Mohon tunggu...
Novian Pranata
Novian Pranata Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog

Psikolog

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Memahami Survei Elektabilitas

28 November 2023   20:08 Diperbarui: 28 November 2023   20:08 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MEMAHAMI SURVEI ELEKTABILITAS

Sejak ditetapkannya Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) 2024 oleh KPU pada 13 November 2023 lalu, mulai bermunculan berbagai hasil survei yang dilakukan oleh berbagai Lembaga Survei. Lembaga survei itu menyampaikan tingkat keterpilihan (elektabilitas) masing-masing pasangan calon yang terekam oleh lembaganya. Timbul diskusi dan 'perdebatan' dalam menanggapi hasil survei ini.

Dengan data dan olah data suara pemilih Pemilu 2019, saya mencoba menjabarkan perolehan suara 'riil' yang diperoleh masing-masing pasangan Capres/Cawapres. Seperti kita ketahui bersama, Capres dan Cawapres 2024 ini didukung oleh Partai Peserta Pemilu 2019 yang memenuhi syarat (lebih dari 4%) jumlah suara minimal yang harus diperoleh dari jumlah suara pemilih. Dari 16 Partai yang mengikuti Pemilu 2019, tercatat ada 139.971.260 suara pemilih. PDIP memperoleh suara terbesar sebanyak 27.053.961 suara (19.33 %) dan PKPI memperoleh suara dan terkecil sebanyak 312.775 suara (0,22 %).

Pada Pilpres 2019, pasangan Jokowi-Ma'ruf menang dengan jumlah suara 85.607.362 (55,50 %) suara dibandingkan dengan Prabowo Sandi yang memperoleh 68.650.239 (44,50 %) suara. Total suara pemilih pada Pilpres 2019 ini berjumlah 154.257.601 suara. Data KPU 2019 menyatakan jumlah pemilih pada Pemilu 2019 sebanyak 158.012.506 orang dengan suara tidak sah 3.754.905 suara.

Jumlah pemilih Pilpres 2019 ini lebih banyak dibandingkan jumlah pemilih Parpol pada Pemilu 2019. Selisihnya sebesar 14.286.341 suara. Perbedaan 14.286.341 suara ini dapat dimaknai bahwa ada sebanyak 14.286.341 pemilih yang tidak memilih salah satu Partai Politik yang bertarung di Pemilu 2019. Pemilih ini hanya datang ke TPS untuk memilih Presiden 2019. Data perbedaan jumlah ini perlu dipelajari dengan serius oleh masing-masing pasangan Capres/Cawapres. Mengapa dapat terjadi?

Dengan menggunakan data suara yang diperoleh Parpol pada 2019, maka pasangan Amin yang didukung oleh Nasdem, PKB dan PKS memiliki jumlah suara sebesar 37.725.552 suara (27,01 %). Pasangan Prabowo Gibran yang didukung oleh Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat, PSI, PBB dan Garuda memiliki jumlah suara sebesar 59.726.503 suara (42,77 %). Terakhir, pasangan Gama yang didukung oleh PDIP, PPP, Perindo dan Hanura memiliki suara sebesar 39.276.935 suara (28,12 %).

Dengan sendirinya jika ada Lembaga Survei yang menyatakan bahwa pasangan Prabowo Gibran memiliki tingkat keterpilihan tertinggi (40 % ke atas) boleh-boleh saja. Selanjutnya pasangan Gama berada di posisi ke-2 (28 %) dan pasangan Amin akan berada di urutan 3 (27 %). Saya menduga dan memahaminya hasil survei ini yang disampaikan beberapa Lembaga Survei berdasarkan data suara Partai pendukung di Pemilu 2019.

Dari data Pemilu dan Pilpres 2019, perlu juga diingat masih tersisa 14.286.341 suara pemilih yang tidak memilih Partai peserta Pemilu 2019, yang masih dapat diperebutkan ketiga Capres/Cawapres 2024. Bahkan dapat ditambah dengan suara tidak sah sebesar 3.754.905 suara pada Pilpres 2019.

Sebagai perbandingan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menetapkan daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2024 sebanyak 204.807.222 pemilih. Dengan sendirinya ada 46.794.716 pemilih baru jika dibandingkan dengan jumlah pemilih Pemilu 2019.

Pertanyaannya adalah pada Pilpres 2024 nanti: "Kemana arah pilihan 14.286.341 pemilih ini?" "Kemana arah pilihan 3.754.905 suara tidak sah?" "Kemana arah 46.794.716 pemilih baru ini?"

Pertanyaan penting lainnya adalah: "Apakah persepsi, sikap dan perilaku pemilih 2019 sama dengan pemilih 2024?" "Apakah masih ada pengaruh 'politik identitas' 2019, yang sadar atau tidak sadar, saya menyakininya mempunyai pengaruh besar pada pemilih 2019?" "Apakah akan terjadi bergabungnya pemilih NU dan Muhamaddiyah dan semua kekuatan pemilih Islam untuk salah satu pasangan?" "Apakah pernyataan 'politik dinasti' mempengaruhi pemilih 2024 karena sebagaimana kita ketahui bahwa hasil survei Kompas (512 responden di 34 provinsi), yang menyatakan majunya Gibran sebagai Cawapres merupakan bentuk dinasti politik sebanyak 60,7%, yang menyatakan 'bukan politik dinasti' sebanyak 24,7% dan yang menjawab 'tidak tahu' sebanyak 14,6%?".

Menyimak hasil survei saat ini yang disampaikan lembaga-lembaga survei yang menyatakan Pasangan Prabowo Gibran masih memimpin tingkat elektabilitas diikuti oleh pasangan Gama dan Amin, dapat diterima dengan akal sehat. Pengambilan sampel dan sampling (yang biasanya 1.200 responden) 'mungkin saja' tepat sasaran namun belum menyentuh pemilih yang tidak memilih partai politik peserta Pemilu 2019 yang diuraikan di atas.

Dari uraian data di atas, saya memperkirakan dan menyimpulkan bahwa hasil survei yang disampaikan oleh berbagai Lembaga Survei saat ini merupakan olah data suara Pilpres 2019. Dalam pengolahannya, dugaan saya hanya mempermainkan margin error dan level of signifikan (los) saja. Bahkan saya menduga cuma menggunakan pendekatan plus minus saja. Hasil ini terlihat dari paparan Lembaga Survei yang menyampaikan Prabowo Gibran ada di angka 40-an %, Gama ada di angka 27 atau 29-an % dan Amin ada di angka 26 atau 28-an %.

Penggunaan data hasil Pemilu dan Pilpres 2019 ini mempunyai beberapa kelemahan. Pertama, saya menyakini dikotomi 'Cebong vs Kampret' sangat mempengaruhi pemilih 2019 dalam menentukan pilihannya. Jelas sekali dukungan itu mengarah ke Partai Pendukung masing-masing pasangan Pilpres 2019. PDIP, Gerindra dan PKB meraup untung dan suara besar akibat dikotomi ini. "Apakah dikotomi ini akan tetap terjadi sehingga perilaku pemilih di Pilpres 2024 sama seperti Pilpres 2019?"

Kedua, saya meyakini dukungan fanatik masyarakat Islam masih sangat tinggi. Kondisi ini perlu dipahami oleh semua pasangan Capres/Cawapres. Pernyataan bahwa masyarakat Islam cenderung sulit, tertutup bahkan tidak mau 'menyatakan' persepsinya secara jujur dan terbuka, menjadi tantangan Lembaga Survei.

Hasil survei saat ini dimaknai sebagai cara Lembaga-Lembaga Survei untuk meningkatkan elektabilitas masing-masing pasangan Capres/Cawapres. Hasil ini dapat dimanfaatkan oleh semua pasangan Capres/Cawapres. Hasil survei elektabilitas ini merupakan masukan 'gratis' bagi semua pasangan Capres/Cawapres apalagi yang tidak dan tidak mampu 'menyewa' Lembaga Survei. Pasangan Capres/Cawapres yang memperoleh survei elektabilitas tinggi jangan lengah dan terus mempertahankannya, pasangan Capres/Cawapres yang mendapat survei elektabilitas rendah harus meningkatkan upaya kerasnya. Sejatinya lembaga survei ini menyatakan diri afiliasinya kepada salah satu Capres/Cawapres sehingga jujur dan transparan menjadi nilai-nilai etis untuk demokrasi.

Banyaknya banner dan spanduk yang besar dan masif di kota-kota dan pelosok desa merupakan pengejawantahan dari hasil survei. Saya memprediksi semakin banyak banner dan spanduk yang dipasang dan disebar menunjukkan tingkat elektabilitasnya masih rendah di daerah tersebut. Ini juga menunjukkan modal yang sangat besar yang dimiliki pasangan Capres/Cawapres.

Saya masih menerka-nerka selisih suara pada Pemilu 2019 sebanyak 14.286.341 suara ditambah jumlah pemilih baru sebanyak 46.794.716 suara (61.081.057 suara) dan juga 3.754.905 suara tidak sah pada Pilpres 2019 lalu akan mengarahkan pilihannya kemana pada Pilpres 2024 nantu? Kalau secara statistik, tetap terbagi 3 secara merata maka hasil survei pada 14 Februari 2024 pukul 17.00 setelah terkumpul minimal 80 % hasil di TPS, merupakan hasil yang akurat. Mari kita tunggu bersama.

Selasa sore, 28 November 2023
Novian Pranata, psikolog.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun