Mohon tunggu...
NOVIA ELISA
NOVIA ELISA Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

hallo

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Menyimak Pokok Permasalahan antara China dan Taiwan yang Kian Memanas

27 Mei 2024   06:42 Diperbarui: 27 Mei 2024   06:49 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Permasalahan yang terjadi antara konflik China dan Taiwan ini meningkat beberapa tahun terakhir. Ketegangan yang terjadi tersebut didorong dengan adanya perselisihan terkait soal status Taiwan, warga Taiwan banyak yang menganggap dirinya merupakan sebagai bagian dari sebuah bangsa yang terpisah, yang memiliki pemerintahan demokratis sendiri. Walaupun sebagian besar dari mereka mendukung untuk mempertahankan status quo, yang di mana artinya Taiwan tidak mendeklarasikan kemerdekaan dari China dan tidak juga bersatu dengan negara China. Sebenarnya Taiwan memiliki hubungan yang cukup kuat dengan China, yaitu dengan mitra dagang terbesarnya. Dan juga banyak orang Taiwan memiliki hubungan bisnis berkeluarga dengan China, hal tersebut dapat terjadi karena China hanya berjarak 160 kilometer dari Taiwan, oleh karena itu China dan Taiwan masih memiliki hubungan yang cukup kuat.

    Akhir-akhir ini negara China meluncurkan latihan militer besar-besaran di sekitar Taiwan, latihan tersebut mensimulasikan serangan skala penuh di pulau itu. Pelatihan militer tersebut dilaksanakan tepat beberapa hari setelah pelantikan presiden baru Taiwan, William Lai. Latihan militer ini memiliki arti untuk menegaskan inti permasalahan dari klaim China atas Taiwan. Beijing memandang bahwa Taiwan sebagai provinsi yang memisahkan diri yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari China, dan negara itu tak mengesampingkan penggunaan kekuataan militer dalam upayanya ini. Akan tetapi, warga Taiwan masih menganggap dirinya merupakan bagian yang terpisah dari penduduk China. Mengenai hal tersebut, sebagian besar warga dari taiwan mendukung status quo, yang berarti Taiwan tak mendeklarasikan kemerdekaan dari China atau bersatu dengan negara itu.   

      Setelah melihat permasalahan antara China dan Taiwan, tentunya ada latar belakang mereka yang menciptakan permasalahan tersebut masih ada sampai sekarang. Pada tahun 1949, setelah berlangsungnya Perang Saudara China, Partai Komunis China di bawah kepemimpinan Mao Zedong berhasil mengalahkan penguasa Nasionalis Kuomintang, yang dipimpin Chiang Kai-shek. Akibatnya, pemerintahan Kuomintang melarikan diri ke pulau Taiwan dan mendirikan Republik China di sana. Sejak saat itu, China dan Taiwan mengalami perpecahan politik yang menyebabkan timbulnya konflik. China menganggap Taiwan sebagai bagian tak terpisahkan dari wilayahnya yang harus kembali diintegrasikan ke dalam Republik Rakyat China. Namun Taiwan berpegang pada klaim kedaulatannya sebagai negara yang merdeka dengan identitas nasional tersendiri. Persoalan ini mengakibatkan ketegangan dan mengganggu stabilitas di kawasan tersebut selama beberapa dekade.

   Setelah Perang Dunia II, Jepang menyerah dan melepaskan kendali wilayah yang diambil dari China, termasuk Taiwan. Taiwan kemudian dianggap oleh pihak China karena menduduki Republic of China (ROC), yang mulai memerintah dengan persetujuan dari sekutu mereka, AS dan Inggris. Namun, dalam beberapa tahun berikutnya terjadi perang saudara di China, dan pasukan pimpinan Chiang Kai-shek dikalahkan oleh tentara Komunis Mao Zedong. Chiang, bersama sisa anggota partai Kuomintang (KMT) dan para pendukungnya, sekitar 1,5 juta orang, melarikan diri ke Taiwan tahun 1949. Chiang dengan ROC -nya kemudian menyebut diri sebagai pemerintah China di pengasingan tersebut. Namun status ROC tak diakui pemerintah Republik Rakyat China (RRC) di Beijing. Beijing menganggap, Taiwan merupakan bagian dari wilayahnya yang memisahkan diri dan harus disatukan lagi dengan China.  

    Permasalahan ini terus berlanjut dan mereka memperebutkan pengaruh di dunia internasional. Awalnya, Taiwan (ROC) menduduki kursi China di Dewan Keamanan PBB dan diakui oleh banyak negara Barat sebagai satu-satunya pemerintah China. Namun, tahun 1970-an beberapa negara mulai berpendapat bahwa pemerintahan Taipei tidak lagi dapat dianggap sebagai perwakilan yang sah dari penduduk yang tinggal di China daratan. Tahun 1971, PBB mengalihkan pengakuan diplomatik ke Beijing. Setelah China mulai membuka ekonominya tahun 1978, Amerika Serikat (AS) melihat peluang perdagangan dan kebutuhan untuk mengembangkan hubungan. AS secara resmi menjalin hubungan diplomatik dengan Beijing tahun 1979. Hubungan China-Taiwan mulai membaik tahun 1980-an saat Taiwan melonggarkan aturan kunjungan dan investasi di China. Tahun 1991, Taiwan menyatakan bahwa perang dengan RRC telah berakhir. 

     Kemudian negara China mengusulkan opsi "satu negara, dua sistem", yang bisa memungkinkan Taiwan memiliki otonomi yang signifikan jika setuju berada di bawah kendali Beijing, namun Taiwan menolak akan tawaran yang diberikan tersebut. Penolakan itu menyebabkan Beijing berkeras bahwa pemerintahan Taiwan tidak sah. Namun perwakilan tidak resmi China dan Taiwan masih melakukan pembicaraan terbatas. Pada tahun 2004, China mengesahkan undang-undang anti-pemisahan, yang dimana UU tersebut menegaskan tentang hak China untuk "tidak memilih jalan damai" terhadap Taiwan jika Taiwan mencoba "memisahkan diri" dari China. Tahun 2016 lalu, Tsai Ing-wen dari DPP, terpilih sebagai presiden. Di bawah kepemimpinannya, hubungan lintas selat kian memburuk. China memutuskan untuk memutus komunikasi resmi dengan Taiwan setelah Tsai berkuasa. Langkah tersebut dilakukan karena penolakan Tsai untuk mendukung konsep "satu China". Tsai juga tidak pernah mengatakan bahwa dia akan secara resmi menyatakan kemerdekaan Taiwan. karena menurutnya Taiwan merupakan negara yang sudah merdeka. Bagi Tiongkok, Taiwan adalah bagian dari wilayah Tiongkok yang berada di provinsi bagian Fujian yang memberontak. Tapi bagi Taiwan, Taiwan menganggap bahwa dirinya merupakan sebuah negara yang berdaulat sehingga berhak melakukan kerja sama atau hubungan dengan negara lain.

     Dari permasalahan yang ada tersebut, negara China dan Taiwan tidak dapat bersatu seperti apa yang diminta oleh negara China kepada taiwan. Hal tersebut menyebabkan beberapa negara khawatir jika akan terjadi permasalahan yang lebih besar lagi. Salah satunya negara Indonesia yang pastinya mengkhawatirkan permasalahan tersebut karena mengingat negara China merupakan mitra dagang utama di Indonesia, negara Indonesia bisa saja berperan netral lantaran diplomasi yang dianut ibarat mendayung di antara dua karang (politik bebas aktif). Dengan tidak pro-barat atau timur, sehingga Indonesia bebas menentukan sikapnya terhadap konflik internasional. Geopolitik dan geoekonomi global sudah seharusnya menjadi perhatian bagi setiap negara karena hal tersebut  bisa jadi pemicu atau konsekuensi yang ada.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun