Universitas negeri malang,Malang Indonesia
novviarsthi@gmail.com
Sri untari
Universitas negeri malang,Malang Indonesia
Abstrak
Kasus perundungan atau bullying di sekolah merupakan masalah serius yang berdampak buruk pada perkembangan siswa, baik secara fisik maupun psikologis. Penelitian ini bertujuan untuk mengedukasi siswa SDN Solerejo 1, Dau, Malang, tentang bahaya bullying dan pentingnya penerapan nilai-nilai Pancasila melalui gerakan anti-bullying. Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini menggunakan  pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa observasi partisipasi, wawancara, kuesioner, dan dokumentasi.
      Proyek ini melibatkan sosialisasi tentang berbagai bentuk bullying (fisik, verbal, sosial, dan cyberbullying), serta pemahaman mengenai nilai Pancasila seperti menghargai perbedaan dan menciptakan solidaritas. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan signifikan dalam pemahaman siswa mengenai bullying, dengan mereka lebih sadar akan dampak negatif yang ditimbulkan. Aktivitas seperti pemutaran video edukasi, diskusi interaktif, dan sesi refleksi efektif dalam membangun kesadaran dan empati siswa.Selain itu, keterlibatan orang tua dan guru dalam mendukung implementasi nilai-nilai yang diajarkan memperkuat dampak jangka panjang dari program ini. Secara keseluruhan, proyek ini berhasil menciptakan lingkungan belajar yang lebih positif, inklusif, dan bebas bullying, serta membantu siswa mengembangkan karakter yang lebih peduli, saling menghormati, dan siap menghadapi tantangan sosial dengan sikap positif.
Kata Kunci:Bullying, Pancasila, edukasi, sekolah, karakter, lingkungan belajar.
1. Pendahuluan                Â
Pembullyan di sekolah menjadi masalah serius di Indonesia. Berdasarkan survei dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), kasus kekerasan di sekolah meningkat secara signifikan sejak tahun 2020, dengan jumlah kasus meningkat dari 91 pada tahun 2020 menjadi 285 pada tahun 2023. Data ini menunjukkan peningkatan yang drastis dalam kasus perundungan di lingkungan pendidikan. Data yang diperoleh dari Survei Nasional Pencegahan Kekerasan terhadap Anak (SNPKA) yang dilakukan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) pada tahun 2018 menunjukkan bahwa sekitar 70% anak di Indonesia pernah menjadi korban kekerasan atau perundungan di lingkungan sekolah. Survei lain dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 2020 juga mengungkapkan bahwa hampir 50% siswa di Indonesia mengaku mengalami kekerasan fisik atau verbal di sekolah. Kasus-kasus ini menunjukkan betapa seriusnya masalah perundungan yang terjadi dalam lingkungan pendidikan, yang memerlukan perhatian dan tindakan yang lebih intensif.
Pembullyan di sekolah memiliki dampak yang sangat merugikan bagi korban. Selain luka fisik, korban sering mengalami trauma psikologis yang dapat berdampak pada kesejahteraan mental dan emosional mereka seperti depresi, kecemasan, bahkan risiko bunuh diri. Pembullyan juga dapat menghambat proses belajar mengajar, mengurangi motivasi siswa, dan bahkan dapat menyebabkan korban bunuh diri. Secara sosial, perilaku perundungan dapat memperburuk iklim sekolah dan menciptakan ketegangan antar sesama siswa, yang pada akhirnya berpengaruh negatif terhadap produktivitas dan kualitas pendidikan secara keseluruhanSelain itu, lingkungan sekolah yang tidak aman dapat mempengaruhi kesejahteraan seluruh siswa, termasuk pelaku dan saksi.