Hujan yang mulai menyisakan gerimis telah membuat pertengkaran di antara keduanya kian terdengar. Sontak membuat kakak perempuan Bagio yang sedang menginap di sana, keluar dari kamar guna mengetahui apa sebenarnya yang tengah terjadi.
"Apa ini pada ribut? Ngga malu sama umur."
"Mba Rima ngga usah ikut campur urusan keluargaku!" ucap Bagio yang sudah lupa diri.
"Siapa yang mau ikut campur, biar jelek-jelek begini aku kakakmu! Ngga bisa kau hargai sedikit kedatanganku di sini?"
"Istriku ini sudah kurang ajar, Mba. Anak salah selalu saja dibelanya."
"Anak salah? Salah apa anakmu? Dia ini terlalu sombong Mba. Takabur dia. Karena terus dielu-elukan banyak orang, disanjung, semakin senang dia. Kerjanya pencitraan terus. Pura-pura rendah hati. Mana ada orang di luar sana yang tahu kalau dia ini sukanya meremehkan orang lain."
"Bisa diam mulutmu itu, Diah!" teriak Bagio penuh amarah.
"Sudah Bagio, sudah! Apa yang dibilang istrimu itu benar kok. Tempo hari aku dengar kau bilang sama Airin, kau malas baca karya ilmiah mahasiswa mu karena menurutmu judulnya ngga menarik. Ngga berbobot katamu. Gimana kau tahu isinya ngga berbobot, kalau dibaca saja belum?"
"Kalian kompak menyudutkan saya?"
"Bukan begitu Bagio, kami ini keluargamu. Kalau bukan kami yang menyadarkanmu, siapa lagi?!" jawab Rima bernada rendah.
"Saya ini pendidik Mba, orang berilmu. Ngga ada yang perlu kalian sadarkan."