Mohon tunggu...
Novi De
Novi De Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Aktif

Novi De merupakan salah satu penulis yang menunaikan ibadah terpanjangnya dalam kata-kata. Memiliki hobi traveling, makan, dan mencintai dirinya sendiri lebih dari apapun. Aktif sebagai penulis sejak tahun 2018 dan mari berkenalan lebih lanjut melalui instagram @Novidee._

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Haruskah Shinta Membagi Hati untuk Rahwana?

8 Februari 2023   09:17 Diperbarui: 8 Februari 2023   09:24 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengapa yang tulus kau sia-siakan, sementara yang kau puja justru mengantarkanmu secara tega menuju api kesucian-Sabda Rahwana

Siapa yang tidak mengenal kisah panjang dari pewayangan Rama Shinta simbol keabadian sepasang kekasih yang penuh gelora dan ombak asmara. Kisahnya abadi dalam sejarah dan menjadi ribuan kajian untuk dianalisis dari berbagai macam sudut pandang. Begitulah Sri Rama mengukir kisah cintanya dalam bingkai keelokan yang berbuntut panjang. Namun adakah yang sudah tahu di balik sisi keharmonisan dan kemelut mesra sepasang simbol keabadian itu ada sebongkah hati yang dipaksa membeku, dipatahkan, bahkan tidak diberikan kesempatan untuk hidup apalagi tumbuh?

Dia-lah Rahwana yang angkara murka, orang-orang membencinya perihal watak bengisnya dan rupa yang tak elok dipandang. Ketika firman Tuhan mengatakan bahwa setiap manusia pasti akan hidup berpasang-pasang lantas mengapa Rahwana harus mendamba sosok di dalam tubuh yang haram baginya untuk dimiliki? Ketika Al kitab membunyikan masing-masing yang bernyawa berhak hidup dan melanjutkan kehidupan lantas mengapa Rahwana harus lebur dalam tikaman hanoman hanya karena kesalahan memperjuangkan cinta sejatinya?

Rahwana menculik Shinta bertahun-tahun lamanya, ia mengurusnya di istana kembang penuh cinta. Tidak ada kekejaman bahkan sedikit perlakuan yang menggores kulit mulus Shinta. Setiap malam Rahwana berkunjung dan bertanya, apakah ada sedikit sisa di ruang hati Shinta untuk menaruh namanya Rahwana. Bagaimana jawabnya? Shinta tidak sudi membagi hati dan mendua dari kekasih hatinya. Hingga berlanjut hingga bermalam-malam dari tahun ke tahun Rahwana menyambangi dan mengulang pertanyaan untuk kesekian kali. Kalau memang penculikan Shinta yang dilakukan Rahwana atas dasar nafsu bukan ketulusan cinta yang murni, mungkin saja Shinta sudah kehilangan martabatnya sebagai perempuan di detik pertama kali sampainya di Alengka. Namun apa yang terjadi? Rahwana menghormati Shinta layaknya ratu, ia tak menyentuh bahkan hasratnya memuncak sekalipun. Begitukah yang disebut kekejaman yang hina, wahai puan?

Lalu bagaimana dengan Shinta apakah luluh dengan perlakuan Raja Alengka sementara sang suami belahan hatinya sedikitpun tidak mencari bahkan diujung kecemasan yang menghampiri, apakah Rama masih mengingatnya atau sudah terlalu sibuk dengan selir-selirnya? Shinta yang malang hanya menjawab pertanyaan Rahwana dengan tenang, "Engkau tidak bersalah wahai Raja Alengka hanya saja waktu tidak mampu berkuasa di atas kita. Pantang bagiku seorang perempuan menodai kepercayaan lelaki dan belas kasih pula hatiku melihat ketulusanmu. Engkau Raja yang baik dengan perlakuanmu kepadaku akan tetapi bukan berarti kau harus hidup dan nyala di hatiku"

Apakah kemudian Rahwana marah? tentu tidak. Kemarahannya memuncak ketika segerombolan kera menggusur istananya dan ingin merebut ratu di hatinya. Segerombolan kera itu dipimpin oleh Hanuman yang mengkin kini ia menyesal karena sudah membawa Shinta untuk Rama yang pada akhirnya di sia-sia kan. Hal yang menjadikan Rahwana hancur dan lebur, ketika Shinta berhasil dibawa oleh Rama kemudian selang beberapa bulan kesuciannya diragukan? Bagaimana mungkin seorang suami yang katanya sumber keabadian dan cinta sejati masih meragukan kesetian kekasihnya setelah bertahun-tahun tertawan tanpa kepastian? bagaimana mungkin tunduhan itu dilayangkan atas rasa curiga dan ketidakpercayaan? Hati perempuan mana yang tidak koyak dan menggelegar? Apakah tidak cukup sumpah kesetiaan sampai Rama meminta Shinta untuk peristiwa obong melebur dengan api kesucian?

Bukan perkara Shinta yang selamat dari peristiwa Obong di api suci akan tetapi perkara martabat dan marwah seorang perempuan yang dijatuhkan di hadapan rakyatnya dengan curiga yang disematkan suaminya sendiri. Lantas haruskan Shinta berputar arah dan membagi hati untuk Rahwana?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun