Mohon tunggu...
novicahyoprabowo
novicahyoprabowo Mohon Tunggu... Konsultan - Analis Kebijakan Visioner | Kreator Kata Inspiratif | Arsitek Konten Digital | Penasihat Strategis Inovatif | Pencari Pengetahuan Sejati

Saya adalah profesional berpengalaman di bidang tata kelola, manajemen risiko, kepatuhan, dan pengawasan internal. Saya meraih gelar Sarjana Ekonomi dengan spesialisasi Akuntansi dari Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2007. Sejak tahun 2011, saya menjabat sebagai Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) di Inspektorat Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam peran ini, saya bertanggung jawab untuk memastikan akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan daerah, serta menerapkan praktik terbaik dalam tata kelola pemerintahan. Sebelumnya, saya memiliki pengalaman sebagai Akuntan Publik di Kantor Akuntan Publik Hertanto, Sidik dan Rekan di Jakarta pada tahun 2009, di mana saya terlibat dalam audit dan konsultasi keuangan. Pada tahun 2010, saya berkontribusi sebagai Tim Konsultan di PT Pertamina Persero Tbk, Jakarta, dengan fokus pada penanganan transaksi backlog dalam Sistem Informasi ERP (SAP). Pengalaman ini memperkuat kemampuan saya dalam mengelola proyek yang kompleks dan meningkatkan efisiensi operasional. Selain itu, saya juga pernah bekerja di Harian Rakyat Merdeka, bagian dari Jawa Pos Group, di mana saya terlibat dalam tiga divisi: Penerbitan Buku, Majalah, dan Percetakan, yang memberikan saya wawasan luas tentang industri media. Saat ini, saya berperan sebagai Konsultan Manajemen Risiko di Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN), di mana saya mendukung pengembangan Ibu Kota Baru Indonesia. Dengan kombinasi pengalaman yang luas dan keahlian yang mendalam, saya berkomitmen untuk memberikan kontribusi signifikan dalam meningkatkan tata kelola dan kepatuhan di sektor publik, serta mendorong inovasi dan efisiensi dalam setiap proyek yang saya tangani.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kesadaran dan Penderitaan: Refleksi tentang Kemanusiaan dan Tanggungjawab

24 Desember 2024   22:46 Diperbarui: 24 Desember 2024   22:46 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Dalam perjalanan hidup saya, saya sering merenungkan berbagai isu penting yang menyentuh inti dari pengalaman manusia: penderitaan, kesadaran, dan tanggung jawab kita terhadap satu sama lain. Dalam konteks dunia yang semakin kompleks dan berbahaya, pertanyaan-pertanyaan ini menjadi semakin relevan.

Penderitaan sebagai Bagian dari Kesadaran

Saya percaya bahwa penderitaan adalah bagian integral dari kesadaran kita. Penderitaan bukan hanya pengalaman individu, tetapi merupakan pengalaman kolektif umat manusia. Dunia adalah refleksi dari diri kita sendiri; "Dunia adalah saya, saya adalah dunia." Namun, kita sering kali terjebak dalam pembagian yang tidak perlu, seperti identitas nasional atau agama, yang mengaburkan kesadaran akan kesatuan kita sebagai manusia.

Banyak orang terjebak dalam ilusi bahwa penderitaan mereka adalah unik dan terpisah dari penderitaan orang lain. Hal ini menciptakan perpecahan dan menghalangi kita untuk melihat bahwa penderitaan adalah pengalaman universal. Ketika kita menyadari bahwa penderitaan adalah bagian dari pengalaman manusia secara keseluruhan, kita mulai mempertanyakan apa sebenarnya penderitaan itu.

Pendidikan dan Tanggung Jawab

Dalam konteks ini, pendidikan menjadi sangat penting. Namun, saya mengkritik sistem pendidikan yang ada, yang sering kali hanya berfokus pada akumulasi pengetahuan tanpa mengajarkan pemahaman yang lebih dalam tentang diri dan hubungan kita dengan orang lain. Pendidikan seharusnya membekali individu dengan kemampuan untuk memahami dan mengatasi penderitaan, bukan hanya mempersiapkan mereka untuk berkompetisi dalam masyarakat.

Sejarah umat manusia sering kali didominasi oleh perjuangan untuk bertahan hidup, baik sebagai individu maupun kelompok. Hal ini mengarah pada perang yang berkepanjangan dan ketidakamanan yang terus-menerus. Semua masalah ini adalah hasil dari pola pikir yang tidak lengkap, di mana individu mengidentifikasi diri mereka dengan kelompok, menciptakan ilusi pemisahan.

Kecerdasan dan Cinta

Saya percaya bahwa kecerdasan sejati tidak dapat muncul dari pikiran yang terjebak dalam ilusi. Kecerdasan adalah kemampuan untuk melihat dengan jelas dan memahami hubungan kita dengan orang lain dan dunia di sekitar kita. Tanpa cinta dan kasih sayang, kecerdasan tidak dapat berfungsi dengan baik. Kita tidak dapat berbelas kasih jika kita terikat pada ide-ide atau keyakinan yang membatasi.

Dalam tradisi tertentu, ada konsep tentang sosok yang melambangkan kasih sayang dan komitmen untuk menyelamatkan umat manusia. Meskipun ide ini terdengar indah, kenyataannya adalah bahwa banyak orang tidak akan melakukan apa pun yang tidak nyaman atau tidak memuaskan bagi mereka.

Menghadapi Ilusi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun