Di Desa Siria-ria, Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara, terjadi konflik agraria yang melibatkan masyarakat adat dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Konflik ini berawal dari klaim pemerintah atas kawasan hutan yang merupakan wilayah masyarakat adat.Â
Konflik semakin memanas setelah program lumbung pangan atau "food estate" dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo di kawasan tersebut. Konflik ini menimbulkan dampak yang signifikan dan telah berlangsung sejak program reboisasi pada tahun 1963. Lahan masyarakat adat diklaim oleh pemerintah sebagai kawasan hutan dan sebagian dijadikan kawasan "food estate".Â
Sebagai penduduk asli wilayah ini, mereka sudah turun temurun menggantungkan hidup mereka pada hutan yang dianggap sebagai sumber mata pencaharian dan warisan budaya mereka. Namun, klaim KLHK atas wilayah ini mengancam eksistensi mereka dan mengganggu keseimbangan ekosistem yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.
Konflik yang Berlarut-larut
Konflik agraria antara masyarakat adat Siria-ria dan KLHK sudah berlangsung sejak program reboisasi pada tahun 1963. Pada puncaknya pada tahun 1979, empat warga meninggal dan hampir semua laki-laki ditahan atau menjadi buron. Konflik ini mereda setelah beberapa langkah penyelesaian, namun memanas kembali setelah pengukuran dan penataan batas lahan "food estate" pada tahun 2020.Â
Program lumbung pangan yang dicanangkan langsung oleh Presiden pada tahun 2020 memberikan berbagai dampak setelah berjalan lebih dari tiga tahun. Pertanian di desa terpencil itu maju, namun konflik agraria yang sudah lama tidak terselesaikan kembali panas setelah pengukuran dan mulai melakukan pengukuran batas lahan "food estate" pada tahun 2020.
Masyarakat adat Siria-ria telah mengalami pengorbanan besar dalam konflik dengan program reboisasi, termasuk korban jiwa dan terasing. Saat ini, mereka menuntut kejelasan penyelesaian konflik oleh KLHK dan meminta agar hutan adat mereka dikeluarkan dari kawasan hutan negara. Mereka telah hidup dari hutan adat tersebut selama 15 generasi dan mendesak agar klaim pemerintah atas kawasan hutan tersebut dicabut.Â
Direktur Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) Delima Silalahi menyatakan bahwa program "food estate" justru mengalihkan kepemilikan lahan masyarakat adat kepada perusahaan dengan harga murah, sehingga sama artinya dengan upaya pemerintah mengalihkan kepemilikan lahan masyarakat adat kepada pengusaha-pengusaha besar. Masyarakat adat menentang hal ini dan meminta agar konflik tersebut segera diselesaikan.
Klaim KLHK dan Dampaknya pada Masyarakat Adat
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah mengajukan klaim atas kawasan hutan di Desa Siria-ria dengan alasan perlindungan lingkungan dan pengelolaan yang lebih baik. KLHK berpendapat bahwa pengelolaan mereka dapat memperbaiki kondisi hutan dan mengurangi deforestasi yang terjadi di kawasan tersebut.Â