Mohon tunggu...
Novia Respati
Novia Respati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausaha

Senang menulis dan memasak 😊

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Arisan di Rumah Bu Ambar

8 Juni 2024   07:18 Diperbarui: 8 Juni 2024   07:37 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: pexels.com

Pagi menjelang siang hari itu, Desy yang sedang bersantai di depan TV dihampiri oleh eyangnya. Beliau mengajak Desy untuk ikut dengannya menghadiri acara arisan para istri pensiunan angkatan udara.

Setelah berpikir sekian detik, akhirnya wanita yang masih melajang di usia 34 tahun itu mengiyakan ajakan sang eyang putri. Lantas sore itu juga keduanya berangkat ke lokasi arisannya diadakan.

Sampai di sana, terlihat baru beberapa orang saja yang datang. Eyang dan Desy lantas menyapa Bu Ambar sebagai nyonya rumah. Mereka pun berbincang sambil duduk di kursi-kursi tamu yang telah disediakan.

Tak lama kemudian, Desy memohon izin untuk ke kamar kecil. Lantas dari tempatnya, Bu Ambar menunjukkan pada Desy arah menuju kamar kecil.

Dengan sedikit menunduk, Desy berjalan melintasi pintu selasar samping rumah itu. Namun, tak disangka ia harus bertabrakan dengan seorang lelaki yang tampak masih sebaya dengannya.

"Aduh! Gimana sih??!" gerutu Desy yang belum juga mendongakkan wajahnya.

"Lho, Mbaknya yang nabrak saya. Kok jadi galakan situ?!"

Desy mendongakkan kepala, dalam sekejap kedua matanya terbuka lebar. "Oh.. elo! Pantesan aja kurang ajar sama perempuan."

"Eh, eh.. Berisik lo! Ngapain lo di rumah gue?"

"Ini rumah lo? Jangan bilang kalau lo anaknya Bu Ambar!"

"Iya emang gue anaknya. Lo ikut arisan Des?"

"Kepo lo! Ah, nyesel gue ikut eyang ke sini. Ketemu orang tengil kayak lo!"

"Lo kira gue seneng ketemu lo?" kedua orang itu malah saling melempar pandangan sinis. "Tapi ngomong-ngomong, anak lo berapa sekarang?"

Dalam hitungan detik Desy terdiam, lalu kemudian menggeleng.

"Wah, gue tau nih. Jangan-jangan lo belum nikah ya? Hahaha.. Makanya jangan judes-judes! Ternyata lo belum berubah ya Des. Dari kita SMP sampai sekarang, masih judes aja."

"Stop, stop! Nyerocos aja lo. Lo sendiri emangnya udah punya anak berapa? Sombong bener!"

"Gue? Ya.. sama sih sama lo. Belum nikah. Hahaha.." sembari tertawa, lelaki yang bernama Kris itu pergi meninggalkan Desy yang masih termangu heran di sana.

Wanita itu memaki dan menggerutu sendiri, ia lanjutkan langkahnya menuju kamar kecil.

Di malam harinya saat Desy tiba di rumah, ia langsung mengunci pintu kamar dan menangis di dalam sana. Ia menyembunyikan kekesalan dan kesedihannya di hadapan eyang putri.

Masih terngiang jelas segala ucapan yang sore tadi diucapkan oleh Kris kepadanya. Ia sadar bahwa ucapan Kris mungkin ada benarnya. Sejak dulu ia juga sudah berusaha untuk merubah tabiatnya yang kurang baik itu. Namun untuk berubah menjadi wanita yang lemah lembut, memang terasa sangat sulit baginya.

Berbulan-bulan terlewati, tapi Desy tak pernah mau lagi jika diajak eyangnya arisan. Ia sedikit trauma, ia takut jika mungkin bertemu lagi dengan seseorang yang dikenalnya di masa lalu. Seperti Kris, teman semasa SMP yang lebih pantas disebut musuh bebuyutan.

Berbeda dengan Desy, di kejauhan sana Kris justru selalu kepikiran dan kecarian Desy. Lelaki itu sadar ucapannya telah menyakiti perasaan Desy. Hingga akhirnya suatu ketika Kris bertanya pada ibunya di mana alamat rumah eyang putri, Kris lalu datang ke rumah itu untuk meminta maaf pada Desy sekaligus... untuk mulai mendekatinya.

Begitu pula dengan Desy, wanita itu memilih untuk mengakhiri permusuhan mereka di masa lalu. Bahkan Desy telah siap jika harus membuka hati untuk menerima Kris lebih dari sekedar teman biasa. Ternyata ikut arisan di rumah Bu Ambar telah membuka jalannya untuk mendapatkan calon pendamping hidup.(*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun