Irma namanya, gadis ceria dengan rambut panjang berkilau yang selalu menjadi pusat perhatian. Senyum yang menawan dan sifatnya yang ramah membuatnya disukai banyak orang. Tak terkecuali Dika, sahabatnya sejak kecil.
Selama ini Dika selalu ada untuk Irma, ia sangat mengenal bagaimana Irma, ia mengetahui setiap suka dan duka gadis itu. Namun, Dika ragu untuk mengungkap perasaannya sebab ia tak ingin merusak persahabatan mereka.
Di lain sisi ada Rama, seorang siswa baru dengan kharisma dan tatapan mata yang dalam, telah berhasil mencuri hati Irma. Sosok Rama sangatlah berbeda dengan Dika. Rama terkesan lebih dewasa dan tampak dipenuhi rahasia. Hal itulah yang membuat Irma tertarik pada sisi misterius Rama.
Suatu ketika Irma, Dika, dan Rama pergi berkemping dengan teman-teman sekelasnya. Di tengah indahnya pemandangan alam, perasaan Irma terasa rumit. Ia bingung harus berada di dekat siapa saat ini, Dika ataukah Rama.
"Irma, lo cocok banget pakai sweater itu. Keren!" puji Rama, yang tiba-tiba sudah duduk di samping Irma.
"Makasih Ram.."
"Gue senang bisa duduk di sini, bareng lo.. cewek populer di sekolah. Hehehe." seraya tersenyum dan jemarinya memetik pelan senar gitar di pangkuannya.
Dika yang mendengar percakapan mereka merasa cemburu, tapi ia berusaha menyembunyikannya.
Malam semakin larut, suasana di sekitar api unggun semakin hangat. Irma dan Dika duduk berdampingan bersama dengan teman-teman yang lain, semua saling berbagi cerita dan tawa.
"Irma, gue harus jujur sekarang." ucap Dika berbisik. "Gue udah lama suka sama lo, lebih dari sekedar sahabat."
Irma terdiam, gemuruh di hatinya meronta. Ia tak menyangka Dika akan mengatakan hal itu.
"Gue tau ini sulit, tapi gue harap lo bisa ngerti perasaan gue." lanjut Dika.
Irma menatap Dika dalam-dalam, "Thanks Dik! Makasih buat perasaan itu. Tapi....."
Sebuah teriakan menghentikan kalimat yang hendak diucapkan Irma. Mereka semua pun berlari menuju sumber suara hingga akhirnya mereka menemukan Rama yang terluka di bagian kepalanya.
"Rama!" teriak Irma menyaksikan Rama yang tidak sadarkan diri.
Irma, Dika dan beberapa teman lain membawa Rama ke rumah sakit. Selama perjalanan, Irma terus menggenggam tangan Rama dan berharap agar Rama baik-baik saja.
Setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit, akhirnya Rama sadarkan diri ketika Irma sedang berkunjung ke kamarnya.
"Makasih Ir, pasti lo dan yang lain jadi repot gara-gara gue."
"Udah lah Ram, ngga apa-apa. Gue senang lo udah sadar. Tapi sebenarnya, lo ngapain pergi sendiri ke arah sana? Sampai akhirnya lo terluka begini."
Rama menghela nafas, "Sebenarnya.. gue ngejar Maya. Dia ngambek dan mau pulang sendirian."
"Ngambek?" tanya Irma mengernyitkan dahinya.
"Iya. Sebenarnya juga.. gue sama Maya udah dijodohin. Gue pindah ke sekolah kita karena nyokap gue nyuruh gue jagain Maya. Maya itu anak almarhum sahabat nyokap gue."
Irma hanya dapat terdiam mendengarnya. Hatinya hancur. Gadis itu menyesal karena sudah jatuh hati kepada Rama. Ia pun memutuskan untuk mulai menjauh dari Rama, dan memikirkan perasaan Dika terhadapnya. Sampai akhirnya Irma memutuskan untuk tetap bersahabat saja dengan Dika. Mungkin sampai luka hatinya benar-benar sembuh.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H