Mohon tunggu...
Novia Elga
Novia Elga Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Call Me Novia. Sedang menjelajahi dunia.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Dilarang Berada di Zona Nyaman

8 Desember 2024   16:50 Diperbarui: 8 Desember 2024   17:07 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kali ini saya akan menuliskan tentang realita dari kehidupan seorang guru muda. Memang tidak sepenuhnya seperti saya nasibnya, barangkali seperempat, atau semoga saja hanya saya yang merasakannya. 

Guru dahulu, memang tidak terlalu dibebankan oleh seabrek administrasi, adab yang utama dan pembelajaran konvesional setiap harinya. Namun, hasilnya memuaskan.

Guru saat ini, dibebankan oleh lembaran administrasi yang harus ada. Tak lupa pelatihan-pelatihan yang harus diikuti. Jangan lupa, ada Platform Merdeka Mengajar (PMM) yang harus dikejar sertifikatnya. Agar kalau dilihat profilnya, lencana tidak hanya 1 atau 2 saja. Tak lupa, berbagai istilah baru yang notabene memiliki esensi yang sama membuat kaum-kaum senior enggan untuk mempelajarinya lagi. Alhasil, kalau nanti ditanya-tanya soal kurikulum merdeka pasti jawabnya "kurang paham, biar yang muda-muda saja yang mengerjakan". Output siswanya pun tak kalah menakjubkan, bullying, tawuran, membunuh guru, melaporkan guru ke polisi, bahkan gaya hidup di sekolah berdasarkan konten tiktok yanv dikonsumsinya sehari-hari.

Lalu mana esensi dari pendidikan itu sendiri? Apa yang salah dari pendidikan saat ini? Saya rasa untuk kesejahteraan, guru sudah memiliki lumayan gaji (kecuali honorer). Apalagi yang sudah berserdik tentunya dobel dan kualitas hidup terjamin. Sayangnya. Saat ini beberapa guru sudah mulai berada di zona nyaman. Dengan gaji full dan tunjangan itu, mereka menganggap bahwa itu adalah haknya tanpa merasa perlu untuk mengembangkan kinerjanya lagi.

Penghasilan yang sudah dijamin oleh pemerintah bukannya menjadikan lebih bersemangat untuk berkembang tapi malah mengandalkan gen Z untuk mengerjakannya dengan iming-iming ada "ongkos lelah" untuk membayar semua itu.

Bukankah sebenarnya bukan itu yang diharapkan oleh pemerintah? Kesejahteraan guru diberikan agar guru dapat memiliki kinerja yang baik, kualitas mengajar hang bukan hanya sekedar masuk kelas kemudian ngasih soal, bukan hanya sekedar ngasih tugas yang nggak pernah dinilai kapanpun itu. 

Program-program seperti guru penggerak, sekolah penggerak. Apabila dilaksanakan dengan baik dan diimplementasikam betul di sekolah memang sangatlah luar biasa. Tetapi sejauh ini, di sekitar saya yang mengikuti itu hanya untuk mendapatkan pengakuan sjaa. Untuk kinerja di sekolah? Ya saya rasa tenaga honorer jauh lebih baik. Saya tekankan lagi. Ini hanya kehidupan di sekitar saya. Bukan di  seluruh Indonesia. Banyak pastinya guru-guru yang berprestasi.

Kemarin saya mengikuti guru berprestasi. Ternyata semua itu mematahkan apa yang saya lihat selama ini di sekitar saya. Banyak guru yang masih bersemangat untuk berkembang dan bukan berada di zona nyaman. Banyak guru yang memanfaatkan betul uang sertifikasi untuk kuliah lagi, upgrade laptop terbaru, upgrade tablet terbaru, katanya agar mudah belajar dan baca jurnal. 

Semenjak kejadian itu, guru yang berada di zona nyaman memang ada namun tak semua. Guru berkulitas pun ada, walau lebih sedikit jumlahnya. Tapi dari situ mata saya terbuka, bahwa menjadi guru itu pilihan, begitupun menjadi lebih maju atau terlindas oleh kemajuan itu pun kita yang menentukan.

Dan saya bertekad untuk terus memajukan pendidikan, walau terkadang saya benci dengan sikap-sikap yang kolot dalam bekerja, tapi sebagai generasi muda, menjadi guru yang selalu upgrade adalah upaya untuk turut andil menciptakan Indonesia generasi emas.

#jangan berada di zona nyaman

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun