Mohon tunggu...
Novia Nanda Putri
Novia Nanda Putri Mohon Tunggu... Lainnya - Suka Menulis!

Semoga semua tulisan yg kutuangkan disini seperti kopi, semua orang bisa menikmatinya. 🤍

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengenal Kapuhunan : Larangan Dan Tabu Dalam Suku Dayak

3 Februari 2025   15:40 Diperbarui: 3 Februari 2025   15:40 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suku Dayak. Foto : Pexels.com /Life Folk

Kalimantan adalah pulau terbesar di Indonesia. Kalimantan terkenal dengan suku Dayak yang memiliki budaya dan tradisi yang kaya dan unik. Suku dayak ini memiliki sistem kepercayaan yang unik, yaitu kepercayaan kepada roh-roh leluhur dan roh-roh alam.

Banyak sekali budaya Dayak, salah satunya adalah kapuhunan. Kapuhunan dalam istilah budaya Dayak yaitu untuk menggambarkan larangan atau tabu yang diberlakukan dalam masyarakat Kalimantan.

Kapuhunan ini adalah sebuah malapetaka yang konon akan menimpa seseorang setelah dia melakukan sesuatu larangan, seperti menolak memakan atau meminum suguhan yang diberikan oleh warga asli Kalimantan, melakukan kegiatan tertentu pada waktu tertentu, atau larangan mengunjungi tempat tertentu.

Berikut adalah beberapa contoh dan jenis kapuhunan ini.

1. Menolak Makanan Atau Minuman Yang Ditawarkan.

Menolak makanan yang ditawarkan merupakan salah satu kapuhunan yang sangat penting dalam budaya Dayak dan sudah banyak masyarakat dayak atau masyarakat Kalimantan yang tahu perihal budaya dan tradisi ini.

Jadi, misalnya kita sedang berkunjung ke rumah warga asli Kalimantan atau suku Dayak, dan mereka menawari kita makanan atau minuman, maka kita wajib mencicipinya, meskipun hanya ditempel saja di bibir atau hanya menyentuh atau mencolek saja makanannya. 

Agar tidak kapuhunan atau tidak tertimpa malapetaka atau musibah yang membahayakan nyawa kalian jika kalian menolak makanan.

Secara logika, hubungan antara menolak makanan dan kapuhunan ini memang seperti tidak masuk akal, namun dalam budaya lokal, kapuhunan menolak makanan memiliki arti yang sangat kompleks dan sangat penting.

Di mana, menurut warga asli Kalimantan, menolak makanan atau minuman dianggap sebagai tindakan yang tidak sopan dan tidak menghormati.

Selain itu, dalam budaya Dayak, makanan memiliki makna sebagai penghubung antara manusia dan leluhur. Jadi, makanan yang ditawarkan oleh tuan rumah dianggap sebagai persembahan kepada leluhur. Jadi, jika menolak makanan sama saja dengan tidak menghormati leluhur.

Kalian harus tahu bahwa konsekuensi kapuhunan dari menolak makanan atau minuman ini akan mengakibatkan penghukuman dari leluhur, kutukan, kehilangan keselarasan dengan masyarakat (dianggap tidak menghormati tradisi), kesulitan dalam berinteraksi, dan sebagainya.

Menurut cerita dari masyarakat Kalimantan, pernah ada yang mengalami kapuhunan ini karena mereka menolak makanan atau minuman  yang ditawarkan, dan akhirnya mereka sakit perut secara mendadak.

Jadi, menerima tawaran makanan atau minuman dianggap menghargai dan menghormati tradisi dan budaya Dayak.

2. Kapuhunan Melanggar Aturan Adat.

Kapuhunan melanggar aturan adat adalah larangan untuk melanggar aturan adat yang berlaku dalam masyarakat Dayak. Aturan ini dapat berupa norma-norma sosial, tradisi, dan kebiasaan yang telah ada sejak lama.

Dan kapuhunan ini berlaku bagi siapa pun yang berani melanggar aturan-aturan yang dipercaya secara turun-temurun oleh warga asli Kalimantan atau suku Dayak.

Ada sebuah contoh cerita dari Nadia Omara yang menggambarkan tentang kapuhunan melanggar aturan adat. Salah satu pengikut Nadia Omara ini membagikan ceritanya melalui DM Instagram.

Jadi pengikut Instagram Nadia Omara ini bernama Dina (nama samaran). Kedua orang tua Dina ini bukan asli dari Kalimantan, bapaknya berasal dari Madura sedangkan ibunya berasal dari Malang, Jawa Timur. Sejak dulu orang tua dina sudah merantau ke Kalimantan, tepatnya di Samarinda, Kalimantan Timur.

Sehingga, Dina beserta adik-adiknya lahir di Kalimantan. Jadi, sejak lahir Dina ini sudah menetap di Kalimantan. Ketika beranjak dewasa, Dina bertemu dengan jodohnya di Kalimantan juga. Sebut saja nama suami Dina ini Bang Soni.

Bang Soni kebetulan orang asli Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Nah, pada saat Dina dan Soni menikah, mereka sepakat untuk mengontrak rumah tidak jauh dari tempat Bang Soni bekerja.

Bang Soni ini bekerja sebagai karyawan di sebuah PT, dan perusahaan tempat Bang Soni tersebut berlokasi di salah satu kabupaten di Kalimantan Timur. Tempat kerja Bang Soni dan rumah tempat tinggal mereka dipisahkan oleh sebuah sungai yang merupakan hulu dari sungai Mahakam.

Untuk mencapai ke tempat kerja Bang Soni harus menyebrangi sungai itu dengan menggunakan perahu atau sampan, selama kurang lebih 20 menit perjalanan. Karena hanya sungai itu yang menjadi akses untuk bisa ke tempat kerja Bang Soni.

Selain menjadi satu-satunya akses, sungai tersebut ternyata juga dianggap cukup sakral oleh masyarakat setempat. Saking sakralnya, masyarakat di sana memiliki semacam kepercayaan, di mana warga pendatang, warga perantau atau warga baru yang bukan asli daerah tersebut disarankan untuk mengucapkan "Permisi" atau meminum air yang berasal dari sungai itu.

Setelah mengetahui mitos itu, Dina pun selalu mengucapkan "Permisi" dalam hati setiap kali melintas di sungai itu. Oleh karena itu, Dina belum pernah mengalami gangguan atau kejadian aneh.

Namun, ada kejadian tragis yang pernah menimpa dua warga pendatang lainnya. Dan Bang Soni salah satu yang terlibat disitu.

Singkat cerita, ada seorang pendatang, sebut saja namanya Pak Jojo dan Pak Adi, yang pada saat itu Pak Jojo mengajak Pak Adi mencari ikan di sungai itu. Mereka pun akhirnya mencari ikan dengan menggunakan jala. Karena kebetulan saat itu sungai sedang surut, mereka memutuskan untuk berenang di sungai.

Ketika sedang berenang dan sudah berada di tengah-tengah sambil mencari ikan, tiba-tiba mereka terkejut ketika arus sungai yang semula tampak tenang dan surut itu tiba-tiba deras. Mereka pun keseret.

Pak Adi pun melihat sosok anak kecil yang menarik kaki Pak Jojo. Pak Adi pun berniat menolongnya, namun Pak Jojo tenggelam. Pak Adi pun setengah tubuhnya berada di air dan dia dalam posisi berdiri seperti tubuhnya yang tertancap di air.

Hingga malam, Pak Adi masih berada di tengah sungai, Bang Soni dan teman-temannya yang pada saat itu melihat secara langsung keadaan Pak Adi mengatakan bahwa wajah Pak Adi sudah sangat pucat.

Akhirnya, Pak Adi pun diselamatkan oleh Bang Soni dan juga teman-teman Ban Soni, meskipun butuh sekali perjuangan untuk menolong Pak Adi karena ternyata pak Adi pun kakinya seperti tertancap di dasar sungai karena ditarik oleh sosok anak kecil. Setelah diselamatkan, Pak Adi pun menceritakan kejadian yang sebenarnya.

Berita tenggelamnya Pak Jojo pun menyebar ke masyarakat setempat, semua orang sibuk mencari keberadaan Pak Jojo namun tidak menemukan. Sampai keesokan harinya, masih dilakukan pencarian di seluruh sungai itu.

Tiba-tiba Pak Jojo pun ditemukan dalam keadaan meninggal dunia dan dengan tubuh yang sudah mengenaskan. Dan masyarkat setempat mengatakan bahwa Pak Jojo ini dianggap dihukum oleh leluhur.
 
Karena sudah berkali-kali mereka mencari di titik itu, namun tidak ditemukan. Tiba-tiba mayat dari Pak Jojo ditemukan di titik dimana sudah banyak orang mencarinya disitu. Secara logika ini tidak masuk akal.

Apa yang terjadi dengan pak Jojo ini juga sebagai pelanggaran yang tidak tertulis di kampung itu. Jadi, sungai yang berada di kabupaten tersebut dianggap sakral, sehingga tidak ada yang berani berenang di sungai itu.

Menurut Dina, memancing dengan menggunakan jala juga tidak umum dilakukan di kampung itu. Itulah sebabnya Pak Jojo mengalami musibah karena melanggar aturan adat istiadat atau tradisi setempat.

Itulah contoh dari kapuhunan. Namun, tentu saja banyak sekali jenis-jenis kapuhunan dan contoh kapuhunan yang pernah dialami oleh masyarkat dayak.

Perlu diingat bahwa di mana bumi berpijak, di situ langit dijunjung. Yang berarti di mana pun kita berada, sebaiknya kita menghormati aturan-aturan yang berlaku ditempat yang sedang kita tinggali.

Semoga kita selalu menghormati dan menghargai budaya, tradisi dan adat istiadat di tempat kita tinggal.

Sumber : https://youtu.be/uNAR3dWmonE?si=ZpoOlZv1izTsS22d

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun