Mohon tunggu...
Novia Respati
Novia Respati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausaha

Senang menulis dan memasak 😊

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Musim Libur Lebaran di Masjid Istiqlal

14 April 2024   12:42 Diperbarui: 14 April 2024   13:57 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Katedral tampak dari kejauhan | dokpri.

Saat membuat tulisan ini, aku sedang duduk selonjoran pada salah satu selasar masjid Istiqlal. Sekadar meluruskan kaki-kakiku yang terkadang sudah mulai terasa rapuh.

Aku sempat mengaktifkan mode wifi pada smartphone-ku. Tapi, yang terdeteksi hanya nama-nama hotspot milik sesama pengunjung. Oh ya, aku baru ingat kalau ini masjid. Siapa pula yang punya ide pasang wifi di masjid?!

Maklum saja, nuansa megahnya istana di sekelilingku telah membuatku hampir lupa akan fungsi keberadaan tempat ini yang sesungguhnya.

Sudah tiga puluh menit aku duduk seorang diri di sini. Air wudhu tak sepenuhnya berhasil menghapus rasa kantuk yang menderaku.

Entah sudah berapa kali aku menguap, membuat kedua mata ini lantas berkaca-kaca. Samar ku lihat riuh pengunjung datang dari segala arah.

Sayup suara mereka ku dengar berbahasa daerah ketika saling bicara. Musim libur lebaran, tengah membuat banyak pendatang dari berbagai daerah mengunjungi masjid ini.

Sesaat ku usap wajah, mengamati ibu-ibu dan bapak-bapak di tengah sana. Mereka berlomba-lomba mengambil gambar dirinya dengan latar belakang pilar masjid. Semua beradu gaya, miring kanan - kiri seolah tak mau kalah dengan gaya anak perawan.

Di tengah sana pula, aku menyaksikan riangnya anak-anak balita tertawa riang saling berkejaran. Tawa lepas yang bebas, tiada beban pun menggelayut pada tubuh mungil mereka.

Dari sini juga, aku dapat melihat puncak monas dengan jelas. Sebab jarak kami yang tidak begitu jauh.

Ketika tadi melangkahkan kaki menuju tempatku sekarang, aku pun dapat melihat Katedral berdiri anggun. Memancarkan kedamaian yang sejati, seolah ikut menyapa kedatanganku meski dari seberang sana.

Katedral tampak dari kejauhan | dokpri.
Katedral tampak dari kejauhan | dokpri.

Ah, deretan tenda-tenda mungil yang menempati pelataran masjid Istiqlal tak luput dari perhatianku. Aku sempat melihat banyak jenis makanan dan minuman dijajakan. Tak hanya itu, penjual buku, pakaian dan aksesoris juga dapat ku jumpai di sana.

Dan jangan heran, jika kamu berjalan kaki untuk mencapai masjid ini, kamu akan menemukan banyak ibu-ibu yang menjajakan kantong plastik kresek. Buat apa mereka menjualnya? Tentu saja untuk menyimpan alas kakimu ketika nanti masuk ke area batas suci masjid.

Ah, untung aku selalu membawa shopping bag dalam tasku. Sehingga aku tak perlu membeli kantong plastik lagi.

Masjid Istiqlal memang memiliki banyak pintu masuk. Ada kemungkinan kamu akan masuk dan keluar dari pintu yang berbeda. Jadi, jangan harap untuk dapat meninggalkan alas kakimu begitu saja di satu pintu.

Sebelum adzan Zuhur berkumandang tadi, beberapa wanita terlihat melaksanakan sholat sunnah. Sementara yang lainnya, ada yang khusyuk memegang Al Qur'an kecil di tangannya. Bertilawah, berlomba meraih ridho Allah.

Namun banyak juga di antara mereka, yang tampak asyik menatap layar smartphone-nya masing-masing. Energi positif tempat ini membisikkan di telingaku bahwa mereka sedang membaca Al Qur'an digital.

Dari sini pula aku melihat banyak remaja bercengkrama di lantai dua masjid. Sedangkan di lantai tiga hingga lima, tampak sepi-sepi saja.

Lalu tetiba terpikir pula olehku, kira-kira ada berapa banyak marbot yang dipekerjakan di masjid ini? Mungkin saja jawabannya ada di google. Tapi sayang, aku belum sempat mencari tahu hal itu.

Tak lama, aku justru melihat seorang lelaki muda mengenakan seragam bertuliskan housekeeping di bagian punggungnya. Lelaki itu menyapu setiap sisi lantai masjid yang tidak dialasi karpet.

Aduh, aku tak sempat mengambil gambarnya. Dengan menenteng sebuah sapu dan pengki, lelaki itu cukup sigap bergerak, berpindah dari satu sisi ke sisi lainnya. Lagi pula, tak sopan juga kalau diam-diam aku memotretnya.

Aku rasa, beliau salah satu orang dari tim anggota penanggung jawab kebersihan di masjid terbesar se-Asia Tenggara ini.

Cukup jauh di sebelah kiri ku, terlihat beberapa gadis berbincang sambil menunggu untuk dapat giliran menggunakan mukena yang biasa disediakan di rak dinding.

Karena tampaknya memang cukup banyak pengunjung yang datang tanpa membawa mukena dari rumah. Sehingga ketersediaan mukena di rak dinding itu sampai habis dipinjam semua. Pantas saja, jamaah wanita saat sholat Zuhur tadi shafnya hanya diisi kurang dari setengah luas ruangan.

Lalu untuk apa, aku datang ke sini kalau hanya untuk jadi pengamat? Sudah dulu ya, aku mau berdoa dulu. Siapa tahu besok mantanku ngajak balikan.(*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun