Mohon tunggu...
Novi Anggraini
Novi Anggraini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang Dosen Pengampu : Dr.Ira Alia Maerani, S.H., M.H.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tindak Pidana Perzinahan Menurut Hukum Islam

24 Oktober 2022   22:08 Diperbarui: 24 Oktober 2022   22:11 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Karena hukum Islam mengatakan bahwa hukuman di akhirat lebih berat daripada pahala di dunia ini, setiap Muslim tahu untuk mengikuti hukum Islam dan semua perintah serta larangannya. Zina adalah bertemunya alat kelamin laki-laki dengan wanita tanpa adanya ikatan pernikahan yang sah. Hak asasi manusia akan dilanggar dalam ikatan perzinaan(perkosaan) yang tidak berdasarkan persetujuan kedua belah pihak.

Membahas larangan sistem hukum Islam untuk berhubungan seks di luar nikah. Dari perspektif nilai-nilai sosial bangsa, zina didefinisikan sebagai segala perilaku yang dapat merusak nilai-nilai moral, seperti hidup bersama, gendak, dan tindakan asusila lainnya seperti ciuman dan pelukan intim dalam keramaian atau di hadapan banyak orang. Konsep KUHP hanya mendefinisikan perzinahan sebagai aktivitas seksual. Pengertian zina dalam KUHP sendiri dilebih-lebihkan dan berpusat pada adanya "hubungan seksual" yang dapat ditetapkan secara hukum sebagai kejahatan. Perzinahan itulah yang dimaksud.

Semakin lama, hukum zina tidak ditegakkan dalam praktiknya, semakin besar kemungkinan menjadi ilegal di hampir semua negara,dan masyarakat Muslim. Undang-undang yang melarang zina dan mengatur tindak pidana zina masih belum efektif dan tidak mencerminkan kehendak umum masyarakat di Indonesia. Oleh karena itu, perzinahan tersebar luas di Indonesia. Teknologi juga berpotensi membuat perzinahan lebih umum di dunia sekarang ini. Pasal 284 ayat 1 KUHP menyatakan bahwa perzinaan diancam dengan hukuman sembilan bulan penjara bagi keduanya yang sudah menikah ( mukhson) pelaku dan mereka yang ikut serta dalam perbuatan tersebut. Namun dalam ayat 2 pasal ini telah disebutkan bahwa suatu pihak harus melaporkan kepada pihak yang berwajib.

Sebagian besar masyarakat tidak menyadari dampak negatif dari zina, padahal zina memiliki banyak dampak negatif. Hal ini terlihat dari banyaknya PSK terutama yang menggunakan teknologi sebagai sarana prostitusi, seperti PSK online. zina harus menyadari bahwa zina adalah dosa yang mengerikan. Itu dianggap kejahatan dalam Islam, dan mereka yang melakukannya pantas dihukum berat. Hal ini diputuskan berdasarkan konsekuensi, yang memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap moral masyarakat. Dalam Islam, zina bukan hanya dosa berat tetapi juga membuka pintu bagi perbuatan tercela lainnya, membawa perselisihan dalam keluarga, menyebarkan penyakit jasmani dan rohani, mencemarkan nama baik orang lain, dan merusak kehormatan keluarga.

Zina dapat menyebarkan AIDS, yang sampai saat ini belum diketahui obatnya. Karena AIDS hanya dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui transfusi darah dan aktivitas seksual, cara terbaik untuk menghentikan penyebaran penyakit ini adalah dengan berhenti melakukan hubungan seksual di luar nikah. .Pezina, serta anak-anak dan orang dewasa yang belum pernah melakukan perzinahan, terkena penyakit ini. Karena fakta bahwa penyakit ini dapat menular melalui hubungan darah, seperti orang tua yang terinfeksi AIDS dan anak mereka yang belum lahir.

Berdasarkan tinjauan sifat kejahatannya, hukum Islam membagi ancaman pidana zina menjadi dua kategori. Pertama, perzinahan adalah kejahatan yang dilakukan antara orang yang sudah menikah atau dua orang yang menikah secara sah. Kedua, Ghairi Mukhson melakukan perzinahan, yang melibatkan seorang gadis atau seorang lajang yang belum menikah. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa pelanggar mukhsan zina menghadapi hukuman mati, tetapi metode hukumannya tidak disebutkan. Namun, sebagaimana dinyatakan oleh Hasbi Ashshiddieqy dalam tafsirnya QS , ulama fiqh berpendapat bahwa bahkan dalam kasus zina mukhsan, rajam tidak dapat digunakan. Di sisi lain, dengan jelas menyatakan bahwa zaman Nabi memiliki hukuman rajam mati bagi mereka yang melakukan zina mukhsan.

Sesuai dengan hukum Islam, pezina dari jenis kelamin apa pun, baik laki-laki atau perempuan, yang termasuk dalam kategori Mukhson atau Ghairu Mukhson bertanggung jawab atas pembalasan. Namun, beratnya hukuman yang dikenakan kepada orang-orang yang melakukan perzinahan bervariasi. Dalam praktiknya selama masa Nabi dan khalifah berikutnya, pezina yang belum menikah (zina Ghairu Mukhson) menerima seratus kali hukuman voli (cambuk). Bahwa pukulan itu mengenai beberapa bagian tubuh, hukuman seratus jilid tidak boleh berakibat fatal. Karena pezina dianggap muda, tidak berpengalaman, dan tidak memiliki tanggungan, hukuman ini lebih ringan daripada pezina yang sudah menikah. diharapkan bahwa beratnya hukuman akan membuat para pezina sadar akan tindakan mereka dan bertobat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun