Tentu, ayahnya tak akan mendengar suaranya itu. Lagipula ayah Anne sudah tidak berada di dunia nyata. Pun, tak dapat membantu Anne saat ini.
Anne keluar dari kamarnya. Mengambil segelas air putih di dapur. Kemudian meneguknya dengan berdoa dahulu. Anne duduk. Kemudian menaruh kedua tangannya di meja.
"Ibu udah rawat kamu sampai sebesar ini. Balas budilah. Belikan Ibu barang-barang branded. Beri Ibu uang."
"Ibu, tanpa meminta pun setiap bulannya Anne memberi uang. Bahkan kalau Ibu ulang tahun tidak pernah terlupa kadonya."
"Semua anak juga begitu. Jangan merasa balas budi soal itu."
"Ibu tidak pernah mendengarkan batin Anne. Ibu jahat. Anne tidak suka dengan Ibu. Anne ingin meninggalkan rumah ini. Anne tidak kuat dengan perlakuan kasar ibu. Kata-kata Ibu terlalu menyakitkan untuk Anne. Makasih Bu. Ibuuuuu aku rindu Ayah. Ingin sekali bersama Ayah saja."
Anne mengeluarkan air mata kembali, mengusapnya. Dan tersadar bahwa yang telah dikatakannya adalah bayangan. Tak akan pernah ada kalimat seperti itu. Ia tak mampu mengucapkannya. Terlalu rapuh hatinya untuk turut bernada tinggi pada ibunya.
Anne memang perempuan bernasib malang yang harus memendam semuanya sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H