Mohon tunggu...
Novia Respati
Novia Respati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausaha

Senang menulis dan memasak 😊

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Kunci Jawaban Palsu

2 Januari 2024   10:03 Diperbarui: 19 Januari 2024   16:42 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : https://www.amongguru.com/contoh-soal-ujian-sekolah-bahasa-indonesia-sd-mi-2020-dan-pembahasan/

Hampir genap tiga tahun, Tiara dan Arini menjalani hari-hari mereka di sekolah. Salah satu SMA terfavorit di sudut kota Jakarta. Muridnya pintar-pintar, rata-rata juga berasal dari SMP ternama. Begitulah wajah SMA itu jika dipandang masyarakat luas.


Oh ternyata, di dalamnya banyak anak orang kaya yang otaknya pas-pasan. Tapi, jelas mampu beli kursi dan nebeng image sama yang beneran pintar. Biar ikut disangka pintar.


Tiara dan Arini duduk sebangku di kelas 3 IPS. Dulu mereka kenalan waktu di kelas 2, tidak sengaja sekelas saat pembagian jurusan IPA dan IPS. Sejak saat itulah keduanya berteman akrab. Lalu sebelum tiba waktunya kenaikan kelas 3, keduanya mendatangi ruang BK (Bimbingan Konseling) guna memohon pada guru BK agar mereka disatukan lagi di kelas 3.


"Eh, ada apa Tiara?" tanya bu Retno, guru BK yang lebih sering stand by di ruangannya ketimbang dua orang guru BK yang lain.


"Hmm, ini Bu... Sebentar lagi kan kenaikan kelas, saya sama Arini mau minta tolong Bu."


"Iya Bu. Tolong jangan pisahin kita ya Bu. Kita pingin tetap sekelas. Bisa kan Bu?" ucap Arini yang ikut membuka mulut di hadapan bu guru.


"Hahaha. Kalian ini, seperti anak SD saja. Maunya ikut teman."


"Tapi bisa kan Bu?" tanya Tiara seolah mendesak jawaban yang pasti.


"Hmm, sekarang kalian di IPS berapa ya?"


"IPS 2 Bu" jawab Arini.


Bu Retno langsung mengambil salah satu buku absen yang berada di ujung kanan mejanya dan membuka sebuah buku bersampul batik. Beliau tampak mencari nama kedua siswi itu dalam daftar absensi kelas 2 IPS 2.


"Kenapa pingin sekelas lagi?"


"Kita satu geng Bu." jawab Tiara secepat kilat sebelum gurunya bicara lebih banyak lagi.


"Satu geng? Kok cuma kalian berdua yang minta sekelas. Teman lainnya ngga pingin sekelas juga?"


"Ya... cuma kita Bu. Gengnya isinya cuma saya sama Arini." jawab Tiara datar sementara Arini menggembungkan kedua belah pipinya menahan tawa.


"Yang namanya geng, isinya tiga orang, empat orang, lima orang. Lha kalian, cuma berdua? Hahaha." ucap Bu Retno yang kemudian geleng-geleng kepala. "Okelah, bisa diatur. Nanti Ibu usahakan kalian sekelas. Biar selalu semangat belajar ya, pertahankan prestasinya."


Kedua gadis berseragam putih abu-abu itu langsung pasang tampang sumringah mendengar ucapan bu Retno.


"Makasih banyak ya Bu." ucap Tiara.


"Makasih Bu." Arini menambahkan sementara bu Retno hanya mengangguk sambil tersenyum.


Setelah mendapatkan apa yang mereka inginkan, mereka pun pamit dari ruang BK dan menghabiskan sisa waktu istirahat mereka dengan membeli minuman di kantin.


Tiara berasal dari keluarga sederhana sementara Arini yang berasal dari keluarga yang tergolong berlebih, sering kali menghargai kebaikan yang dilakukan seseorang dengan nilai mata uang. Kalau orangnya tidak mau diberi uang, dia akan menggantinya dengan hadiah. Padahal, tidak semua orang ingin kebaikannya dihargai dengan uang. Masih banyak orang tulus yang berbuat baik tanpa pamrih. Bu Retno contohnya.


"Kalau nanti kita beneran sekelas, gue mau kasih tas buat bu Retno."


"Idih jangan Rin, nanti kalau ada yang lihat dikiranya lo nyogok guru."


"Bukan nyogok, sebagai ucapan terima kasih saja."


"Iya jangan. Itu sama saja gravitasi namanya."


"Hah? Gravitasi apaan sih Ra?" tanya Arini bernada heran.


"Iya, lo kasih-kasih hadiah gitu kan namanya gravitasi."


"Hah? Gratifikasi, Tiara!!! Bukan gravitasi. Lo pinter tapi kadang-kadang oneng ya..."
Lantas keduanya malah tertawa terbahak-bahak dan kembali ke kelas karena jam istirahat telah usai. Begitulah sekilas yang terjadi pada pertengahan bulan Juni tahun lalu.


Kini, hanya tinggal menghitung hari saja kedua gadis itu dan seluruh teman satu angkatannya akan menyambut datangnya hari ujian nasional.


Tiga hari ujian nasional yang mendebarkan, akan segera dimulai. Hari-hari yang seolah menjadi momok bagi para siswa-siswi dan para guru yang telah berjuang mengajar mereka selama di SMA. Bagaimana tidak, hanya hasil ujian nasional lah yang nantinya dapat menentukan kelulusan.


Hingga akhirnya cukup banyak pihak yang memanfaatkan situasi ini. Salah satunya seorang alumni yang tak segan memberikan informasi pada salah satu siswa kelas 3, bahwa dirinya memiliki kunci jawaban untuk semua mata pelajaran yang diujikan dalam ujian nasional nanti.


Kalau memang benar, entah bagaimana caranya kunci jawaban yang serahasia itu dapat bocor ke tangan oknum tertentu. Dan diperjual belikan dari tangan ke tangan. Memang, harganya tidak mahal tapi nominalnya bakalan jadi besar kalau banyak yang mau beli. Pasti dapat untung besar penjualnya. Namun jangan salah, Tiara dan teman-teman satu angkatannya yang masih memiliki kepercayaan diri tinggi, tentu tidak butuh kunci-kunci semacam itu meski mereka mampu membelinya.


Akhirnya satu setengah bulan pun berlalu. Tampaknya situasi semakin mendebarkan karena hasil ujian nasional SMA tahun itu akan diumumkan. Daftar nama para siswa-siswi yang lulus tahun itu telah terpampang pada papan pengumuman pagi itu, lengkap dengan nilai rata-rata yang diperoleh dari tiga mata pelajaran yang telah diujikan.
Syukurlah, semuanya lulus tahun itu. Tapi ternyata, ada cerita tersendiri bagi mereka yang pernah membeli kunci jawaban tempo hari.


"Wah, rata-rata nilai lo 86 ya... Keren Tiara!"


"Hmm. Yoi dong. Lo 75 ya Rin? Mana kunci jawaban yang lo beli? Hahaha. Lo ikutin semua tuh kunci jawaban? 100 dong harusnya nilai lo."


"Ah, apaan! Kunci jawaban ngga jelas. Gue yakin kok, udah bener nyalin kuncinya di notes. Tapi pas gue baca ulang soalnya berkali-kali, baca jawabannya A, B, C, D, pertanyaan sama jawabannya ngaco. Untung gue belajar juga. Dikit-dikit nyangkut lah di otak. Ngga sepenuhnya gue percaya sama kunci jawaban."


"Hahaha. Jadi ngga guna dong tuh kunci jawaban?"


"Yoi. Yang kemarin pada beli kunci jawaban itu, juga ngerasa aneh."


"Tapi, syukurlah kita semua bisa lulus bareng-bareng tahun ini."


"Iya Ra. Walaupun nilai rata-rata gue cuma 75, tapi gue bangga dengan hasil kerja gue sendiri."


Dan hari itu ditutup dengan penuh keceriaan di wajah mereka. Meski di hari yang akan datang, tangis perpisahan akan hadir di tengah mereka semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun