Mohon tunggu...
Novia Respati
Novia Respati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausaha

Senang menulis dan memasak 😊

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Sadari Fake Productivity yang Bersumber dari Diri Sendiri

8 Mei 2024   16:55 Diperbarui: 11 Mei 2024   00:51 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : marielouisemetres.com

Fake productivity atau produktivitas palsu adalah fenomena di mana seseorang sibuk dengan tugas-tugas namun tidak produktif atau hanya mengejar kuantitas tanpa memperhatikan kualitas hasilnya.

Dalam artikel ini, fake productivity yang akan kita bahas ialah fake productivity dalam konteks kita sebagai seorang karyawan, di mana kita berada di level pertengahan.

Kondisi fake productivity dapat secara tidak disadari sebenarnya bersumber dari dalam diri sendiri. Yaitu tidak menerapkan pola hidup yang disiplin, tidak menghargai waktu dan tujuan utamanya bekerja adalah hanya sebatas untuk memperoleh penghasilan dan agar memiliki kesibukan.

Memang tidak salah, tentu semua orang bekerja untuk memperoleh penghasilan. Namun, alangkah lebih baiknya jika rasa lelah yang kita rasakan selama bekerja tak hanya menjadi lelah yang biasa-biasa saja, melainkan rasa lelah yang mengandung rasa kepuasan karena dapat menghasilkan hal yang lebih berguna untuk diri sendiri dan perusahaan tempat kita bekerja.

Prinsip untuk menjadi lebih produktif dalam arti yang sebenarnya harus selalu ditanamkan dalam diri, sehingga tak ada lagi rasa lelah yang sia-sia. Kuncinya dimulai dari perilaku disiplin, meski saat bekerja tak ada yang mengawasi pekerjaan kita. Bertanggungjawab penuh atas tugas yang diberikan, jujur terhadap diri sendiri dan menjaga mindset agar tetap positif.

sumber gambar : marielouisemetres.com
sumber gambar : marielouisemetres.com
Sebagai contoh nyata, bertahun-tahun lalu di kantor kami ada seorang rekan yang akhirnya sampai mendapat julukan "si carmuk" alias cari muka. Julukan itu disematkan padanya bukan tanpa sebab, melainkan karena beliau selalu terlihat sangat sibuk tiap kali atasan kami ada di kantor.

Beliau selalu tampak fokus dan serius menatap layar komputernya, padahal kami tahu kebiasaan beliau yang sangat senang membuka situs belanja online lewat komputernya. Awalnya kami berpikir mungkin pekerjaan beliau sudah selesai sehingga punya jeda waktu untuk melakukan hal lain.

Namun setelah kami perhatikan, ternyata beliau ini memang tidak disiplin. Tidak disiplin waktu, suka menunda pekerjaan, mengerjakan laporan bulanan mepet waktu dan yang paling parah beliau ini membuat progress pekerjaan kami sesama karyawan jadi terhambat.

Sebab ada beberapa hal dalam pekerjaan kami yang saling terkait, maka kami tidak dapat bergerak maju jika cara kerja beliau sangat santai. Dan karena perilaku tidak disiplin ini juga dilakukannya dalam hal pengarsipan dokumen, maka sering kali kami ketumpuan oleh si bos untuk membantunya mencari-cari dokumen yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya sendiri.

Hal seperti ini sudah pasti membuang banyak waktu kami. Di mana waktu yang seharusnya dapat kami manfaatkan untuk menyelesaikan satu pekerjaan harus tertunda karena sibuk mencari-cari dokumen.

Dalam ruang lingkup yang melibatkan banyak orang dan banyak kepentingan, dapat disimpulkan bahwa fake productivity yang dilakukan oleh satu orang saja dapat merugikan dan menyulitkan banyak pihak.

Selain menerapkan kedisipilinan pada diri sendiri, fake productivity dapat dihindari dengan menyadari sepenuhnya posisi kita sebagai karyawan yang digaji untuk memberi kontribusi terbaik bagi perusahaan. Maka, bersikap loyalitas juga perlu dilakukan. Bukan semata untuk mendapat perhatian dari atasan, melainkan untuk mendapatkan hasil yang maksimal atas tugas yang diberikan.

Pada sebagian orang, sikap loyalitas ini memang cukup sulit dilakukan. Hal tersebut disebabkan karena loyalitas ini biasanya tidak dinilai dengan rupiah. Loyalitas waktu yang secara sukarela dilakukan oleh karyawan, tentu saja berbeda dengan jam lembur yang dapat diperhitungkan di luar gaji bulanan.

Namun loyalitas terhadap perusahaan, tidak akan terasa berat apabila dilakukan dengan hati yang benar-benar ikhlas. Maka mindset yang positif memiliki keterkaitan pada sikap loyalitas ini.

Jika kita memahami akan tujuan suatu pekerjaan dan peduli pada hasil pekerjaan kita, fake productivity tidak akan pernah terjadi. Yang ada ialah produktif yang sebenarnya dengan mengutamakan tujuan dan hasil yang maksimal. Tentunya didasari oleh sikap disiplin pada segala aspek, terutama disiplin waktu. Tak kalah penting juga untuk pandai menentukan skala prioritas atas beberapa tugas yang diberikan, tugas manakah yang perlu didahulukan.

Dan kunci menjaga produktivitas seorang karyawan, terletak pada cara menghargai waktu. Menjaga keseimbangan dalam mengelola waktu antara pekerjaan dan kegiatan di luar pekerjaan. Karena memanfaatkan waktu libur dengan sebaik mungkin, dapat membuat produktivitas tetap terjaga.

Waktu libur pun harus dikelola dengan baik, antara istirahat di rumah dan bepergian/ rekreasi. Jangan sampai waktu bepergian lebih besar ketimbang istirahat, sehingga pada waktunya harus kembali bekerja kita merasa masih kurang istirahat. Jika kita sudah pandai mengelola waktu libur, tentu tidak ada masalah untuk kembali produktif di jam kerja.(*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun