Kamu mengambil debar dalam degubku. Menggantinya dengan risau yang setajam samurai seorang ronin. Dan tanpa ampun menusukku pelan-pelan.
Hari hariku kini hanya terisi asa yang kandas. Pikiranku tentang mu tak kunjung reda. Aku merasa tertindas.
Seringnya aku bertanya ritual apa yang harus kulakukan demi mendapatkan kembali rasa teduh. Walau berpisah darimu.
Apakah dengan membaca buku-buku kesukaanmu. Apakah dengan mencoba meminum kopi tanpa gula samasekali. Atau...apakah dengan memulai perjalanan baru dengan hati yang baru. Agar apa apa yang tersisa tentangmu bisa ku hempas tuntas.
Seorang bijak mengatakan bahwa hidup terlalu murah jika hanya disandingkan dengan kesedihan. Oleh kesedihan gradasi pelangi akan menjadi nampak suram menakutkan.
Dan setelah waktu demi waktu kulalui pahitnya. Sekeras apapun kuinginkan kamu, kamu bukanlah kamu yang selama ini aku kenal.
Kamu yang kini tengah membiasakan diri tanpa aku. Kamu yang kini tengah berjuang memerdekakan diri dari ikatan kebersamaan kita. Makin akrab dengan rasa abai padaku.
Jadi, jika kamu sengaja melupakan aku. Itu adalah hakmu. Pilihanmu. Tak akan aku gugat.
Karena untuk bisa membawa pulang sebuah mimpi. Kita harus sepakat.
*Ditanggal 22 Sep 18
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI