Hai ? Kembali lagi dengan saya. Artikel kali ini membahas tentang Aliran Filsafat Pendidikan Progresivisme dan Pemikiran Tokoh-tokohnya. Berikut ini pembahasannya !
1. Pengertian Aliran Filsafat Pendidikan Progresivisme
Progresivisme berasal dari kata "progres" yang berarti kemajuan" dan "isme" berarti aliran. Secara harfiah progresivisme dapat diartikan sebagai aliran yang menginginkan kemajuan secara cepat. Aliran ini menghendaki suatu kemajuan untuk mengubah suatu perubahan.Â
Secara epistemologi, progresivisme merupaka pengetahuan informasi, fakta, hukum, prinsip, proses, dan kebiasaan yang terakumulasi dalam pribadi sebagai seorang proses interaksi dan pengalaman.Â
Sehingga pengetahuan yang dihasilkan berdasarkan realitas faktual, yang dikonstruk dan diaplikasikan dalam kehidupan masyarakat, sehingga kegunaannya pun juga dinikmati oleh masyarakat. Disinilah orang-orang prosigesivisme pendidikan lebih menekankan pada melatih dan merangsang pendidik untuk terus berpikir.Â
Dalam konteks filsafat pendidikan, aliran progresivisme ini merupakan suatu aliran yang menekankan bahwa pendidikan bukanlah sekedar upaya memberi pengetahuan pada subyek didik saja tetapi berisi beragam-ragam data empiris dan informasi teoritis, memberikan analisis pertimbangan dan pembuatan kesimpulan menuju pemilihan alternative yang paling memungkinkan untuk pemecahan sebuah masalah yang tengah dihadapi.Â
Progesivisme dalam pendidikan ada dua yaitu yang pertama, pandangan progresivisme tentang anak didik dan pendidik. Aliran progresivisme memandang hal tersebut bahwa peserta didik mempunyai akal dan kecerdasan. Hal itu ditunjukkan berdasarkan fakta bahwa manusia mempunyai kelebihan dibandingkan dengan makhluk Allah yang lainnya. Disini peserta didik dipandang sebagai kesatuan jasmani maupun rohani, selain itu juga termanivestasikan disalam tingkah laku dan perbuatan yang berada dalam pengalamannya. Dan sebagai seorang guru, maka Ia harus membimbing dan memfasilitasi sarana prasarana siswanya tersebut. Yang kedua, pandangan aliran progresivisme dalam belajar. Menurut aliran ini belajar itu dilaksanakan oleh gerakan dari asumsi bahwa anak didik itu bukan manusia kecil, melainkan seutuhnya mempunyai potensi untuk berkembang dan kemampuan yang berbeda baik keaktifan, kekreativitasan, maupun mempunyai motivasi yang terus menerus memnuhi kebutuhannya. Oleh karena itu, dalam aliran ini belajar lebih dipusatkan pada peserta didik bukan dari pendidik atau bahan pelajarannya. Jadi, dalam hal tersebut seorang guru harus benar-benar memperhatikan atau mengetahui potensi yang ada dalam setiap diri peserta didik. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebagai seorang pendidik yaitu memberikan kesempatan anak didik untuk belajar belajar perorangan (mandiri), memberi motivasi kepada siswa bukan hanya perintah, dan mengikut sertakan anak didik untuk berparisipasi dalam setiap kegiatan agar dapat memenuhi kebutuhan pokok anak tersebut, dalam artian membawa damoak atau pengaruh baik dalam diri peserta didik.
2. Tokoh-tokoh Filsafat Pendidikan Progresivisme
1) William James
Ia adalah seorang filosof yang sangat terkenal. Ia merupakan salah satu tokoh pendiri Aliran Pragmatisme. Ia menegaskan bahwa fungsi otak dan pikiran itu dipelajari sebagai mata pelajaran pokok dari ilmu pengetahuan alam. Artinya, ilmu yang telah kita dapatkan dari alam itu nantinya akan dipikirkan oleh otak untuk dipelajari.
2) John Dewey
John Dewey memandang bahwa sekolah merupakan lingkungan masyarakat kecil dan cerminan dari padanya. Ia berpendapat bahwa aliran progresivisme adalah intepretasi atau terjemahan dalam hal pendidikan yang dihubungkan dengan orientasi tahap awal munculnya sebuah tekhnologi di Amerika. Dalam hal pendidikan, menuliskan bahwa pendidikan itu menghendaki adanya filsafat pendidikan yang berlandaskan pada filsafat pengalaman. Rangkaian pengalaman ini ada dua yaitu pertama, hubungan kelanjutan antara dua individu dan masyarakat. Kedua, hubungan kelanjutan antara pikiran dan benda. Ia juga beranggapan layaknya Plato, bahwa tidak ada individu atau masyarakat yang lepas dari yang satu dengan yang lainnya. Dan pikiranya pun juga tidak lepas dari aktivitas mental dan pengalaman.
3) Hans Vaihinger (1852-1933)
Ia adalah seorang filosof Jerman. Ia berpendapat bahwa kata tahu mempunyai arti praktis, kesesuaian dengan objeknya tidak mungkin dibuktikan karena satu-satunya ukuran bagi berpikir ialah gunanya utuk mempengaruhi kejadian-kejadian atau peristiwa di dunia. Maksudnya, bahwa orang yang dikatakan tahu itu kalau sudah penggunaan pengetahuannya. Sehingga juga tahu manfaatnya. Seperti misalnya, kita tahu tentang penggunaan tempe, tapi pengetahuan itu dianggap tidak ada jika selama kita belum mempraktekkan membuat tempe itu.
Sekian artikel dari saya, terima kasih.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI