Mohon tunggu...
Novia Respati
Novia Respati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausaha

Senang menulis dan memasak 😊

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Hari Buku Sedunia, Lebih Bangga Anak Pegang Gadget atau Buku?

23 April 2024   16:31 Diperbarui: 23 April 2024   21:03 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : momsmoney.kontan.co.id

Selamat Hari Buku Sedunia ya, kompasianers!

Pertama kali ide memperingati hari buku datang dari seorang penulis Valencia, Spanyol bernama Vicente Clavel Andres.

Tanggal 23 April dipilih sebagai bentuk penghormatan terhadap seorang penulis asal Spanyol, bernama Miguel de Cervantes yang meninggal pada tanggal tersebut. Bahkan, sang pujangga William Shakespeare diketahui juga meninggal di tanggal yang sama.

Maka, pada tahun 1995 UNESCO memutuskan Hari Buku Sedunia sekaligus Hari Hak Cipta Sedunia dirayakan setiap tanggal 23 April.

Namun, masihkah "buku" mendapat tempat di hati kita dan anak-anak kita pada masa kini?

Buku yang akan kita bahas ialah buku dalam versi sebenarnya. Buku yang terbuat dari kertas, buku yang benar-benar berbentuk buku dan bukan buku digital atau yang disebut dengan ebook.

Mungkin hanya tersisa segelintir orang yang benar-benar mencintai buku dan menghargai arti keberadaan sebuah buku sepanjang perjalanan hidupnya.

Mereka yang paham akan makna mendalam dari jiwa literasi dan para penggores pena yang selalu haus untuk membaca buku. Agar dapat memperkaya kosa kata dan imajinasinya sehingga tetap bisa berkarya.

Sebagai orang tua, lebih bangga mana melihat anak Anda tampil dengan gadget di tangannya ataukah jika mereka tampil dengan memeluk buku?

Pada era kekinian, sebagian orang tua telah menjadikan penampilan anak sebagai bentuk refleksi dari tingkat kesuksesan financial orang tuanya. Sekaligus orang tua tersebut masih mencari aktualisasi diri lewat gaya dan penampilan anak-anaknya.

Dalam hal aktulisasi diri, orang tua ini akan menemukan kepuasan versi dirinya sendiri. Sederhananya, mereka bangga karena mampu membekali anak (terutama anak usia sekolah dasar) dengan gadget.

Saya pun sudah sangat jarang menemukan foto anak zaman sekarang yang berpose sambil memegang buku. Yang ada hanya pose anak-anak yang menggenggam ponsel di tangannya.

Kalau hanya sekedar pegang buku atau peluk buku, semua anak tentu bisa. Tapi, apakah yakin bahwa buku tersebut benar-benar dibacanya? Masihkah mereka berminat untuk membaca isi setiap halamannya?

Lalu, sudah pastikah anak-anak kita akan membaca buku digital lewat gadgetnya? Semoga!

Sebab pada praktiknya, lebih banyak anak-anak yang memanfaatkan gadgetnya bermenit-menit untuk bermain, berselancar di sosmed dan menonton video pendek yang sifatnya hiburan.

Tapi, bukankah gadget juga berguna untuk mengerjakan/ mendukung tugas sekolah? Benar, tapi itu lain cerita. Karena memang sudah kewajibannya sebagai seorang pelajar yang harus mengikuti instruksi/ cara belajar yang diterapkan gurunya.

Sejak dahulu istilah kutu buku identik dan melekat pada anak-anak yang berpenampilan culun, pendiam, tak mudah bergaul serta biasanya ia mengenakan kaca mata tebal.

Apakah di zaman modern ini masih ada kutu buku? Pasti ada. Tapi mungkin, penampilannya tidak lagi seperti yang disebutkan di atas tadi.

Sementara tak jarang pula, kalangan remaja hingga dewasa justru berniat menipu literasi. Ke sana kemari menenteng buku, agar terkesan hobi membaca dan terlihat lebih intelek.

Namun kita harus percaya, bahwa generasi yang jujur literasi masih selalu ada di balik kehebatan bangsa ini.

Tak ada salahnya dan tak ketinggalan zaman pula untuk memperkenalkan buku fisik kepada anak-anak kita. Selain buku-buku pelajaran sekolah. Mari tanamkan sedini mungkin rasa cinta terhadap buku dan giat berliterasi pada jiwa anak-anak kita. Agar kelak mereka terbiasa berliterasi.

Dan karena hari ini juga merupakan Hari Hak Cipta Sedunia, maka sudah sepatutnya kita lebih menghargai karya orang lain dengan tidak menduplikasi atau melakukan plagiat dalam bentuk apapun.

Seburuk-buruknya karya yang dihasilkan sendiri, akan jauh lebih baik dan terhormat jika dibandingkan dengan mengakui hasil karya orang lain sebagai miliknya.(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun