Mohon tunggu...
Novia Nurlaeli
Novia Nurlaeli Mohon Tunggu... -

Mahasiswi S1 Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Humaniora UIN Sunan Kalijaga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta Pertama Audry

9 Mei 2014   17:37 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:41 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cuaca hari ini sepilu biasanya, bedanya hari ini bukan hanya cuaca yang pilu hati seorang gadis juga merasakanya nyata-nyata menguasai relung. Hujan deras di sertai angin menyambar-nyambar, dan mega gulita betah berdiam di atas sembari sesekali menyumbang gelegar petir. Lamunan khusus hari ini tak tersadarkan oleh petir sekencang apapun, sungguh pilu.

Cinta, dengan segala yang ia punya memberi warna dalam setiap helai kehidupan. Dan cinta kali ini mewabah pula. Teman sekelasku, namanya Audry. Orang yang tidak pernah sengaja bersentuhan dengan rasa itu, yang mencoba jauh-jauh darinya. Namun cinta bukanlah sesuatu yang fisik dia tanpa permisi menelusup lewat sesuatu yang maya, tak terlihat. Dan Audry jatuh cinta, cinta yang mengetuk benteng hatinya untuk pertama kali.

Saat keinginan mencurahkan isi hati memuncak, aku ada disana dan dia yang awalnya tak begitu dekat denganku mulai bercerita. Mendengar setiap ceritanya sungguh mengasyikan, tentang degub-degub tak bersahabat dan pipinya yang merona saat tatapannya tak sengaja bertemu dengan pemuda itu. Sungguh, harus ku akui ini sedikit terlambat, sebab dia sudah kelas 3 SMA dan ia baru pernah merasakan rasa istimewa itu sekali ini, sungguh polos. Tapi cinta selalu hadir dengan caranya sendiri, tak ada kata terlambat. Masih setengah rahasia Dry menceritakan cinta pertamanya itu, tak ada nama tak ada identitas dan aku cukup puas dia mau bercerita mengingat ia tergolong spesies anti bicara.

Sampai suatu hari Dry menguak sedikit tentang pujaan hatinya, aku mengenalnya kata Dry. Seorang diantara ratusan warga sekolah kami, kelas lantai teratas bagian kanan gedung kami. Dia adalah anggota klub teater dan kir, adalah seorang yang tampan juga ramah, dia cerdas lagi berjiwa musik tinggi. Aku mengerutkan dahi, sebab aku tak percaya ada makhluk sesempurna itu disekolah ini. Tapi mungkin saja aku melewatkanya, benarkah ada?

Pagi memberi sensasi sejuk, daun daun masih basah oleh embun saat segerombolan anak berbaju olah raga biru putih tumpah ruah di lapangan sekolah kami. Pak Wardiman guru Sejarah kami tak hadir hari ini, al hasil anak-anak kelasku berhamburan keluar kelas, tak terkecuali aku. Bedanya teman-temanku pergi ke kantin, sedang aku lebih suka berdiri di depan kelas kami dan menatap lapangan dimana segerombol anak sedang berebut bola orange besar. Diam-diam sebenarnya aku iri dengan setiap anak yang mahir olahraga, sebab aku tidak. Tunggu, yang sedang berolahraga inikan kelas milik cinta pertamaAudry. Berarti pangeran Dry ada diantara keturunan adam yang tengah bermain itu. Rasa ingin tahuku memuncak, dan ku keluarkan buku kecil dari sakuku. Jangan heran, aku memang selalu membawa buku catatan kecil di sakuku demi tak mau kehilangan semua inspirasi yang biasa tiba-tiba muncul, melayang-layang di benaku kapan saja dan dimana saja.

Sebentar kemudian sudah kudata setiap nama kandidat cinta pertama Audry, ada 13 anak. Tak ku sangka aku hafal 11 diantaranya, hanya saja dua sisanya tak cukup menonjol sampai aku tak tau siapa mereka, jadi mereka di diskwalifikasi. Kemudian ku coret yang tidak cukup em.. tampan, maaf. Dan aku dapat 7 orang, sekarang yang apa lagi ya? Berjiwa musik tinggi hanya Bagas, Rando dan Lutfi, anak band. Anak teater setauku, Rando, Arga dan Andre. Anak kir nggak tau. Dan yang pintar itu Arga dan Bagas, anak OSN. Sedang yang ramah adalah Rando, Dion dan Sakti, aku kenal mereka tepatnya. Tak ada yang memenuhi semua kriteria secara penuh, yang pinter nggak ramah. Yang bisa musik nggak pinter. Akhirnya kuputuskan menghitung perolehan terbanyak. Ada Rando disana, ramah, berjiwa musik tinggi, dan anak teater. Tapi dia nggak terlalu cerdas dan aku rasa dia bukan anak kir.

“Lagi nggapain si Sha?” lamunanku buyar karna sapaan Audry. “Rando nggak pinter-pinter amatkan Dry”kataku mengeluarkan isi pikiranku. “Kok Rando si?”tanya Dry heran. “Abis siapa dong?yang paling memenuhi kriteria tuh dia.” Aku menyodorkan catatanku. Dia malah tertawa “segitu penasaranya ya?” Dry menyikut lenganku pelan. “Iya, apa jangan-jangan bukan diantara tujuh orang ini ya? Jelek dong” kataku sembari memerikasa nama-nama yang ku tulis. “Hus sembarangan ngatain orang jelek, ada kok tapi bukan Rando” Dry kini menatap gerombolan pemuda-pemuda itu. “Siapa?” aku mengikuti padanganya, tapi tak menemukan orang yang dia maksud.” Gini deh aku kasih ciri fisik ya, udah taukan dia ganteng?” kata Dry sambil mengacungkan telunjuk kearahku. “Iya-iya, lebih spesifik dong”kataku tak sabar. “Oke, hidungnya mancung, rambut lurus, alis tebel, matanya coklat tua, terus ada tahi lalat kecil banget di bawah mata kananya, tambah lesung pipit di pipi kiri, jadilah makhluk terganteng sesekolah kita” Dry tersenyum lebar. “Tunggu-tunggu, kamu pernah mantengin dia sedeket apa si? Nyampe tau ada tahi lalat di bawah mata, kecil banget pula. Ckckck ”. Cerocosku setelah memeriksa kata-kata Audry yang telah ku catat. “Hehe, punya fotonya kali. Jaman sekarang kok ribet” Audry menatap gerombolan itu lagi. “Tapi tetep aja butuh waktu mentengin lama-lama biar tau sedetile itu.” Aku kembali berkonsentrasi mencari sosok yang Dry maksud. Yang paling mirip itu Arga, sayang dia orangnya sengak banget, nggak. Bagas, dia nggak begitu mancung, tapi bagi orang yang jatuh cinta ukuran Sulepun kayanya bisa dibilang mancung deh. Andre, alisnya tipis, agak gendut juga mana mungkin ada lesung pipitnya. “Bagas Dry?” tanyaku. Dry menatapku “Bukan” kembali menatap pemuda-pemuda itu. “Andre?”tanyaku lagi. Dry menghela nafas, “katanya detektif, masa gitu aja nggak tau?”kali ini tanpa menghadapku. “Arga?” tanyaku ragu. Audry hanya tersenyum tanpa sepatah katapun . Aku menelan ludah yang terasa pahit. Kenapa harus Arga?

Aku menatap makhluk paling sok kecakepan sepanjang masa ini dengan pandangan jijik yang ku samarkan, entah berhasil atau tidak. Arga, manusia angkuh yang tak ku suka sebenarnya, yang ternyata cinta pertama Audry. Masih ku sayangkan mengapa harus Arga yang Dry suka, dan hari ini aku juga berkewajiban mewawncarainya, aku anggota klub jurnalistik dan tugasku kali ini adalah mengisi artikel tokoh yang sialnya adalah Arga Pamungkas. Sial, sial sekali. Kami bertemu di taman sebelah sekolah usai jam pelajaran. Sudah kuajak Dry, sayangnya dia menolak. Grogi katanya, dan disinilah aku dan makhluk menyebalkan ini sekarang berada. “Jadi nama lengkapmu siapa?”tanyaku kaku. “Aku? Arga Pamungkas.” Katanya sambil tersenyum. Amboy lesung pipitnya, tak bisa ku pungkiri itu manis, tapi tetap saja dia masih makhluk angkuh menjijikan itu. Pertanyaan yang tadi kulontarkan nggak penting sebenarnya, mengingat tak ada warga sekolahku yang tidak tau nama pemenang mendali perak OSN Biologi tingkat Nasional itu, apalagi Audry tau banyak soal dia. Selanjutnya pertanyaan pertanyaan semacam itu meluncur berkali-kali dariku. Masih dengan tersenyum dia menjawabnya dengan suka rela. Hey. . . dia ramah juga, seperti kata Audry. Lalu pikiranku tergerak untuk menanyakan hal yang sebenarnya tak tertera dalam daftar pertanyaanku. “Banyak yang bilang nih, kamu itu angkuh. Menurutmu gimana?” aku mengutuk diri oleh pertanyaan gilaku. Tapi mau apa lagi, sudah terlanjur. Senyumnya sedikit memudar, tapi hanya sebentar saja. “Oh, itu. Banyak yang bilang kok. Tapi mungkin mereka yang belum kenal aku. Efek mataku yang tegas mungkin. Keturunan.” Arga tersenyum lagi sambil menunjik matanya. Aku memperhatikan matanya, ah... benar juga. Dia terlihat angkuh bukan angkuh sungguhan.

Aku mengakui presepsiku yang salah terhadap Arga, ya.. dia ramah, soal jiwa musiknya baru ku ketahui hari ini. Kami berada di ruang gelap dimana hanya panggung teater yang bercahaya, Dry duduk di samping kiriku dan matanya masih berbinar demi sebuah lagu yang baru saja Arga nyanyikan di atas pentas. Di sampingku kananku Alika juga tersenyum, di depanku Nadia menyentuh kedua pipinya dengan kedua tanganya yang bulat-bulat. Gadis ganjen ini kata Dry penggemar Arga yang sangat agresif, mengerikan. Bahkan dia duduk di barisan terdepan seperti ini. Mau tak mau aku larut oleh penampilan luar biasa Arga, sudah hampir satu jam di dalam ruang pengap ini, tapi aku tidak bosan.

Cerita memuncak tibalah saat pangeran Zulu(Arga) berkelahi dengan pangeran jahat Hans(Rando). “Dia jago berentem juga ternyata Sha”bisik Dry di telingaku. Aku mengiyakan dalam hati. Aksi adu jurus kedua pangeran itu berlangsung sengit, Zulu tersungkur lalu bengkit kembali dan membalas. Hans ternyata kehabisan tenaga kemudian sempoyongan, saat itulah pangeran Zulu mengambil kesempatan sengan memberikan jurus pamugkasnya. Tendangan memutar, pangeran Hans terjerembab ke tanah dan mati. Saat itulah musik yang tadinya keras melirih, berganti dengan lagu romantis. Dari atas panggung hanya tersisa satu lampu sorot yang mengarah pada Zulu. Diapun bermonolog “Kemenanganku kali ini bukanlah kemenangan biasa, karna aku telah berjanji bila aku dapat mengalahkan Hans aku akan mempersunting seorang permaisuri.” Arga terdiam. Audry di sampingku menahan nafas, Nadia menutup mulutnya yang menyunggingkan senyum bahagia. Aku dalam beberapa detik tidak mengerti lalu aku disadarkan dengan bunga yang Arga pegang. Dia melangkah turun dari panggung dan mendekati bangku penonton. Astaga, Arga sungguhan akan menyatakan perasaanya pada seorang gadis diantara penonton.

Lalu segalanya berjalan begitu cepat dia tepat berjalan lurus kearah Audry, tunggu bukan Audry tapi seseorang dihadapanku Nadia, tapi dia juga melewati Nadia. Dan sekarang dihadapanku, ini sungguh gila. Aku menutup mata dan seketika seluruh ruangan bertepuk tangan. Kini Arga bersimpuh seperti pangeran-pangeran dalam dongeng di depan putrinya.

Seketika langit menggelap dan rintik-rintik air turun dari langit. Cuaca hari ini sepilu biasanya, bedanya hari ini bukan hanya cuaca yang pilu hati seorang gadis juga merasakanya nyata-nyata menguasai relung. Hujan deras di sertai angin menyambar-nyambar, dan mega gulita betah berdiam di atas sembari sesekali menyumbang gelegar petir. Lamunan khusus hari ini tak tersadarkan oleh petir sekencang apapun, sungguh pilu.

Aku tiba-tiba saja lupa untuk membesarkan hati Audry yang tengah hancur berkeping-keping. Sibuk dengan perasaanku sendiri, dengan keromantisan yang tak dapat dipungkiri tercipta di dalam ruangan tadi, Arga sudah memiliki kekasih sekarang ini, Alika. Aku dan Audry keluar gedung pertunjukan dengan diam seribu bahasa, aku melamun. “Kamu nggak papa Ra?”suara Dry lagi-lagi menyadarkanku. “Nggak papa kok mba”gadis yang Dry panggil Ra itu tersenyum getir. Aku menatap Dry bingung, Dry balas menatapku “nanti ku ceritain” ekspresinya berkata begitu.

Dalam perjalanan pulang Dry bercerita tentang Nara yang tadi berpapasan dengan kami di depan pintu gedung pertunjukan. Dry bilang sebenarnya Naralah yang sebelumnya menyukai Arga, hanya saja karna Dry satu klub kir dengan Arga dan satu klub paduan suara dengan Nara, dia selalu menjadi penghubung informasi, Nara bertanya banyak hal soal Arga pada Dry. Dan mau tak mau Dry memperhatikan Arga lebih jauh lagi, dan cintapun dersemi di hatinya tanpa dapat di tolak.

Pemandangan di luar gedung sungguh biru, Lia melamun sendiri demi meratapi cintanya yang terselubung pada Arga sahabatnya. Nadia pura-pura tertawa, hey itu tak berhasil menutupi apa-apa. Mata Nara berkaca-kaca, Sila menangis, Gadis lebih suka berterus terang dengan menyalami pasangan baru itu dan berkata bahwa ia sebagai salah satu fans Arga patah hati, tapi tetap turut berbahagia atas mereka. Audry terdiam membisu. Mereka semua adalah hati-hati yang harus patah oleh satu cinta yang menyatu, sungguh pilu. Letisha, seorang yang tak ku ketahui tengah memiliki benih rasa pula untuk Arga menulis cerita tentang kisah ini, ya .. akulah Letisha.

Bersama untaian kata yang ku tulis ini akan ku akhiri setiap rasa yang belum sempat ku sadari. Pada titik terakhir kalimat-kalimat ini tak akan ada lagi Arga dalam benaku. Aku berjanji.

“Lagi ngapain Sha?” sapa Doni kakaku. “Nulis cerpen. Ka percaya nggak kalo rasa suka itu bisa nular?”tanyaku lagi-lagi mengeluarkan isi benaku. “maksudnya?” Doni tak mengerti. “ya tadinya nggak suka, terus karna seseorang yang suka sama orang itu cerita ke dia, dia jadi suka gitu sama orang yang tadinya dia nggak suka” aku kesulitan sendiri dengan kata-kataku, tapi aku yakin Doni mengerti. “oh gini, itu bisa aja. Karna ketika kita suka sama orang brati kita nemuin keistimewaan dia. Bagi yang nggak suka karna dia nggak tau keistimewaan itu. Dan kalo udah di kasih tau sama yang suka bukan nggak mungkin yang di ceritain ikutan suka juga”. Aku terdiam, menghayati setiap kata yang keluar dari mulut kakaku. “Jadi, kamu sama sahabatmu itu sama-sama suka sama siapa?”tanya Doni menggoda. “Iih apaan si ka? Sok tau deh.” Sambil mengeluarkan protesku aku terpaku pada satu kata “sahabat”. “Ya abis kamu sukanya pura-pura nanya, padahal si curhat.” Doni kembali menggoda. Aku malas menjawab.”Oh iya, Audry di depan tuh dari tadi”kata Doni lagi. “kok nggak ngomong dari tadi?”protesku. “Niatnya mau nggomong tadi, terus kamu nyerocos tanya ini itu, kelupaan deh”kata Doni sambil nyengir. “Dasar”kataku sambil mencubit Doni dan berlari menyongsong sahabatku, ya sahabatku.

Senyumku mengembang. Terlepas dari apapun, aku punya“sahabat” sekarang. Kado istimewa atas semua kisah pilu ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun