Duchess Elvira juga menambahkan kalimat suaminya. "Ya, itu benar Seri. Bibimu telah pergi dengan hati yang lapang."
"Lalu, apakah.. mulai sekarang Saya boleh mengambil satu tanggung jawab di rumah ini? Hmm, maksud Saya.. Bagaimana jika Saya melakukan pekerjaan Bibi Matilda?"
"Ah, tidak tidak!" jawab Nivea sambil mengibaskan tangannya. "Kau bisa menjadi pelayan pribadiku."
"Ya, itu ide yang bagus! Aku setuju." timpal Duchess Elvira. "Bagaimana, Eduardo? Apa kau setuju?"
"Hmm, baiklah! Tapi, apa kau bersedia untuk itu, Seri?"
Seri mengangguk, "Tentu, Tuan! Tentu dengan senang hati Saya bersedia melayani Nona Nivea." dengan senyuman tulus Seri menutup kalimatnya.
Seri melalui hari-harinya yang baru dengan penuh sukacita. Ia melakukan segalanya dengan sempurna, melayani keperluan Nivea dan kerap mendampingi gadis itu bepergian.
Begitu banyak hari yang mereka lewati bersama, ada banyak cerita, tawa dan haru mewarnai masa remaja mereka. Ada ikatan tersendiri, yang lebih dari sekedar pelayan dan nonanya. Mereka bersahabat, dan saling mengasihi.
Seri selalu mengatakan hal-hal yang membuat Nivea merasa lebih tenang, tiap kali Nivea yang keras kepala itu terlibat perdebatan dengan ayahnya.
Dari lubuk hatinya yang terdalam, Seri juga sangat bahagia ketika akhirnya Nivea menikah dengan lelaki pilihannya sendiri. Hari itu, di hari pernikahan Nivea, Seri berdoa di gereja. Di dalam hatinya ia memohon agar kelak dipertemukan dengan belahan jiwanya.
Dan suatu ketika, doa itupun terjawab. Satu hari di musim gugur, siang itu Seri sedang menjaga toko roti milik Nivea, seorang pemuda melangkah masuk dan berhasil mencuri perhatiannya.