Mohon tunggu...
Novi Chadjin
Novi Chadjin Mohon Tunggu... Penulis - Wife and Mother

Just a simple woman

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Solusi untuk Toxic Workplace

15 Maret 2024   12:02 Diperbarui: 15 Maret 2024   22:22 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lingkungan kerja yang sehat dan produktif adalah harapan setiap karyawan. Namun, sayangnya, tidak semua tempat kerja memberikan atmosfer yang membangun dan mendukung pertumbuhan profesional serta kesejahteraan mental dan fisik. Ada realitas yang lebih gelap yang sering kali tersembunyi di balik fasad profesionalisme. Hal ini disebabkan oleh keberadaan lingkungan kerja yang toxic.

Lingkungan kerja yang toxic dapat didefinisikan sebagai atmosfer yang dipenuhi dengan ketegangan, konflik interpersonal, perilaku negatif, dan pola manajemen yang tidak sehat. Dalam lingkungan seperti ini, karyawan sering kali merasa stres, cemas, dan tidak nyaman. Bahkan, dampaknya bisa jauh lebih serius, seperti depresi, kelelahan kronis, dan penurunan produktivitas.

Salah satu ciri khas lingkungan kerja yang toxic adalah adanya perilaku intimidasi dan pelecehan. Ini bisa terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari pelecehan verbal hingga intimidasi fisik. Karyawan yang menjadi korban perilaku ini merasa tidak aman dan terjebak dalam lingkaran ketakutan. Mereka mungkin tidak berani melaporkan perilaku tersebut karena takut akan konsekuensinya, seperti kehilangan pekerjaan atau ketidaknyamanan lebih lanjut.

Selain itu, lingkungan kerja yang toxic sering kali ditandai oleh pola manajemen yang otoriter dan tidak mendukung. Manajer atau atasan yang mempraktikkan kepemimpinan otoriter cenderung menggunakan kekuatan dan kontrol untuk mengatur karyawan, daripada memberikan dukungan dan membimbing mereka. Hal ini menciptakan atmosfer ketegangan dan ketidakpastian di tempat kerja, di mana karyawan merasa tidak dihargai dan tidak memiliki otonomi dalam pekerjaan mereka.

Perilaku kompetitif yang berlebihan juga dapat menyebabkan lingkungan kerja yang toxic. Ketika karyawan merasa perlu bersaing satu sama lain untuk mendapatkan pengakuan atau promosi, kolaborasi digantikan oleh sabotase dan kecurangan. Ini mengakibatkan kehilangan kepercayaan di antara rekan kerja dan menciptakan atmosfer yang tidak sehat di tempat kerja.

Lingkungan kerja yang toxic adalah masalah serius yang dapat merusak produktivitas. Namun, dengan langkah-langkah yang tepat, kita dapat mengatasi masalah ini dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat dan mendukung.

Pengakuan dan Kesadaran

Ini merupakan langkah pertama yang sangat penting dalam mengatasi lingkungan kerja yang toxic. Tanpa kesadaran akan adanya masalah, sulit bagi organisasi untuk membuat perubahan yang diperlukan. Pengakuan ini tidak hanya diperlukan dari pihak manajemen, tetapi juga dari semua anggota tim di tempat kerja.

Terlalu sering, organisasi atau instansi cenderung menutup mata terhadap masalah ini atau bahkan menjustifikasi perilaku yang tidak sehat sebagai "bagian dari budaya kerja". Namun, dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya kenyamanan karyawan, lebih banyak organisasi dan instansi mulai mengambil langkah untuk mengatasi masalah ini.

Pengakuan juga mencakup pengertian akan dampak negatif dari lingkungan kerja yang toxic. Ini dapat meliputi penurunan produktivitas, peningkatan tingkat absensi, dan bahkan masalah kesehatan fisik dan mental yang serius bagi karyawan. Dengan memahami konsekuensi dari lingkungan kerja yang tidak sehat, manajemen dan karyawan akan lebih termotivasi untuk mengambil tindakan untuk mengubahnya. Manajemen perlu secara terbuka mengakui adanya masalah ini dan menyatakan komitmennya untuk melakukan perubahan.

Pembentukan Kebijakan Anti-Pelecehan

Pembentukan kebijakan anti-pelecehan di tempat kerja menjadi langkah yang sangat penting. Pelecehan di tempat kerja dapat mengambil berbagai bentuk, termasuk pelecehan verbal, pelecehan fisik, pelecehan seksual, intimidasi, dan perilaku merendahkan lainnya. Oleh karena itu, kebijakan anti-pelecehan harus dirancang untuk melindungi karyawan dari berbagai bentuk pelecehan dan memberikan jaminan bahwa tindakan yang tidak pantas akan ditangani dengan serius.

Salah satu elemen kunci dari kebijakan anti-pelecehan adalah menetapkan definisi yang jelas tentang apa yang dianggap sebagai pelecehan di tempat kerja. Definisi ini harus mencakup berbagai jenis perilaku yang tidak pantas dan memberikan contoh konkret tentang apa yang dianggap sebagai pelecehan. Ini akan membantu mencegah ambiguitas dan memastikan bahwa semua karyawan memahami batasan perilaku yang dilarang.

Kebijakan ini harus mencakup prosedur untuk melaporkan insiden, perlindungan terhadap pelapor, dan konsekuensi bagi pelaku. Kebijakan tersebut harus menetapkan tata cara yang jelas untuk melaporkan insiden pelecehan dan menangani keluhan dengan cepat dan adil. Pelapor harus merasa aman melaporkan insiden pelecehan tanpa takut akan konsekuensi negatif atau pembalasan.

Pengembangan Keterampilan Manajemen

Manajer memegang peran yang sangat penting dalam membentuk budaya kerja dan lingkungan di tempat kerja. Keterampilan manajemen yang baik tidak hanya melibatkan kemampuan teknis untuk mengelola tugas dan proyek, tetapi juga kemampuan interpersonal untuk membangun hubungan yang kuat dengan anggota tim, mengelola konflik, dan menginspirasi dan memotivasi orang lain. Pantang bagi seorang manajer, jika malah menjadi sumber konflik di lingkungan kerja yang dipimpinnya.

Maka dalam mengatasi lingkungan kerja yang beracun, manajer perlu memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi dan mengatasi masalah perilaku yang tidak sehat. Manajer harus mampu mengenali tanda-tanda toxic di antara tim, seperti konflik yang konstan, kurangnya kerjasama, dan perilaku merendahkan. Kemampuan untuk mengatasi konflik dengan cara yang konstruktif dan memfasilitasi komunikasi yang terbuka dan jujur adalah keterampilan penting yang harus dimiliki oleh manajer.

Selain itu, manajer perlu membangun budaya kerja yang positif dan inklusif. Dia  harus menjadi teladan yang baik dengan mempraktikkan perilaku etis dan menghormati semua anggota tim. Melalui pengakuan atas prestasi, dukungan dalam pengembangan karir, dan memberikan umpan balik yang konstruktif, manajer dapat membantu meningkatkan kepercayaan dan motivasi karyawan.

Strategi untuk meningkatkan keterampilan manajemen dalam mengatasi lingkungan kerja yang toxic dapat meliputi pelatihan dan pengembangan yang berkaitan dengan keterampilan interpersonal, kepemimpinan, dan manajemen konflik. Pelatihan ini dapat mencakup topik seperti komunikasi efektif, penyelesaian konflik, kepemimpinan yang inklusif, dan manajemen stres. Manajer harus dilatih untuk menjadi pemimpin yang mendukung, empatik, dan berorientasi pada Solusi. Sehingga seorang manajer diharapkan dapat memainkan peran yang lebih aktif dalam menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan produktif

Pemantauan dan Evaluasi Berkelanjutan

Salah satu bentuk pemantauan yang penting adalah survei karyawan. Survei ini dapat digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan dan kesejahteraan karyawan, serta mendapatkan umpan balik tentang kondisi lingkungan kerja. Dengan menganalisis hasil survei secara teratur, organisasi dapat mengidentifikasi tren dan pola yang mungkin mengindikasikan adanya masalah, dan mengambil tindakan yang sesuai.

Selain survei karyawan, pemantauan dan evaluasi berkelanjutan juga dapat melibatkan pengawasan langsung oleh manajemen atau tim khusus yang ditugaskan untuk mengatasi masalah lingkungan kerja yang toxic. Tim ini dapat bertanggung jawab untuk mengumpulkan data tentang perilaku dan dinamika di tempat kerja, mengawasi pelaksanaan kebijakan dan program, dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan.

Dalam melaksanakan pemantauan dan evaluasi berkelanjutan, penting untuk menggunakan metrik yang relevan dan terukur. Ini dapat mencakup jumlah laporan pelecehan yang diterima, tingkat kepuasan karyawan, tingkat absensi, dan tingkat retensi karyawan. Dengan memiliki data yang kuat dan terukur, organisasi atau instansi dapat membuat keputusan yang berdasarkan bukti untuk mengatasi masalah lingkungan kerja yang toksik.

Selain itu, penting juga untuk melibatkan karyawan dalam proses pemantauan dan evaluasi. Mereka adalah sumber informasi yang berharga tentang kondisi di tempat kerja dan dapat memberikan wawasan yang berharga tentang masalah yang mungkin terlewatkan oleh manajemen. Melalui forum diskusi terbuka atau kelompok fokus, karyawan dapat berbagi pengalaman mereka dan memberikan masukan tentang cara untuk meningkatkan lingkungan kerja.

Dengan kesadaran akan bahaya lingkungan kerja yang toxic dan upaya bersama untuk mengatasinya, kita dapat membangun tempat kerja yang lebih sehat, lebih bahagia, dan lebih produktif bagi semua orang. Ini bukan hanya tentang kepentingan individu, tetapi juga tentang kesejahteraan organisasi atau instansi secara keseluruhan. Sekian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun