Ketika membaca beberapa artikel berita pagi ini, tak sengaja saya menemukan mereka yang berpakaian serba hitam kala turut serta terjun ke tempat pemungutan suara/ TPS dalam momen pemilihan umum kemarin.
Dalam situs cnbcindonesia.com, terdapat kutipan dialog singkat antara Menteri Keuangan Sri Mulyani dengan teman-teman wartawan yang meliput kegiatan beliau di salah satu TPS wilayah Tangerang.
"Sama dong hujan, ini kenapa hitam?" kata Sri Mulyani.
Wartawan pun bertanya alasannya memakai baju hitam: "Duka cita dong?"
Sri Mulyani pun tertawa. "Sama dong kalau gitu," jawabnya.
Dengan diselingi tawa dan canda, Sri Mulyani tetap menegaskan bahwa pemilu adalah pesta demokrasi dan rakyat bebas memilih sesuai dengan keinginan hati dan pikiran.
Namun sejauh ini saya belum menemukan alasan mengapa Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI Nadiem Makarim dan Basuki Tjahaja Purnama memilih mengenakan pakaian hitam dalam kemeriahan pesta (yang katanya) demokrasi ini.
Sebagaimana kita ketahui, warna hitam identik dengan kematian atau suasana berkabung. Meski temuan pada mesin pencarian google juga menyatakan bahwa warna hitam dapat menggambarkan kewibawaan, keanggunan, kehormatan, kekuatan, bahkan kemewahan dengan kesan elegan.
Namun bagi saya sendiri, mengenakan pakaian hitam di hari Rabu (14/2) kemarin adalah pilihan yang spontan saja. Saya sangat menyukai warna hitam, sehingga saya memilih salah satu dari kemeja hitam yang saya punya. Dan kebetulan memang kondisinya sedang hujan, alhasil saya juga mengenakan celana jeans hitam. Cari aman dari noda sih intinya.
Apapun alasan mereka yang mengenakan pakaian hitam kemarin, biarlah tetap menjadi rahasia dalam hatinya masing-masing. Setiap individu bebas mengeskpresikan ungkapan isi hatinya dalam bentuk apapun. Termasuk mengungkapkannya dalam bentuk pemilihan warna pakaian.