Sindy tak percaya Rama akan meninggalkannya. Sedih dan kesal melebur, tak dapat ia ungkap dengan kata, selain tangisannya yang hampir di tiap malam.
"Lo habis nangis ya, Sin? Kok mata lo ....."
"Ngga!" sergahnya memotong kalimat Rama.
"Lo baik-baik aja kan, Sin? Dua hari lagi... ulang tahun gue lho."
Dengan hentakan Sindy meletakkan sendoknya di atas piring. Ucapan Rama sukses membuyarkan sarapannya pagi itu. "Kenapa baru bilang sekarang? Harusnya... harusnya lo bilang dari waktu itu!!!" seketika tangisan Sindy pecah. "Gue ngga mau lo pergi, Rama... Lo ngerti ngga sih???" lanjutnya di sela tangis.
Lelaki itu hanya dapat memandangi Sindy, dalam diamnya ia merapikan padanan kata sebelum terlontar keluar dari mulutnya.
"Kalau bisa bertahan lebih lama, gue juga ngga mau pergi Sin. Dengar baik-baik, gue sayang sama lo. Malah mungkin, gue udah jatuh cinta sama lo. Tapi seandainya hari ini gue masih hidup di dunia, mungkin aja kita ngga akan pernah ketemu."
Sindy tak sanggup bicara lagi. Yang ada hanyalah tangisannya yang kian memilukan. Ia tak akan pergi kuliah dan kemana-mana. Sindy hanya ingin berada di dekat Rama, untuk mengukir kenangan indah dalam waktu yang tersisa. Meski keduanya tak dapat saling menyentuh.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H