Tak tega melihat wajah murung Dania, akhirnya Alan mengalah. Mereka pun berbincang dan tertawa kembali seolah tak terjadi pertengkaran sebelumnya.
Andai dapat mengulur waktu, Dania tak ingin hari ini cepat berlalu. Tapi siapa yang mampu melakukan itu? Melambatkan atau bahkan menghentikan waktu. Kini keduanya sedang sibuk makan malam, setelah petang hari tadi bersama-sama menyaksikan romansa awan berkabut jingga di tepian danau.
Waktu menunjukkan hampir jam sebelas malam ketika mereka sampai di depan rumah Dania.
"Makasih banyak ya Lan, untuk hari ini. Aku bener-bener berterima kasih banget sama kamu, udah mau ngertiin aku. Mau jadi pacar aku hari ini. Semoga nanti... saat kamu nembak dia, dia mau nerima kamu. Hehe."
Ada senyum yang dipaksakan di akhir kalimat Dania. Sedangkan Alan masih terdiam dalam bimbang dan tenggelam dalam rasa tak ingin pisah.
"Dania... Aku ngga mau cuma sehari. Aku mau seterusnya. Seterusnya jadi pacar kamu. Sampai nanti dan mungkin selamanya, aku pingin selalu ada untuk kamu. Melindungi kamu dan... anak-anak kita."
Hanya air mata bahagia dan senyuman tipis yang mampu terlukis di wajah wanita itu. Memandang lelakinya dengan anggukan pasti, sebagai jawaban atas kalimat yang baru saja didengarnya.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H