Pada malam Natal beberapa jam lalu, saya mencari keramaian, gemerlap lampu metropolitan, asap kendaraan bermotor, dan lain-lain sebangsanya demi mengusir kebosanan. Ngalur ngidulkeliling kota tanpa tujuan yang jelas, sesekali singgah di tempat makan pinggir jalan yang harganya masih relatif dalam jangkauan.
Malam itu terasa aman, ramai, dan ceria. Muda mudi berjalan bersama, menyakiti mata dan fikiran saya yang lama tak dihampiri wanita. Namun demikian, tidak ada rasa sakit hati apalagi niatan ingin mengacaukan malam tersebut, otak saya masih rasional, masa depan menanti.
Kebetulan saya Muslim, sehingga niat utama dalam refreshing tersebut adalah menjalankan malam minggu, bukan merayakan malam natal, mungkin niatan tersebut juga sejalan dengan pemikiran masyarakat Muslim lainnya yang keluar rumah pada malam itu. Akan tetapi, sepertinya malam tersebut sama saja bagi personil Kepolisian dan TNI.
Mereka nampaknya tidak peduli apakah itu malam Natal, malam minggu, atau malam-malam lain, yang mereka pedulikan hanya tugas dari komandan untuk menjaga tempat-tempat vital di kawasannya masing-masing.
Disaat warga sipil seperti saya dan anda menikmati keamanan yang dijaga oleh mereka, entah itu dengan berkumpul bersama keluarga, sahabat, teman atau kolega, mereka harus bergumul dengan asap kemacetan, baju seragam lengkap, hingga bahkan bom yang dapat meledak sewaktu-waktu.
Kebetulan salah satu teman karib saya adalah seorang Polisi, dari satuan Brimob. Malam itu Ia berjaga di salah satu gereja. Beberapa menit sebelum bertugas, Ia mengirim pesan dalam grup persahabatan kami, “selamat malam minggu sahabat”, sebagai seseorang yang telah ditempa bersama dibawah Paskibra selama tiga tahun, saya dapat memahami rasa yang Ia miliki saat itu, namun bagaimana lagi, resiko pekerjaan ujarnya.
Jauh sebelum malam tersebut, ada pemandangan yang indah sekali sekaligus mengharukan saat lebaran di tahun yang sama. Saat semua masyarakat merayakan lebaran dengan berkunjung ke rumah saudara, sang Polisi Heroik malah berpanas-panasan menolong seseorang -yang mungkin Ia tidak kenal- yang mobilnya mogok sehingga menyebabkan kemacetan yang lumayan panjang. Pada saat itu, ingin sekali rasanya mengeluarkan pelajaran Paskib saya ‘hormat grak’ pada Sang Polisi Heroik tersebut, namun sayangnya konsentrasi tidak dapat terbagi dengan baik antara memikirkan makanan di rumah saudara, jalanan yang padat, dan aksi heroik itu.
Sepengamatan saya, aksi-aksi seperti itu masih dianggap biasa di tengah masyarakat ‘mereka kan dibayar untuk itu’, menyebabkan Polisi kurang dihargai di Negeri ini. Image Polisi yang sangat familiar tidak jauh dari ‘tilang’, ‘calo SIM’, pemakan uang panas, korupsi, kolusi, nepotisme, dan image negatif lainnya. Padahal bertolak belakang dari itu, mereka para abdi negara mengorbankan quality time dengan keluarga, pacar, teman-teman demi menyediakan kita keamanan dalam menikamti suasana liburan.
Tidak dapat dipungkiri memang image-image negatif tentang Polisi adalah implikasi dari apa yang memang segelintir anggotanya lakukan. Oleh sebab itu, baik masyarakat dan Kepolisian harus melakukan introspeksi. Polisi harus bersih, jujur, transparan, dan ramah terhadap masyarakat -suatu hal yang saya rasa sedang digencarkan Kapolri. Sedangkan masyarakat? Kita harus merubah pandangan yang ada terhadap Polisi, lebih menghargai pengorbanan mereka, dan menaruh sedikit respectkepada mereka.
Perwira Kepolisian sejogyanya tidak mencoreng citra anak buah yang berusaha keras memberi pelayangan pada masyarakat, caranya mungkin reformasi total di tubuh Polri –tataran pengambil kebijakan utamanya. Para anggota Kepolisian di tingkat yang lebih rendah harus menghentikan praktik-praktik memperkaya diri sendiri, apabila hal itu dapat dilakukan, maka hormat saya –mungkin kita- pada Polisi akan semakin bertambah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H