Sastra merupakan cermin realitas atau fakta orisinal yang dibungkus dengan kemasan artistik melalui media bahasa. Sastra bisa berupa karya tulis dan juga karya lisan yang berdasarkan gagasan, pendapat, pengalaman, bahkan perasaan yang diungkap secara imajinatif oleh pengarang. Sastra memiliki kekuatan untuk mengamati dan juga mengomentari keberadaan manusia dengan gaya bahasa yang disajikan dalam karya sastra.
Manusia adalah makhluk sosial yang menjalankan kehidupan berulang setiap harinya. Manusia selalu dihantui oleh banyaknya pekerjaan yang selalu menghantam dirinya setiap hari. Pekerjaan yang beragam membuat manusia selalu berinteraksi satu sama lain, tanpa memandang label pekerjaan itu sendiri.
Iwan Simatupang adalah sastrawan periode Pujangga Baru yang menghadirkan karya sastra yang sangat unik pada masanya. Iwan Simatupang menyajikan karya sastra dengan judul Ziarah. Novel itu membawa warna baru dalam kesusastraan pada masa itu. Iwan Simatupang menjadikan profesi yang biasa dilakukan manusi menjadi sebutan tokoh dalam novel Ziarah. Tokoh utama dalam novel tersebut yaitu "Pelukis" dan juag terdapat beberapa tokoh tambahan seperti "Bekas pelukis", "Pengapur", "Opseter", "Walikota", "Istri pelukis", dan juga "Ibu Hipotesis". Iwan Simatupang memandang bahwa nama tokoh tidak penting dalam karya sastra yang ia sajikan. Hal itu membuat pembaca tidak mengetahui nama tokoh yang ada dlam novel Ziarah. Tokoh-tokoh yang ada di dalam novel juga tidak saling kenal dengan nama mereka sendiri. Bahkan, tokoh utama "Pelukis" tidak mengetahui dan tidak mengigat nama istrinya sendiri.
A. Identitas Novel
Judul Novel: Ziarah
Nama Penulis: Iwan Simatupang
Penerbit: Djambatan
Jumlah Halaman: 142 halaman
ISBN: 978-602-385-344-2
B. Sinopsis
"Esok akan menjadi kini.
Kini yang menjadi kemarin tak dihiraukan,
karena segala yang lampau hanya gumpalan hitam".
Tokoh kita merasa sangat kehilangan. Kematian istrinya membuat dunianya kacau. Dia begitu rindu sampai-sampai ia terus berjalan dan pada setiap tikungan dia berharap akan berjumpa dengan istrinya. Diapun memutuskan: dia harus ziarah ke makam istrinya!
Sepanjang perjalanan menuju ke sana, Tokoh kita mengambil berbagai keputusan ajaib. Mula-mula dia bekerja menjadi pengapur dinding kuburan, kemudian mendobrak aturan sehingga seisi kota geger.
Ziarah merupakan salah satu novel monumental yang membuka cara baru dalam penulisan sastra. Absurditas yang dihadirkan Iwan Simatupang seperti mata lain untuk menelisik psikologis manusia. Patutlah bila novel ini memenangi Roman ASEAN terbaik tahun 1977.
Novel yang ajaib sekaligus layak untuk terus diperbincangkan.
C. Identitas Penulis
Iwan Simatupang dilahirkan di Sibolga 18 Januari 1928, Iwan Simatupang meninggal di Jakarta 4 Agustus 1970. Nama lengkapnya Iwan Martua Dongan Simatupang. Mendapat pendidikan HBS di Medan, sekolah diketer di Surabaya (tidak selesai), lalu belajar antropologi dan filsafat di Rijik Universiteit Leiden, dan Paris. Iwan Simatupang dikenal sebagai wartawan dan juga sastrawan. Sebagai penulis ia sudh memulainya pada tahun 1952 di majalah Siasan dan Mimbar Indonesia. Â Iwan Simatupang selama hidupnya telah menulis empat novel, yaitu novel Merahnya Merah terbitan tahun 1968, novel Ziarah terbitan tahun 1969, novel Kering terbitan tahun 1969, dan novel Koong terbitan tahun 1975. Novel Ziarah dalam terbitan bahasa Inggris mendapat penghargaan sebagai Hadiah Roman ASEAN TERBAIK tahun 1977, tepat tujuh tahun setelah Iwan Simatupang tutup usia.
D. Resensi Novel Ziarah
Tokoh kita hidup di negeri ternama yang bernama Kotapraja. Tokoh kita hidup sebagai seseorang yang memiliki kegelandangan batin. Pagi hari tokoh kita bangun dengan penuh kebahagiaan. Sampai saatnya ia bertemu salah satu tikungan, ia melalui tikungan itu dengan kekosongan. Entah tinkungan mana lagi yang membuat ia bertemu dengan istrinya yang telah mati. Petang-petang itu tiba terlalu cepat, tokoh kita menungkan arak dengan penuh dan meminumnya hingga jatuh. Berteriak memanggil Tuhan keras-keras dan memanggil nama istrinya dengan keras. Tawa keras ikut datang, seraya isyarat bagi orang-orang disekitar untuk mengantar tokoh kita pulang ke rumahnya.
Harapannya ia gantungkan pada tikungan jalan, pelukis kita berjalan membelah khalayak ramai, lalu terdiam menonton iring-iringan istrinya yang telah menjadi mayat. Pelukis kita adalah suami si mayat, ia tak ingin nampak, diam pada salah satu tikungan jalan. Setelah kematian istrinya, hari-harinya selalu menunggu di busur tikungan. Matanya dipincingkannya, seraya berharap istrinya datang menemuinya di titik busur tikungan.
Sejak dia ditinggalkan istrinya, hari-hari kini ditambalkan pada hari-hari esok. Pelukis kita mengalami kegelandangan batin. Kehampaan setelah melalui tikungan, membuat dirinya mengalami nafsu kerja yang tinggi dan meluap. Rasanya, Tokoh kita mampu mengerjakan kerja apa saja, asalkan itu dilakukan sebelum matahari tenggelam. Telah dijadikannya prinsip sejak istrinya menjadi mayat, pelukis kita tidak mau menerima kerja tetap yang meminta ketekunan dirinya lebih dari lima jam berturut-turut sehari. Tokoh kita selalu berprilaku aneh setelah ditinggal mati istrinya. Keanehan itu sedikit hilang, setelah ia memberanikan diri untuk bekerja sebagai pengapur kuburan. Opseter kuburan itu berhasil membuat Tokoh kita yang selalu menolak pekerjaan yang berhubungan dengan kuburan, menjadi setuju dan menerima pekerjaannya sebagai pengapur kuburan, bahkan ia bekerja di kuburan tempat di aman istrinya dimakamkan.
Dahulunya, Tokoh kita adalah sosok pelukis berbakat dan namanya juga terkenal hingga ke luar negeri. Seseorang bangsa asing berhasil membuat kehidupan Tokoh kita berubah. Seseorang itu meninggalkan uang yang sangat banyak karena ia tertarik dengan lukisan yang dibuat oleh Tokoh kita. Hidup Tokoh kita dilanda kebingungan, ia bingung cara apa lagi yang harus ia lakukan untuk menghabiskan uang miliknya. Bahkan ia ikut judi dan berharap ia kalah dan uangnya ikut habis. Nyatanya itu bertolak belakang dengan apa yang ia harapkan. Pelukis kita selalu menang dalam permainan judnya, yang membuat uang miliknya kini semakin bertambah. Tokoh kita mulai kebingung apa yang harus ia lakukan untuk cepat mengahbiskan uang miliknya. Bahkan ia nekad untuk melakukan bunuh diri. Tokoh kita loncat dari lantai empat hotel ternama yang ia tempati. Ia terjun bebeas ke atas aspal yang panas, namun sayangnya ia jatuh persis di pangkuang perempuan yang ada di aspal itu dan mereka bercinta di atas aspal.
Perempuan itu kini menjadicalon istri dari Tokoh kita. Mereka melangsungkan pernikahan yang sangat mewah. Tamu-tamu agung berdatangan untuk mengucapkan doa dan selamat kepada Tokoh kita dan juga istrinya. Pernikahan itu dikelilingin oleh banyaknya karangan bunga yang memenuhi Kotapraja, bahkan hingga ke peloksok. Jalanan di Kotapraja sudah penuh akibat menumpuknya karangan bungan milik Pelukis kita. Para manusia di Kotapraja sudah mulai muak akan karangan bunga yang sangat banyak, bahkan mereka mengusir Tokoh kita ke laut. Tokoh kita kini mengalami perubah menjadi sosok yang semula dikenal banyak orang menjadi sosok yang amat dibenci semua orang.
Para tokoh terkemuka dari luar negeri hendak mengunjungi Tokoh kita. Itu semua membuat Pemerintahan Kotapraja sangat panik, karena akan membuat malu negara jika para tokoh terkemuka itu melihat kini Pelukis kita diasingkan di pinggir lautan. Pemerintah Kotapraja meminta Pelukis kita dan istrinya untuk kembali ke kota dan menempati rumah dinas yang diberikan oleh pemerintahan Kotapraja. Di sana Tokoh kita mencetak kartu nama yang amat banyak dan kemudian membagikannya kepada semua orang. Tetapi itu semua membuat istri pelukis kita tidak senang. Tokoh kita kemudia membakar semua kartu nama miliknya dan kembali ke pinggir pantai.
Mereka berdua kembali menjadi pasangan yang sangat berbahagia. Tetapi semua itu hanyalah sementara, perempuan tua itu merubah segalanya. Sosok perempuan tua itu tertarik dengan kebahgaian kedua pasangan itu dan perempuan tua tiada hentinya memandangi Tokoh kita dan juga istrinya. Karena hal itu, membuat istrei dari tokoh kita jatuh sakit dan meninggal dunia di pinggir pantai. Kekecewaan itu membuat awal kehancuran dari hidup Tokoh kita. Ia bahkan membuang semua alat lukis miliknya ke lautan. Dan sejak itu ia mengalami kerusakan syaraf dan Pelukis kita sejak saat itu selalu menunggu di tikungan jalan, berahap istrinya yang telah menjadi mayat kembali menemui dirinya. bahkan kini, Tokoh kita tidak tahu siapa nama istrinya dan juga di mana letak kuburan milik istrinya.
E. Penokohan dalam Novel Ziarah
1. Tokoh kita atau Pelukis
Tokoh kita adalh bekas pelukis yang hidupnya selalu tentang meulis. Ia membiarkan imajinasinya menjadi liar di atas alat tempur lukis miliknya. Ia tidak pedulu tentang omongan orang tentang apa yang dilukinya. Kenyataannya, pakar lukis dari luar negeri harus membayar mahal untuk membeli salah satu lukisan miliknya. Ia juga bercinta dengan sosok perempuan yang ia tiduri saat ia loncat dari lantai empat hotel ternama. Wanitia itu membuat kreatifitas Tokoh kita semakin melejit dan karyanya makin digandrungi oleh banyak orang. Kematian istrinya membuat sosok Tokoh kita melalui gerbang kenacuran. Ia bahkan mengakui kepada semua orang bahwa mayat itu bukan istrinya, dan ia yakin bahwa istrinya adalah sosok yang tetap hidup. Bahkan saat prosesi pemakaman ia berlagak seperti khalayak biasa yang berdiri di tengah kerumunan banyak orang, disaat semua orang kebingungan mencari-cari keberadaan Tokoh kita yang harus menguburkan mayar istrinya itu.
2. Istri Pelukis atau Tokoh kita
Istri pelukis adalah sosok perempuan yang ditiduri oleh Tokoh kita saat ia hendak bunuh diri loncat dari lantai empat. Sosok Tokoh kita membuat istri pelukis ini merasa hal yang di tubuh Tokoh kita adalh cerminan dari dirinya. Mereka hidup layaknya pasangan kekasih. Tetapi Istri pelukis lebih menyukai hidup di pinggir pantai dibandingkan hidup di rumah dinas miliki Tokoh kita. Akhirnya Tokoh kita memutuskan untuk kembali ke pinggri pantai dan membangun gubuk untuk mereka berdua. Tetapi keharmonisan itu hanyalah sementara, saat semua orang kini tertarik dengan kehidupan kedua pasang kekasih itu, mereka seperti halnya hewan di kebun binatang yang menjadi pusat perhatian banyak orang. Itu semua membuat Tokoh kita dan istrinya merasa risih. Istri dari pelukis selalu di tatap oleh seseorang perempuan tua yang ternyata itu adalah ibunya. Karena itu lah istri pelukis mati dihantui banyang-banyang kehidupannya yang dahulu sangat kelam.
3. Opseter Kuburan
Opseter adalah mandor dari para buruh penggali kuburan. Di dalam novel ziarah terdapat dua orang opseter. Opseter pertama dia gantung diri di rumahnya yang ada di dalam kuburan. Sedangkan opseter baru adalah mahasiswa filsafat tingkat doktoral. Ia juga merupakan anak orang kaya di Kotapraja. Ia meyakini bahwa kesempurnaan hidup seseorang itu setelah merasakan kematian. Bahkan ia juga percaya bahwa kematian adalah sarjana dari kehidupan, karena seseorang yang telah mati telah melesaikan tugasnya sebagai seseorang yang telah selesai menghadapi permasalahan kehidupan.
4. Walikota Kotapraja
Walikota yang ada di dalam novel Ziarah terdiri dari empat orang. Walikota yang ada di dalam novel digambarkan menjadi sosok walikota yang ada tidak adil dengan kaum kelas bawah. Penulis juga mengambrakan sosok walikota yang adil dengan rakyatnya, seperti saat walikota ingin menjamin kuburan untuk istri Tokoh kita. Tetapi itu semua bukan semata-mata karena niat baik yang sungguh, tetapi terdapat juga maksud terselubung dibalik kebaikannya itu. Penaulis menggambarkan bahwa pejabat tidak ada yang benar-benar bekerja semata-mata untuk kesejahteraan rakyat, tetapi dibalik itu semua pasti ada maksud yang terselubung.
E. Kelebihan Novel Ziarah
Novel Ziarah adalah karya dari Iwan Simatupang. Beliau merupakan ahlis filsafat, yang membuat karya sastra ini tidak jauh dari pemikiran filsafat yang ada. Hal ini tentunya menjadi warna baru dari sebuah karya sastra yang ada. Penulis juga menghadirkan hal absuard yang tentunya itu tidak diterima oleh akan sehat, tetapi penulis dapat merangkai kata-kata yang membuat hal itu seakan hal lumrah di mata pembaca. Seperti halnya saat Tokoh kita meloncat dari lantai empat, tentunya menurut logika tidak ada orang yang lompat dari lantai empat tampa ada luka sedikitpundan bahkan penulis menggambarkan Tokoh kita setelah jatuh di aspal panas berccinta dengan perempuan yang ada dibawahnya. Hal itu tentunya memang tidak masuk ke dalam logika yang ada, tetapi penulis berhasil membuat hal itu seakan biasa saja di mata pembaca karena penulis berhasil menyajikan Tokoh kita dan perempuan itu layaknya sepasang kekasih setelah kejadian itu.
F. Kekurangan Novel ZiarahÂ
Novel ini menghadirkan nuansa baru dari karya sastra sebelumnya. Penulis membuat para tokoh yang ada di dalam novel tidak memiliki nama. Hal itu tentunya berbeda seperti karya sastra sebelumnya, yang biasa menggunakan nama untuk menggambarkan sebuah tokoh. Penulis menjadikan nama-nama profesi sebagai julukan tiap tokoh yang ada di dalam novel Ziarah. Penulis juga tidak menjelaskan alur tempat, waktu dan suasana dengan jelas. Tidak ada nama tempat, bahkan waktu yang ada di dalam cerita itu tidak tergambarkan dengan jelas. Sebagai pembaca tentunya seperti harus menerka-nerka tentang alur cerita dengan alur maju dan mundur. Sebagai pembaca perlu ketelitian yang tinggi, karena penulis menghadirkan alur cerita yang sangat-sangat membuat pembaca berfikir berulang kali untuk memahami akan sesuatu yang digambarkan oleh penulis.
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H