan bagi wajib pajak yang kurang mendapat atau tidak memperoleh sama sekali manfaat atas kepemilikan tanah dan bangunan, nilai jual objek pajak harusnya ditetapkan lebih kecil atau tidak sama sekali dipungut pajak.

Pajak Bumi dan Bangunan untuk membangun daerah dalam suatu Negara harus didasarkan pada perekonomian yang riil dan berkesinambungan agar pembangunan yang di cita-citakan bangsa ini cepat tercapai, peran pajak bumi dan bangunan daerah sangat vital dan dapat mengembalikan uang tersebut ke daerah untuk pembangunan dan pemberdayaan daerah itu sendiri.

Melihat bertapa pentingnya Pajak Bumi dan Bangunan dalam membangun daerah yang sangat potensial, maka diperlukan strategis dalam pemungutannya lapangan, karena sering sekali para wajib pajak tidak taat membayar pajak. Hal tersebut di akibatkan para wajib pajak sering melihat hantu koruptor di lembaga tersebut dan penerapan NJOP yang tidak adil sehingga menguntungkan beberapa pihak saja.

Dalam hal pembangunan daerah maka diperlukan kesadaran dalam membayar pajak bumi dan bangunan agar pembangunan daerah melalui pajak bumi dan bangunan cepat terealisasi dengan baik, dan paling tidak daerahpun dapat meningkatkan kemampuan dan kemandirian dengan pendapatannya sendiri.


Berdasarkan pembahasan masalah mengenai keadilan penetapan nilai jual objek pajak bagi wajib pajak dan kesadaran wajib pajak dalam melaporkan perubahan tanah dan bangunan, maka penulis memberikan saran:

1.Penentuan nilai jual objek pajak harus mencerminkan azas keadilan bagi wajib pajak. Azas keadilan tersebut ialah dengan menetapkan nilai jual objek pajak sesuai dengan manfaat yang diperoleh oleh wajib pajak sehubungan dengan kepemilikan atas tanah dan bangunan. Semakin besar manfaat yang diperoleh maka semakin besar nilai objek pajak yang ditetapkan, penetapan nilai jual harus tetap menggunakan metode yang berlakusesuai dengan Peraturan Dirjen Pajak No. PER-60/PJ/2010 tentang tata cara penetapan nilai jual objek pajak sebagai dasar pengenaan pajak bumi dan bangunan, dan apabila semakin kecil atau tidak diperolehnya manfaat atas kepemilikan tanah dan bangunan maka semakin rendah nilai jual objek pajaknya sehingga pajak yang ditanggung lebih kecil atau pembebasan terhadap wajib pajak yang kurang memperoleh manfaat dan termasuk golongan masyarakat tidak mampu.

2.Pemerintah melakukan survei dan sensus data kelapangan untuk menilai langsung tanah dan bangunan yang seharusnya wajibdilaporkan oleh wajib pajak.

3.Pajak ialah iuran wajib yang diatur dalam undang-undangdari masyarakat kepada pemerintah, oleh karena itu seharusnya wajib pajak wajib untuk melakukan pembayaran pajak untuk kelancaran pembangunan daerah.

4.Perbaikan tarif pajak terhadap nilai jual objek pajak yang memiliki nilai sangat besar.

5.Penyesuaian terhadap batas Nilai jual objek tidak kena pajak bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah.

6.Pemberian sanksi atas pelanggaran pajak yang diberikan diberlakukan secara umum sesuai dengan berat ringannya pelaksanaan.

7.Pemerintah harus lebih gencar lagi melakukan promosi dan ekstensifikasi terhadap urgensi pembayaran pajak bumi dan bangunan, walaupun sudah banyak promosi yang dilakukan oleh pemerintah melalui media dengan slogannya hari gini belum bayar pajak, apa kata dunia”.

8.Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu.

Sumber: Makalah Penelitian Tugas Akhir Mata Kuliah ASP Pribadi

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun